Media Asing Ungkap Dua Alasan Kenapa Pesawat Ri Sering Jatuh
Bukan cuma di dalam negeri saja, jatuh-nya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di sekitar Pulau Lancang dan Pulau Laki Sabtu, 9 Januari 2021, turut disorot media asing.
Pasca insiden Sriwijaya Air, yang menewaskan 43 penumpang dewasa, 7 penumpang anak, 3 penumpang bayi, dan 12 kru, banyak media asing kemudian coba menggambarkan bagaimana kondisi penerbangan di Tanah Air.
Salah satunya adalah Bloomberg, media yang berbasis di Amerika Serikat. Dalam tulisannya baru-baru ini, media bisnis kawakan ini menyebut setidaknya ada dua faktor utama mengapa pesawat di RI sering jatuh.
Lantas, apa saja faktor-faktor yang dimaksud. Pertama, kata media tersebut, adalah faktor cuaca buruk. Ya, Indonesia disebut sebagai salah satu negara kepulauan terluas di Bumi, dengan pulau-pulau yang berjajar. “Bahkan memiliki badai petir dan sambaran petir terbanyak,” tulisnya, dikutip Kamis 14 Januari 2021.
Mereka kemudian memberi contoh kalau ungkapan tersebut benar adanya. Di Bogor, pada 1988, bahkan pernah mengalami peristiwa badai petir selama 322 hari dalam setahun.
Bukan cuma itu, ada juga letusan gunung berapi yang bisa memuntahkan gumpalan abu ke udara. Inilah yang disebut sangat berbahaya buat pesawat, jika gumpalan abu itu tersedot oleh mesin jet. Karena bisa mengakibatkan kerusakan pesawat.
Faktor lain pesawat RI sering jatuh?
Faktor berikutnya alias kedua, yakni faktor komunikasi yang sebabkan pesawat sering jatuh di RI. Dia mengambil contoh peristiwa AirAsia pada Desember 2014 yang berangkat dari Surabaya.
Pilot Indonesia dan kopilot dari Perancisdisebut gagal menangani kendala di auto-pilot, sehingga pesawat terjun ke laut.
Analisa lain dikemukakan media asing lain AP. Media ini menggarisbawahi adanya opsi biaya murah alias Low Cost Carrier (LCC) untuk terbang di Indonesia. Padahal di satu sisi, banyak wilayah yang belum memiliki infrastruktur yang aman.
Masalah lain yang cukup disorot, berkaitan juga dengan keahlian teknis, seberapa terlatih personel dan pilot, sampai, prosedur pencatatan dan pemeriksaan. Maka tak heran pesawat RI sempat mendapat pelarangan mendarat di Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Orang Indonesia jadi takut naik pesawat?
Kendati insiden Sriwijaya Air SJ 182 banyak disorot, pengamat penerbangan Alvin Lie menyebut tak akan membuat sepi minat orang untuk terbang bersama pesawat.
Pangkalnya, banyak orang terbang menggunakan jasa pesawat karena keperluan tugas. “Tidak terpengaruh sama sekali, untuk tujuan pariwisata saat ini memang sedang tidak ada karena pengetatan syarat tes covid-19. Leisure itu kecil. Kondisi normal leisure 10 persen – 12 persen,” katanya.
Menurut data statistik 2018, kata Alvin, data menunjukkan jika pengguna transportasi udara terbesar adalah ASN, lalu pegawai BUMN, TNI-Polri, dan pelaku bisnis dalam rangka kedinasan. Sementara untuk penyumbang murni wisata, hanya sekira 11 – 12 persen saja.
“Tidak bakal besar dampaknya untuk domestik, karena warga RI bepergian karena ada kepentingan. Ada bisnis, apalagi RI negara kepulauan, tetap saja mereka akan terbang.
Andaipun khawatir, paling calon penumpang hanya akan pindah ke layanan maskapai yang besar.
“Setelah Lion Air, jumlah penumpang tetap, cuma orang pindah ke airline lain. Mungkin penumpang Sriwijaya Air pindah ke airline lain. Kita juga masih tunggu interim report dari KNKT, jika memang tidak menunjukkan masalah dengan pesawat, orang tidak akan ragu naik pesawat,” katanya.
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://www.bagibagi.info/2021/01/media-asing-ungkap-dua-alasan-kenapa.html