Monolog Jiwa Menunggu Antara Bertahan Dan Menyerah


Monolog Jiwa – Menunggu Antara Bertahan dan Menyerah Ada satu masa dalam hidup, kita terjebak dalam ruang yang samar — bukan lagi benar-benar kuat, tapi juga belum sepenuhnya menyerah. Kita berdiri di persimpangan, memandang ke hadapan dengan mata yang kabur, kerana hati sendiri tak mampu menjawab pertanyaan paling sederhana:
“Aku masih bertahan… atau sebenarnya aku hanya menunggu waktu yang tepat untuk menyerah?” Jam pasir di meja kecil itu terus menumpahkan butiran halusnya. Setiap detik seakan mengejek, seakan mengingatkan bahawa waktu tidak pernah menunggu siapa pun. Sementara aku, di sini, masih tercari-cari apakah aku seorang pejuang yang sedang mempertahankan sisa kekuatan, atau seorang pengalah yang hanya menyusun alasan sebelum akhirnya benar-benar berhenti.
Tentang Bertahan Bertahan itu bukan sekadar berdiri tegak tanpa goyah. Kadang, ia tentang bagaimana kita masih mampu menarik nafas walaupun dada terasa sempit. Ia tentang bagaimana kita masih memilih untuk membuka mata setiap pagi, walaupun hati terasa berat, seakan-akan dunia ini tidak lagi memberi ruang untuk bahagia.
Bertahan itu kadang-kadang bukan kerana kita yakin, tapi kerana kita tidak punya pilihan lain. Ada beban, ada janji, ada orang yang masih kita fikirkan – yang membuatkan kita bertahan walaupun kaki sudah berdarah, walaupun jiwa sudah luka.
Aku sering bertanya pada diriku sendiri: apakah aku bertahan kerana aku kuat? Atau aku bertahan kerana aku takut kecewakan orang lain?
Tentang Menyerah Menyerah selalu terdengar buruk. Seakan-akan ia adalah lambang kegagalan yang paling nyata. Tetapi dalam diam, aku tahu menyerah tidak selalu bererti lemah. Kadang, ia hanya tanda bahawa kita manusia – punya batas, punya titik akhir, punya garis yang tak lagi boleh dilangkah.
Namun, yang membuatku bimbang ialah bila sebenarnya aku sedang perlahan-lahan menyerah, tapi menyembunyikannya di balik kata “bertahan”. Apakah aku benar-benar sedang melawan keadaan ini? Atau aku hanya menunggu detik di mana aku boleh berkata: “Aku sudah tidak mampu lagi.”
Antara Dua Dunia Aku berada di ruang tengah itu. Antara bertahan dan menyerah, antara yakin dan ragu, antara ingin terus hidup dan ingin mengakhiri semua penat.
Aku berjalan di jalan ini tanpa peta. Hanya ada rasa takut yang membisikkan, “Kamu tidak cukup kuat untuk terus.” Dan ada pula suara samar di sudut lain, “Kamu sudah berjalan sejauh ini, jangan sia-siakan langkahmu.”
Kadang, aku ingin percaya bahawa semua ini hanya sementara. Bahawa badai tidak akan selamanya menutup langit. Tetapi jujurnya, ada hari-hari di mana aku rasa seperti berdiri di tengah hujan, tanpa payung, tanpa perlindungan, tanpa arah.
Pertanyaan yang Tidak Pernah Ada Jawapan Bagaimana jika aku memang kalah sama keadaan? Bagaimana jika aku memang tidak ditakdirkan untuk menang? Bukankah tidak semua orang bisa kuat selamanya?
Aku sering bertanya pada diriku: Apakah orang lain juga merasai hal yang sama? Atau hanya aku yang begitu rapuh, yang begitu mudah goyah?
Aku tersenyum di hadapan orang lain, tapi di dalam hati, aku masih mencari jawapan yang tak pernah datang. Adakah aku ini pejuang, atau sekadar pelarian yang menangguhkan kekalahan?
Tentang Waktu Jam pasir itu terus mengalir, dan aku tahu waktu tidak akan menunggu sampai aku siap. Detik demi detik tetap berlari, meninggalkan aku yang masih terikat pada pertanyaan-pertanyaan yang tidak selesai.
Mungkin benar, pada akhirnya waktu jugalah yang akan mengajariku jawapan. Sama ada aku sedang benar-benar bertahan, atau hanya menunggu saat untuk menyerah.
Tetapi sebelum butir terakhir jatuh, aku ingin percaya bahawa ada ruang untukku kembali kuat. Bahawa menyerah bukanlah satu-satunya jalan, walaupun ia tampak lebih mudah.
Aku Masih Di Sini Hari ini, aku mungkin tidak yakin dengan langkahku. Aku mungkin tidak tahu apakah aku sedang menang atau kalah. Tetapi setidaknya aku masih di sini – masih bernyawa, masih berfikir, masih menulis, masih mencari alasan sekecil apa pun untuk bertahan.
Dan mungkin, itulah tanda bahawa aku belum benar-benar menyerah. Kerana kalaupun aku sedang menunggu waktu yang tepat untuk menyerah, bukankah itu juga bererti aku masih menunggu? Masih berharap, walau sehalus debu.
Aku tidak tahu bagaimana kisah ini akan berakhir. Aku tidak tahu apakah aku akan tercatat sebagai seorang yang mampu melawan keadaan, atau seorang yang kalah di tengah jalan.
Yang aku tahu, sekarang aku sedang hidup. Sedang berjalan di antara luka dan harapan, di antara penat dan doa.
Dan jika suatu hari nanti aku akhirnya mengerti jawapan kepada semua ini, mungkin aku akan tersenyum pada diriku sendiri: bahawa aku pernah ada di titik paling samar, namun tetap memilih untuk bertahan – walaupun sekadar dengan sisa-sisa yang ada.


Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :

https://belogsjm.blogspot.com/2025/09/monolog-jiwa-menunggu-antara-bertahan.html

Kempen Promosi dan Iklan
Kami memerlukan jasa baik anda untuk menyokong kempen pengiklanan dalam website kami. Serba sedikit anda telah membantu kami untuk mengekalkan servis percuma aggregating ini kepada semua.

Anda juga boleh memberikan sumbangan anda kepada kami dengan menghubungi kami di sini
Monolog Jiwa Politik Di Tempat Kerja Antara Arus Prinsip

Monolog Jiwa Politik Di Tempat Kerja Antara Arus Prinsip

papar berkaitan - pada 25/9/2025 - jumlah : 2155 hits
Monolog Jiwa Politik Di Tempat Kerja Antara Arus Prinsip Di ruang yang sama kita berpagi bertugas dan pulang tersusun cerita cerita kecil senyuman yang dipaksa pujian yang berlapis bisik bisik di koridor Itulah politik tempat kerja bukan ha...
Suara Dari Pagar Pos Dan Ceritanya Monolog Jiwa

Suara Dari Pagar Pos Dan Ceritanya Monolog Jiwa

papar berkaitan - pada 23/9/2025 - jumlah : 1334 hits
Suara Dari Pagar Pos dan Ceritanya Refleksi puitis tentang realiti kerja security main post perimeter dan waktu menunggu pengganti Gaya JMBELOG 23 September 2025 Label Suara Dari Pagar Monolog Jiwa Setiap pos seorang security ada kelebihan ...
Monolog Jiwa Maafkan Aku Yang Mudah Terasa

Monolog Jiwa Maafkan Aku Yang Mudah Terasa

papar berkaitan - pada 22/9/2025 - jumlah : 2027 hits
Monolog Jiwa Maafkan Aku yang Mudah Terasa Aku cepat terasa bukan kerana aku rapuh tetapi kerana ada luka kecil yang belum sempat sembuh Kata kata yang singgah tanpa nada sering kurasakan seperti hentaman tanpa niat Aku memilih diam bukan t...
Monolog Jiwa Kenal Trigger Diri Belajar Tenang Dengan Emosi

Monolog Jiwa Kenal Trigger Diri Belajar Tenang Dengan Emosi

papar berkaitan - pada 20/9/2025 - jumlah : 3230 hits
MONOLOG JIWA Kenal Trigger Diri Belajar Tenang Dengan Emosi Kadang kadang kita sendiri pelik Kenapa ada masa kita mudah sangat naik angin Padahal perkara kecil Baru ditegur sedikit hati sudah panas Baru tersilap sedikit suara sudah meninggi...
Monolog Jiwa Tentang Harapan Dan Kesanggupan

Monolog Jiwa Tentang Harapan Dan Kesanggupan

papar berkaitan - pada 14/9/2025 - jumlah : 2025 hits
Monolog Jiwa Tentang Harapan dan Kesanggupan Monolog Jiwa MONOLOG JIWA Dari Hati Seorang Pejuang Setiap sunyi punya suara Setiap jiwa punya cerita Monolog Jiwa Tentang Harapan dan Kesanggupan Sebuah renungan lembut tentang memberi mengharap...
Monolog Jiwa Mula Dulu Walau Sekadar Satu Nafas

Monolog Jiwa Mula Dulu Walau Sekadar Satu Nafas

papar berkaitan - pada 18/9/2025 - jumlah : 2763 hits
Monolog Jiwa Mula Dulu Walau Sekadar Satu Nafas MONOLOG JIWA Dari Hati Seorang Pejuang Setiap sunyi punya suara Setiap jiwa punya cerita Monolog Jiwa Mula Dulu Walau Sekadar Satu Nafas Ditulis oleh JMBELOG Hari ini Ada malam malam ketika ki...
Lelaki Emosi Yang Tak Selalu Terkawal Monolog Jiwa

Lelaki Emosi Yang Tak Selalu Terkawal Monolog Jiwa

papar berkaitan - pada 23/9/2025 - jumlah : 1217 hits
Lelaki Emosi Yang Tak Selalu Terkawal Monolog Jiwa Lelaki Emosi Yang Tak Selalu Terkawal Monolog Jiwa Sebuah catatan puitis dan reflektif dalam gaya JMBELOG Ada satu sisi lelaki yang jarang orang nampak Bukan tentang gagahnya bahu memikul t...
Monolog Jiwa Buat Ayah

Monolog Jiwa Buat Ayah

papar berkaitan - pada 14/9/2025 - jumlah : 1967 hits
Monolog Jiwa Buat Ayah Monolog Jiwa Buat Ayah Ayah Maafkan adik Adik tak mampu menjadi seperti ayah Bayang bayang ayah pun jauh sekali apatah lagi langkah teguhmu di dunia ini Ayah Adik hanya mampu menatap kenangan merindui nasihat dan seny...
Monolog Jiwa Jangan Membenci Tapi Jauhkan Diri

Monolog Jiwa Jangan Membenci Tapi Jauhkan Diri

papar berkaitan - pada 26/9/2025 - jumlah : 2296 hits
MONOLOG JIWA Dari Hati Seorang Pejuang Setiap sunyi punya suara Setiap jiwa punya cerita Monolog Jiwa Jangan Membenci Tapi Jauhkan Diri Jangan membenci siapapun tapi jauhkan dirimu dari orang yang tidak menghargaimu Ada satu kalimat yang se...
Kitingan Pandikar S Ma63 Remarks Show Grs Willing To Compromise

Ringkasan Jasa Empat Perdana Menteri Malaysia

Speed Read Pre Eicma News From Ducati Honda Ktm Kawasaki And Stark

Brazil Sokong Hasrat Malaysia Jadi Anggota Penuh Brics Lula

Soboro Udon

Resipi Viral Egg Tart Mixue Pencuci Mulut Premium Dengan 4 Bahan Mudah

Coelacanth Ikan Hidup Yang Menjadi Saksi Penciptaan

7 Aktiviti Harian Bakar Kalori Tanpa Sedar


echo '';
Info Dan Sinopsis Drama Berepisod Dendam Seorang Madu Slot Tiara Astro Prima

10 Fakta Biodata Amira Othman Yang Digosip Dengan Fattah Amin Penyanyi Lagu Bila Nak Kahwin

5 Tips Macam Mana Nak Ajak Orang Kita Suka Dating Dengan Kita

Info Dan Sinopsis Drama Berepisod Keluarga Itu Slot Lestary TV3

Bolehkah Manusia Transgender Mencapai Klimaks Selepas Bertukar


Timor Leste Rasmi Sertai Asean Simbol Harapan Solidariti Dan Semangat Asia Tenggara

Warung Wak Paad Rantau Panjang Klang

Riadah Pagi Di Jejak Sisiran 1

Pelajar Lihat Individu Berbaju Hanafi Dalam Tandas Sebelum Kematian Zara Inkues

Saifuddin Digugur Ketua Pn Pahang

5 Aksesori Wajib Ada Untuk Newbie Influencer Yang Terakhir Paling Penting Ramai Guna