Tiada Hukum Karma Dalam Islam Islam Percayakan Qadha Dan Qadhar 9542
Bagaimana Islam Menyikapi “Karma”?
Jumat, 6 Juli 2018
Salam pak admin, nanya dong. Apakah dalam Islam ada istilah hukum karma? Kalau ada bagaimana penjelasannya? Terima kasih…
Karma atau hukum karma kita kenal hari ini sebagai istilah yang mewakili fenomena balasan sebuah perbuatan. Anda pernah berbuat jahat kepada orang di masa lalu, hari ini anda justru yang menerima kejahatan orang lain.
Karma selalu ditujukan untuk perbuatan-perbuatan yang negatif; mencuri, membunuh, merampok, memukul dan lain sebagainya.
Islam juga punya konsep karma, hanya saja nama yang dipakai bukan “karma”. Selain berbicara soal balasan perbuatan-perbuatan yang negatif, Islam juga punya konsep balasan amal-amal perbuatan yang baik. Bahkan yang terakhir ini, jauh berlipat ganda dibanding yang awal.
Salah satu hadis Nabi ﷺ yang berbicara soal “karma” adalah riwayat Sahabat Abu Hurairah berikut ini:
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال من نفس عن مؤمن كربة من كرب الدنيا نفس الله عنه كربة من كرب يوم القيامة، ومن يسر على معسر يسر الله عليه في الدنيا والآخرة، ومن ستر مسلماً ستره الله في الدنيا والآخرة، والله في عون العبد ما كان العبد في عون أخيه...
“Nabi Muhammad ﷺ bersabda, siapa yang membantu kesulitan seorang mukmin, Allah akan membantu kesulitannya; siapa yang mempermudah urusan seorang mukmin, Allah akan permudah urusannya; siapa yang menutupi keburukan seorang muslim, Allah akan tutupi keburukannya di dunia dan akhirat. Pertolongan dan lindungan Allah senantiasa ada dalam setiap pertolongan seorang hamba kepada saudaranya.”
Baca juga:
Tiga Amal yang Bisa Mengubah Takdir
Baik dan Buruk menurut Nabi ﷺ
Dalam al-Qur’an juga disebutkan bahwa balasan bagi kebaikan yang dilakukan seorang Muslim adalah 10, sedangkan balasan bagi kejahatan hanyalah satu. Konsep “karma” dalam Islam adalah simbol betapa murah dan sayangnya Allah SWT terhadap hambanya.
Mereka yang berbuat baik, akan diganjar berpuluh kali lipat dari satu kebaikan yang telah dilakukannya. Lalu, tunggu apa lagi? Ayo tunai pahala melalui karma kebaikanmu!
Sumber:
https://harakahislamiyah.com/konsultasi/bagaimana-islam-menyikapi-karma
ﷺ
Hukum Karma Dalam Pandangan Islam
dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, Sp.PK 8 Juli 2018
Ada beberapa poin yang kami tangkap dari penjelasan mengenai apa itu hukum karma berdasarkan beberapa sumber:
1. Merupakan hukum sebab-akibat, ada aksi dan ada reaksi. Jika berbuat baik, maka akan mendapat balasan baik, jika berbuat buruk maka akan mendapatkan balasan buruk juga.
2. Menebak hal ghaib, semisal menebak bahwa engkau mendapatkan hal buruk ini karena perbuatan burukmu yang itu (disebutkan perbuatannya)
3. Adanya keyakinanan rienkarnasi kembali ke dunia setelah kematian, sebagai akibat perbuatannya yang lalu pada kehidupan sebelumnya [1]
Bahkan ada pendapat seperti ini mengenai hukum karma: “Dhamma Niyama/Hukum Karma tidak membutuhkan kepercayaan Anda.. siapa pun Buddha, Nabi, Setan, Manusia, Binatang, Tumbuhan dan semua keberadaan di Seluruh Semesta ini termasuk TUHAN tunduk pada HUKUM DHAMMA NIYAMA”.[2]
Sejujurnya kami tidak tahu pasti apa itu hukum karma, terlepas dari apakah benar pengertian yang kami kumpulkan dari berbebagai sumber, kami ingin menjelaskan bahwa agama Islam tidak membenarkan ajaran karma dengan pengertian di atas. Dalam Al-Muasu’ah Al-Muyassarah dijelaskan,
الكارما – عند الهندوس – : قانون الجزاء ، أي أن نظام الكون إلهي قائم على العدل المحض، هذا العدل الذي سيقع لا محالة إما في الحياة الحاضرة أو في الحياة القادمة ، وجزاء حياةٍ يكون في حياة أخرى ، والأرض هي دار الابتلاء كما أنها دار الجزاء والثواب
“Karma menurut ajaran hindus adalah “hukum balasan” yaitu aturan ilahi yang berdasarkan keadilan murni. Keadilan ini terjadi bisa jadi pada kehidupan saat ini atau di kehidupan yang akan datang. Balasan keihdupan ini akan terjadi pada kehidupan selanjutnya. Bumi adalah tempat ujian sebagaimana juga sebagai tempat balasan kebaikan dan keburukan.” [3]
Pandangan Islam mengenai ajaran karma. Pertama: Tidak dibenarkan jika memastikan hukum sebab akibat dengan sebab yang pasti atau tertentu. Misalnya: engkau sakit parah sekarang ini karena dahulu engkau sering mencuri, sekarang engkau kena hukum karma.
Hal ini termasuk menebak hal-hal ghaib, karena: “Darimana ia tahu bahwa penyebab sakit parah adalah karena dosa mencuri? Bukankah ada dosa-dosa lainnya yang tersembunyi bahkan lebih besar”
Bisa jadi sakit parah tersebut karena ujian dari Allah atau dosa lainnya yang pernah ia berbuat tanpa diketahui orang lain sama sekali. Bisa jadi sakit parah karena dosanya berupa keyakinan dan aqidah dalam hati yang salah mengenai agama dan ajaran Islam.
Menebak hal ghaib termasuk dosa kesyirikan yang besar.
Allah berfirman, قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ الْغَيْبَ إِلا اللَّهُ
“Katakanlah: Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah” (An-Naml: 65).
Bahkan apabila kita percaya dengan tebakan hal ghaib maka ini termasuk kekufuran. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah kufur pada Al Qur’an yang telah diturunkan pada Muhammad.”[4]
Tidak boleh juga menebak hal ghaib meskipun hanya bercanda dan bermain-main. Bermain-main menebak karma juga tidak boleh, karena mendatangi tukang ramal saja ada ancamannya, baik kita membenarkan atau tidak membenarkan. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal dan bertanya padanya tentang sesuatu, maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima.”[5]
Kedua: Tidak dibenarkan ajaran reinkarnasi Dalam ajaran Islam tidak ada ajaran reinkarnasi. Manusia apabila telah meninggal, maka ia tidak akan kembali ke kehidupan dunia lagi akan tetapi akan mempertanggungjawabkannya di akhirat dan kemudian hidup selamanya di kehidupan akhirat.
Begitu banyak nash yang menjelaskan hal ini. Allah berfirman,
أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ ۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ
“Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit” (At-Taubah:38).
Allah juga berfirman:
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا ﴿١٦﴾ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ
“Tetapi kamu (orang-orang kafir) lebih memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal” (Al-A’la: 16-17)
Demikian semoga bermanfaat
@ Yogyakarta Tercinta
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslim.or.id
Catatan kaki:
[1] kami kumpulkan dari beberapa sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Karma ;
https://id.wikipedia.org/wiki/Karma_dalam_agama_Buddha ;
http://www.pengertianartidefinisi.com/pengertian-hukum-karma/
[2] https://www.kompasiana.com/sudhana/hukum-karma-adalah-hukum-perbuatan_552c47b36ea83432438b4571[3] Al-Muasu’ah Al-Muyassarah Fil Adyan wa Mazahib wal Ahzab hal 728[4] HR. Ahmad no. 9532, hasan[5] HR. Muslim no. 2230
Sumber:
https://muslim.or.id/40775-hukum-karma-dalam-pandangan-islam.html
Karma VS Kifarah
by
iLuvislam
“What goes around comes around”
Kita pasti pernah mendengar ungkapan ini bukan? Kebiasannya mereka akan katakan ia sebagai ‘karma’. Tetapi, tahukah anda bahawa karma merupakan fahaman dan kepercayaan dalam agama Hindu, Buddha dan Sikh.
Disebabkan hal ini, konsep pengistilahan karma sememangnya tidak pernah wujud di dalam ajaran agama Islam sepertimana kepercayaan mereka bahawa karma yang menimpa manusia sebagai gambaran balasan terhadap sesuatu perbuatan buruk manusia tersebut.
Namun, di dalam Islam kita mempercayai apabila sesuatu musibah menimpa seseorang ia dianggap sebagai kifarah terhadap sesuatu dosa yang telah dilakukan di dunia bukannya karma.
Konsep karma & kifarah
Hukum karma boleh didefinisikan sebagai pembalasan atas perbuatan yang dilakukan oleh seseorang sama ada ianya perbuatan baik atau buruk yang dibalas kembali menurut hukum alam atas apa yang telah seseorang itu lakukan. Jika ianya perbuatan baik maka baiklah balasannya dan jika sebaliknya maka buruklah pembalasan yang seseorang itu akan terima. (Ahmad Rafizi Salleh, 1998).
Manakala, Kifarah pula membawa maksud balasan Allah di dunia akibat dosa yang dilakukan oleh seorang hamba-Nya, juga ujian-ujian Allah itu boleh berlaku, yang mungkin melibatkan kematian orang yang dikasihi, kehilangan harta benda ataupun penyakit, tidak kira sama ada penyakit tersebut berlaku dalam tempoh masa yang lama ataupun sekejap bergantung kepada ketentuan Ilahi atau buat selama-lamanya sehingga mati.
Perbezaan karma dan kifarah.
Bagi penganut agama Hindu, Buddha, dan Sikh, mereka mempercayai bahawa karma merupakan kelahiran semula buat mereka selepas mati. Sekiranya kehidupan mereka banyak membuat kebaikan, maka mereka akan mendapat karma yang baik.
Namun, jika mereka gagal mendapatkan karma yang baik, mereka akan dilahirkan semula dalam jelmaan binatang. Berbeza dengan ajaran agama Islam, tiada istilah kelahiran semula dalam rukun iman kerana manusia diciptakan oleh Allah hanyalah untuk hidup serta mati sekali sahaja di dunia dan manusia akan dibangkitkan pada hari akhirat untuk Allah menghitung dan membalas segala amal perbuatan manusia ketika hidup di dunia. Ya, kita mengetahui bahawa keduanya adalah suatu pembalasan namun kaedah dan hikmahnya sangat berbeza.
Bagi penganut hindu, karma dibalas mengikut kehidupan lalu mereka selepas mati, tetapi bagi umat Islam, kifarah terjadi secara terus ke atas pendosa ketika masih hidup di dunia tanpa perlu menunggu mati terlebih dahulu. Mempercayai hukum karma menurut pandangan dan fahaman agama Hindu seperti dilahirkan semula ke dunia boleh menyebabkan akidah seorang muslim itu terpesong. Oleh itu, haram untuk kita mempercayai adanya kelahiran semula. Hal ini demikian kerana, sesudah mati, kita akan menanti hingga datangnya hari pembalasan iaitu hari kiamat.
Kifarah bukti keadilan Allah
Sebagai seorang muslim yang beriman, kita mengakui bahawa Allah Maha Sempurna daripada segala sifat kekurangan kerana Allah adalah Tuhan yang Maha berkuasa ke atas setiap makhluk ciptaan-Nya. Oleh itu, Kita tidak boleh menafikan kekuasaan Allah dalam menentukan takdir dan Allah juga berhak mengadili secara teliti setiap perbuatan baik dan buruk manusia sama ada di dunia mahupun di akhirat sehingga tiada seorang manusia yang akan merasa teraniaya.
Sepertimana firman Allah di dalam Al-Quran :
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah (biji atom), niscaya dia akan menerima (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah (biji atom) pun, niscaya dia akan menerima (balasan)nya.” (Al-Zalzalah :7-8)
Setiap perbuatan manusia akan dipertanggung jawabkan oleh diri sendiri di hadapan Allah ketika di akhirat kelak, di mana perbuatan baik akan dibalas dengan pahala dan pelakunya akan mendapat ganjaran syurga sedangkan perbuatan jahat akan dibalas dengan dosa dan pelakunya ditempatkan di neraka kecuali dengan bertaubat. Namun, atas kehendak Allah boleh sahaja perbuatan dosa seseorang manusia itu dibalas segera oleh Allah ketika dia masih di dunia. Hal ini yang dikatakan sebagai kifarah.
Allah telah berfirman bahawa: “Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh. maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali, kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba- hamba(Nya).” (Al-Fussilat:46).
Kifarah sebagai pengajaran
Kita perlu fahami, bahawa kifarah yang menimpa dapat menghapuskan dosa sekiraanya kita dapat bersabar dengan dugaan tersebut. Sesungguhnya balasan orang yang sabar itu amat besar ganjarannya di sisi Allah.
Selari dengan firman Allah:
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Az-Zumar:10)
Oleh itu, tiada manusia yang mengetahui hikmah di sebalik setiap pembalasan, kecelakaan atau kemalangan (kifarah) yang telah ditetapkan oleh Allah ke atas hamba-Nya. “Seorang muslim mestilah menjadikan setiap kifarah yang menimpanya sebagai satu wasilah untuk mendapatkan ganjaran pahala dengan cara sentiasa mengingati Allah dan memohon keampunan atas dosa-dosa yang pernah dilakukan kerana ujian yang menimpa adalah untuk mendidik dan memberi keinsafan serta untuk dijadikan sebagai peringatan di dalam kehidupan.
Seperti firman Allah di dalam Al-Quran:
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu sedangkan ia adalah baik bagi kamu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu walhal ia jahat bagi kamu.” (Al-Baqarah: 216)
Wallahualam.
Sumber:
https://iluvislam.com/karma-vs-kifarah/
Hukum Karma Dalam Islam dan Dalilnya
written by Mareesa August 3, 2017
Istilah karma merupakan ajaran dari agama Budha dan juga Hindu yang jika diartikan secara sederhana berarti semua perbuatan yang sudah dilakukan akan memberikan akibat untuk pelakunya pada masa yang akan datang.
Di dalam Kitab Abhidamma, tertulis jika impresi rasa yaitu semua tingkah laku manusia dianggap sebagai akibat yang ditimbulkan karma. Istilah karma sendiri merupakan bahasa asli dari Sansekerta yang berarti perbuatan dan hasil yang akan didapat dari perbuatan tersebut dinamakan karmaphala, sementara akibat yang ditimbulkan dari perbuatan disebut dengan karma vipaka.
Oleh karena istilah ini bersumber dari agama diluar Islam yakni Hindu dan Budha, mungkin kita akan secara langsung mengatakan jika tidak terdapat di dalam Islam. Bisa disimpulkan bahwa doktrin karma yang ada di dalam agama Budha Hindu merupakan adanya hukum sebab akibat yang terjadi di dunia. Selain itu, terjadi juga peristiwa reinkarnasi yaitu hidup saat ini merupakan titisan dari kehidupan yang sudah terjadi di masa lalu yang kemudian akan menitis pada kehidupan orang lain di masa yang akan datang.
Apabila dilihat dari istilahnya memang tidak terdapat dalam khazanah Islam, akan tetapi yang Islam juga sepakati adalah jika hal tersebut nyata dan ada bagian tertentu dari hukum karma yang juga sejalan dengan aqidah Islam.
Pandangan Islam Mengenai Karma
Islam sendiri juga mengenal doktrin jika perbuatan baik juga akan menghasilkan sesuatu yang baik, sedangkan tingkah laku yang buruk juga akan mengakibatkan sebuah keburukan juga. Akibat dari perbuatan manusia terkadang bisa dirasakan saat masih di dunia selama kita hidup dan ini serupa dengan karma.
QS Ar-Rum 30:41 Allah berfirman,
“Jika terlihat kerusakan di darat serta laut yang disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan pada mereka sebahagian dari [akibat] perbuatan mereka, supaya mereka kembali [ke jalan kebenaran].”
Dalam QS As-Sajdah 32:21 Allah berfirman,
“Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Dalam QS An-Nahl 16:61 Allah berfirman,
“Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya.”
Dalam QS An Najm 53:39-41 Allah berfirman,
“Bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.”
A. Hukum Karma Menurut Pandangan Islam
Hukum karma dalam ajaran Islam memiliki arti dari reaksi amalan baik dan juga keburukan manusia. Menurut, Islam, reaksi dan juga hasil dari perbuatan yang sudah dilakukan manusia akan terlihat di dunia berbentuk wfwk wadhi amalan dan kembali pada masing-masing manusia itu sendiri.
Apabila amalan baik dan terpuji, maka akan menghasilkan efek wadhi yang juga baik seperti jika silahturahmi atau berbuat baik pada orangtua, maka usianya juga akan bertambah.
Namun, jika amalan yang dilakukan buruk dan tercela, maka akan menghasilkan efek wadhi yang juga buruk dan tentunya akan membuat manusia tersebut menjadi menderita seperti contohnya melakukan zina, maka rezeki akan berkurang dan jika membunuh ayahnya maka ia tidak diqisas usianya akan berkurang.
B. Islam Tidak Mempercayai Reinkarnasi
Untuk menjawab apakah ada hukum karma di dalam Islam, maka sudah sepantasnya kita memilih dengan seksama, sebab konsep karma dalam Hindu – Budha memiliki arti yang luas, tidak sekedar hukum timbal balik saja.
Di dalam konsep Hindu – Budha, kehidupan yang ada saat ini [prarabdha karmaphala] merupakan akibat dari akumulasi atau kumpulan perbuatan yang sudah dilakukan pada masa lalu yang disebut dengan sanchita karmaphala. Seperti juga dengan perbuatan saat ini yang juga menjadi penentu dari kelahiran kembali atau reinkarnasi pada masa yang akan datang yang disebut dengan kriyamana karmaphala.
Dari sini kita bisa melihat jika penggunaan istilah “masa lalu” dan juga “masa yang akan datang” di dalam Hindu – Budha berhubungan dengan peristiwa reinkarnasi yakni keyakinan jika sesudah kematian akan dibangkitkan kembali pada kehidupan berikutnya. Konsep ini sudah jelas tidak sesuai dengan kaidah Islam, sebab Islam sendiri tidak meyakini jika akan ada reinkarnasi.
C. Islam Sepakat Jika Perbuatan Memiliki Balasan
Di dalam Islam, konsep karma Vipaka atau akibat dari perbuatan juga terdapat di dalam Islam dan termasuk ke dalam aqidah Islam jika semua perbuatan meskipun seberat dzarah atau atom juga akan mendapatkan balasan.
Jika seseorang berbuat kebaikan seberat dzarah, maka niscaya ia juga akan mendapatkan balasannya, sedangkan jika ia melakukan kejahatan meski sebesar dzarah, maka ia juga akan mendapat balasannya. Apabila hukum karma yang dimaksud adalah jika semua perbuatan pasti akan mendapatkan balasan seimbang dengan baik dan buruknya perbuatan, maka bisa dijawab Islam juga memiliki keyakinan yang serupa.
Sahal bin Sa’ad r.a.,ia berkata, “Malaikat Jibril a.s. datang kepada Nabi s.a.w. lalu berkata, ‘Wahai Muhammad, hiduplah sebebas-bebasnya, namun kamu pasti akan mati. Berbuatlah semaumu, namun pasti kamu akan dapat balasan. Cintailah orang yang engkau mau, namun pasti kamu akan berpisah, H.R. Tirmidzi.”
D. Tidak Ada Hukum Karma Dalam Islam
Namun, ada sebagian yang berpendapat jika banyak orang yang sudah terpengaruh dengan doktrin diluar agama Islam, sehingga ini menyebabkan mencampur ajaran haq dengan ajaran batil.
QS Al Baqarah (2) : 42,
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.”
Di dalam hukum Islam sebenarnya tidak ditemukan istilah karma sebab Allah sendiri sudah berfirman di dalam Alquran.
Q.s 35:18. Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain[1252].
Q.s 6:164 dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.
Q.s 53: 38. (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Sesungguhnya pula, istilah karma tidak dikenal dalam syari’at Islam sebab istilah tersebut adalah istilah dalam sebuah ideologi pokok atau keyakinan dharma. Karena itulah, sudah selayaknya kita semua bertaqlid mengaminkan kesimpulan jika hukum karma diakui keabsahannya dalam Islam kecuali sesudah kita mengetahui hal tersebut secara ilmiah hakekat hukum tersebut.
Allah Ta’ala berfirman, “Dan janganlah engkau mengikuti apa yang engkau tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawaban.” (QS. Al-Isra’: 36).
Dari uraian yang sudah diberikan bisa disimpulkan jika dalam aqidah Islam tertulis jika perbuatan baik juga akan mendapatkan balasan yang berkali lipat, sementara jika manusia melakukan perbuatan jahat, maka balasan yang akan diterima juga setimpal dengan kejahatannya tersebut.
Apabila diartikan sebagai hukum karma, maka hal tersebut juga ada di dalam Islam. Apabila hukum karma memiliki makna perbuatan baik yang dilakukan pada orang lain, maka juga akan mendapatkan balasan yakni orang lain juga akan berbuat baik kepada kita dan Islam menyetujui dan ada pula sebagian yang tidak setuju, sebab timbal balik bisa saja terjadi dan bisa juga tidak.
Balasan ini terkadang bisa terjadi di dunia, namun juga bisa terjadi di akhirat. Sebagian hal balasannya kontan di dunia, sementara ada hal lain yang sebagian lagi akan di dapat di akhirat. Apabila hukum karma tersebut memiliki arti jika kondisi diri sekarang sudah miskin atau sial yang terjadi karena kita di kehidupan masa lalu dimana terjadi namun kita tidak mengetahui dan tidak mengingatnya, maka Islam menolak konsep tersebut.
Demikian juga halnya apabila hukum karma berarti baik buruknya perbuatan dalam kehidupan sekarang menghasilkan baik buruknya kehidupan saat akan dilahirkan kembali dalam kehidupan yang lain, maka Islam juga menolak konsep ini. Sebab di dalam Islam, semua orang yang sudah mati akan masuk ke dalam alam barzakh atau alam kubur untuk menunggu dibangkitkan di yaumul akhir dan tidak ada istilah reinkarnasi tersebut.
Sumber:
https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-karma-dalam-islam
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
http://peceq.blogspot.com/2020/01/tiada-hukum-karma-dalam-islam-islam.html