Anak Kampung Nduga Surat Untuk Presiden Indonesia Ir H Joko Widodo
Kepada Yth.
Bapak President Ir. H. Joko Widodo
Cq. Menkopolhukam, Menteri Pertahanan, Panglima TNI dan Kapolri
di Jakarta.
Shalom!
Ada tertulis dalam Alkitab perjanjian lama (kitab suci agama kristen) dalam kitab Penghotbah, semuanya ada waktu, ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai, ada waktu untuk membangun, ada waktu untuk duduk bersama dan makan bersama. Penghotbah juga menulis bahwa segala sesuatu yang kita perjuangkan dan pertahankan diatas bumi ini adalah sia-sia.
Nelson Mandela, Marthen Luther King Jr, Mahatma Ghandi, mereka adalah manusia-manusia sama seperti kita yang dalam hidup mereka terus mencari sebuah nilai tertinggi diatas semua agama manusia di dunia, yaitu nilai Kemanusiaan, Keadilan dan Kedamaian sebagai wujud nyata aplikasi nilai agama yang mereka anut untuk sebuah negara yang mereka pertahankan, perjuangkan dan mereka cintai. Para tokoh diatas telah memenangkan hati Tuhan dan manusia. Mereka dihargai dan disukai oleh semua umat lintas agama se- dunia.
Kita semua sama dimata Tuhan. Orang Papua Ras Melanesia, OPM/TPN atau Ras Melayu, NKRI, TNI/POLRI. Kita sama dimata Tuhan. Tuhan sayang kita semua. Tuhan juga punya rencana yang indah atas semua umat Tuhan di Indonesia, lebih khusus kita diatas Tanah Papua. Tuhan sedang melihat siapa yang berjuang arrogant dan siapa yang berjuang dengan air mata. Kejadian Goliath dan Daud masih terus terjadi di abad ke 21, hari ini diatas Tanah Papua.
Apa yang terjadi di Nduga adalah proses pengulangan dari kejadian-kejadian serupa sebelumnya diatas Tanah Papua. Hampir semua kabupaten diatas Tanah Papua telah terjadi hal yang sama dengan konflik hari ini di Nduga sejak integrasi 1969. Kejadian di Nduga bukan hal yang baru dan akan terus terjadi diatas Tanah Papua. Dasarnya jelas, banyak anak-anak asli Nduga putus sekolah dan masuk hutan dalam usia muda, orang-tuanya dibunuh, kakaknya dibunuh, keluarganya meninggal akibat konflik. Konflik melahirkan konflik, perang melahirkan perang. Konflik harus dikubur sedalam-dalamnya dengan cara perdamaian total dan dengan dialoge terbuka terang - benderang seperti penyelesaian konflik di Aceh dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip dasar universal Kemanusian, Perdamaian dan Keadilan untuk semua umat Tuhan sebagai ujung tombak harga mati sesuai sila ke II (dua) Pancasila kita.
Secara geopolitik dan geo strategy. Indonesia merupakan negara terbesar ke-4 di dunia, negara demokrasi terbesar diantara 10 negara ASEAN dan negara dengan kepulauan terbesar didunia. Penduduknya mencapai 260juta, terus bertambah 10juta penduduk setiap 5-10 tahunnya. Pancasila dan UU dasar 1945 sebagai dasar pijakan perjuangan keutuhan, persatuan dan kesatuan NKRI dari Sabang-Merauke.
Politik luar negeri kita bebas aktif. Kerjasama negara-negara kawasan ASEAN dan Pasific berdasarkan pendekatan kesamaan budaya dan kesamaan sejarah atas dasar semangat prinsip seperjuangan dan senasib melawan kolonialisme dulu.
Papua sebagai bekas jajahan belanda, tentunya senasib dengan bangsa Indonesia ras melayu. Kita sama-sama senasib dalam kekuasaan hindia belanda berdasarkan sejarah. Perbedaannya Papua masyarakatnya ras melanesia, hitam keriting sama dengan semua penduduk negara pasific selatan dan hitam keriting, sama dengan masyarakat hitam keriting di negara-negara benua Afrika, Amerika dan Eropa.
Papua dan indonesia yang sama-sama bekas koloni belanda, sebaiknya sama-sama saling menghargai, saling menerima perbedaan sebagai kekuatan pluralisme bangsa Indonesia. Jika ada masalah sebaiknya diselesaikan secara kekeluargaan. Karena, Indonesia dan Papua sama-sama warga dunia yang tidak terlepas dari dukungan dan pantauan masyarakat international dalam satu komunitas global (Global Community).
Kondisi dalam negeri Indonesia yang stabil, damai dan demokratis telah menghantarkan Indonesia di level international dengan dipercayakan sebagai anggota tidak tetap Dewan keamanan PBB. Ini pencapaian yang luar biasa.
Kita harus jaga nama baik bangsa Indonesia dengan cara hati-hati mengelolah negara majemuk ini, dengan tetap memperhatikan semua perbedaan ideology dan perbedaan sikap politik adalah bagian dari konsekuensi logis dari posisi geopolitik Indonesia sebagai negara terbesar ke empat di dunia. Para pemimpin dan penyelenggara negara diperlukan mengambil kebijakan politik dan keamanan dengan tetap memperhatikan sila kedua Pancasila, dasar negara kita sebegai alat perekat kebersamaan Indonesia.
Papua bergabung di Indonesia tidak bawa diri kosong. Papua bergabung dengan Indonesia membawa ruang kehidupan yang kaya raya dan menjajikan bagi kemakmuran dan keberlangsungan hidup semua warga ber-KTP Indonesia.
Papua juga tidak berdiri sendiri sebagai kelompok minoritas di Indonesia. Posisi Papua hari ini sama dengan komunitas mayoritas kulit hitam di benua Afrika, komunitas masyarakat kulit hitam di Amerika, Eropa dan saudara-saudaranya sesama ras melanesia di pasific selatan. Kami memiliki satu kesatuan secara budaya, rasa, semangat dan philosopy sejarah. Secara defacto dan dejure Papua ada di Indonesia sebagai kelompok minoritas dan kelompok yang paling dianggap terbelakang karena indikator kemiskinan yang tinggi. Namun, semua bangsa kulit hitam sudah keluar dan merdeka diatas kakinya sendiri dari semua tindakan penindasan, rasialisme, kolonialisme pahit dan menyakitkan dimasa lalu.
Kita harus hati-hati dan pakai hati mengelolah Papua
Bapak President yang bijak dan baik hati.
Jangan pakai rudal tembak nyamuk. Karena itu kita tidak berhikmat. Jangan bom rumahmu sendiri hanya karena mengejar tikus kecil, karena bapak akan sulit membangunya kembali. Jangan membakar hutanmu jika mengejar kuskus karena bapak tidak akan punya hutan lagi. Jangan pernah tinggi hati dan jangan sekali-kali merendahkan martabat sesamamu Manusia karena dimata Tuhan kita sama.
Jalan menuju-Sota, Merauke, 10/03/2019
Salam Damai
Samuel Tabuni M, Gebze
(Anak kampung dari Nduga, yang pernah mewakili Pemuda Indonesia di Amerika dalam Professional Fellows Program Young SouthEast Asian Leaders Initiative, YSEALI).
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://phaul-heger.blogspot.com/2019/03/anak-kampung-nduga-surat-untuk-presiden.html