Ketika Ustadz Yang Mendakwah Tauhid Dan Sunah Salah Membaca Kitab
Ketika Ustadz yang Mendakwah Tauhid dan Sunah Salah Membaca Kitab
Pertanyaan:
Ustadz, bagaimana menanggapi beberapa akun youtuber yang isi konten videonya berfokus mencari-cari kesalahan baca kitab para ustadz yang mendakwah tauhid dan sunah. Seperti salah harokat, salah i’rab, salah dalam membaca fi’il, salah dalam membaca mashdar, dll. Seperti ingin menimbulkan kesan bahwa para ustadz yang mendakwah tauhid dan sunah bodoh dalam bahasa Arab. Mohon nasehatnya.
Jawaban:
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu was salamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Amma ba’du.
Untuk menanggapi masalah ini, kami jawab dalam beberapa poin:
Pertama, kita yakin dan sadari betul bahwa setiap orang yang mendakwahkan tauhid dan sunah Nabi, pasti akan mengalami gangguan dan tantangan. Ini adalah sunnatullah yang telah terjadi sejak zaman para Nabi terdahulu. Allah ta’ala berfirman:
مَا يُقَالُ لَكَ إِلَّا مَا قَدْ قِيلَ لِلرُّسُلِ مِنْ قَبْلِكَ إِنَّ رَبَّكَ لَذُو مَغْفِرَةٍ وَذُو عِقَابٍ أَلِيمٍ
“Tidaklah ada yang dikatakan kepadamu itu selain apa yang sesungguhnya telah dikatakan kepada rasul-rasul sebelum kamu. Sesungguhnya Rabb-mu benar-benar mempunyai ampunan dan hukuman yang pedih” (QS. Fushilat: 43).
Syaikh Mubarak al-Miili rahimahullah mengatakan: “Dan tidaklah kami mengangkat suara kami (dalam dakwah tauhid) kecuali mendapat terpaan angin kencang dari orang-orang yang melakukan berbagai praktek kesyirikan. Dan mereka meracuni pikiran orang-orang awam tentang tujuan-tujuan dakwah kami yang mulia, yang ini kelak akan dibalas di hari pembalasan. Dan tuduhan yang paling gencar yang mereka bisikkan kepada orang-orang awam, dan paling sering disampaikan di keramaian perdebatan, adalah tuduhan bahwa kami memvonis kaum Muslimin sebagai Musyrikin.
Kemudian mereka memproklamirkan perlawanan dengan memanfaatkan keawaman orang awam yang hanya ikut-ikutan. Namun Allah akan membuka kedok kebatilan mereka dengan para pengikut atsar. Dan merupakan sunnatullah bahwa akan tetap ada orang-orang (ahli tauhid) yang menang dari para penentang (dakwah tauhid) di kalangan manusia” (Risaalatusy Syirki wa Mazhahiruhu, 1/51).
Maka hendaknya bersabar dan tetap menyikapi setiap tantangan dakwah dengan ketegaran dan kepala dingin.
Kedua, mencederai kehormatan seorang ulama (orang yang pandai ilmu agama) itu lebih fatal dan lebih merusak daripada mencederai kehormatan orang biasa. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
إنَّ اللهَ قال : من عادَى لي وليًّا فقد آذنتُه بالحربِ
“Sesungguhnya Allah berfirman: barangsiapa yang menentang wali-Ku, ia telah menyatakan perang terhadap-Ku” (HR. Bukhari no. 6502).
Imam asy-Syafi’i memahami bahwa para wali itu adalah para ulama. Imam asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan:
إن لم يكن الفقهاء العاملون أولياء الله فليس لله ولي
“Jika para fuqaha (ulama) yang mengamalkan ilmu mereka tidak disebut wali Allah, maka Allah tidak punya wali” (Diriwayatkan al-Baihaqi dalam Manaqib asy-Syafi’i, dinukil dari al-Mu’allim hal. 21).
Maka mencela dan mencederai kehormatan para ulama itu berat konsekuensinya. Oleh karena itu para ulama mengatakan:
لحوم العلماء مسمومة
“Dagingnya para ulama itu beracun”.
Ketiga, tentu sangat berbeda antara orang yang memang tidak pandai baca kitab lalu sering salah, dengan orang yang pandai baca kitab namun terkadang salah.
Terpelesetnya orang yang mahir itu dimaklumi. Ibnu Rusyd rahimahullah mengatakan:
خطأ يعذر فيه من هو من أهل النظر في ذلك الشيء الذي وقع فيه الخطأ – كا يعذر الطبيب الماهر إذا اخطأ في صناعة الطب، والحاكم الماهر إذا اخطأ في الحكم. ولا يعذر فيه من ليس من اهل ذلك الشأن
“Ada ketidaksengajaan yang diberi uzur pelakunya, yaitu jika pelakunya adalah orang yang pakar di bidang tersebut. Seperti ketidaksengajaan dokter yang mahir dalam praktek kedokteran (ini diberi uzur). Atau kelirunya hakim dalam memutuskan hukum (ini diberi uzur). Dan tidak diberi uzur jika pelakunya pada dasarnya bukan orang yang pakar di bidang tersebut” (Fashlul Maqal, hal. 45).
Karena tidak ada orang yang selalu sempurna, pasti ada kalanya ia salah. Sebagaimana pepatah, “Sepandai-pandai tupai melompat, ia akan jatuh juga”.
Berbeda dengan orang yang asalnya memang tidak mahir namun ia nekad terjun di bidang yang tidak ia kuasai. Orang seperti ini seperti dalam hadis Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam:
المُتَشَبِّعُ بما لَمْ يُعْطَ، كَلَابِسِ ثَوْبَيْ زُورٍ
“Orang yang berbangga dengan sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan, bagaikan menggunakan dua pakaian kedustaan” (HR. Muslim no. 2129).
Keempat, para ustadz yang mendakwah tauhid dan sunah yang mereka katakan keliru dalam baca kitab, ternyata kekeliruannya sangat kecil dibandingkan bacaan lainnya yang benar.
Misalnya di antara mereka yang membaca 3 halaman, ada kesalahan 2 – 3 kata. Tentunya ini wajar karena sangat kecil sekali dibandingkan benarnya. Kata para ulama, al-qalil yughtafar “sesuatu yang sangat kecil itu dimaafkan”.
Kelima, dalam berbahasa Indonesia saja kita tidak selalu 100% betul semua. Pasti ada kekeliruan 1 – 2 kata dalam tiap percakapan, dan ini tidak dipermasalahkan.
Keenam, yang bermasalah adalah jika kesalahan terlalu sering dan terlalu banyak. Maka ini menjadi jarh (celaan) bagi sang ustadz. Oleh karena itu dalam ilmu hadis terdapat predikat jarh “katsirul khatha‘” (terlalu sering keliru). Jika demikian adanya maka barulah bisa dikritik dan diminta untuk memperdalam bahasa Arab terlebih dahulu.
Ketujuh, apa esensi dan manfaat mengumpulkan dan mencari-cari kesalahan dalam baca kitab dari para ustadz yang mendakwah tauhid dan sunah? Apa yang diinginkan? Apakah sekedar untuk merendahkan atau menghina? Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
المُسْلِمُ أخُو المُسْلِمِ، لا يَظْلِمُهُ ولا يَخْذُلُهُ، ولا يَحْقِرُهُ
“Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina” (HR. Muslim no. 2564).
Jika ingin mengkritik maka lebih esensial dan lebih penting mengkritik isi materi, hujjah, dan argumen dari para ustadz tersebut. Sebutkan mana dalil yang keliru, mana yang dha’if, mana sisi pendalilan yang salah, sebutkan qaul ulamanya, dan seterusnya. Itu lebih berfaedah.
Kedelapan, perbuatan para Youtuber tersebut itu lebih kepada tajassus dan tahassus, daripada kritik ilmiah.
Tajassus itu mencari-cari kesalahan dan aib dari seorang muslim lalu mengumpulkannya. Tahassus itu mengorek-ngorek hal yang tersembunyi dari seorang Muslim. Padahal Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam telah bersabda:
وَلاَ تَحَسَّسُوا، وَلاَ تَجَسَّسُوا، وَلاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا، وَلاَ تَبَاغَضُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
“Janganlah kalian melakukan tahassus, jangan melakukan tajassus, jangan saling hasad, jangan saling membelakangi, dan jangan saling benci. Jadilah kalian bersaudara, wahai para hamba Allah!” (HR. al-Bukhari, no. 6064).
Maka, nasehat kami bagi para kreator video yang demikian, hendaknya mereka bertaubat kepada Allah dan hentikan keburukan yang mereka kerjakan tersebut.
Wallahu a’lam, semoga Allah memberi taufik.
***
Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.
Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android. Download Sekarang !!
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
REKENING DONASI:
BANK SYARIAH INDONESIA
7086882242
a.n. YAYASAN YUFID NETWORK
Kode BSI: 451
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
http://konsultasisyariah.com/38774-ketika-ustadz-yang-mendakwah-tauhid-dan-sunah-salah-membaca-kitab.html