Penampakan Terkini Gunung Anak Krakatau Puncak Hilang Dan Air Laut Sangat Panas Serta Berwarna Orange
Dampak berkelanjutan erupsi Gunung Anak Krakatau menjadi penyebab tsunami Selat Sunda pada Sabtu (22/12/2018) lalu.
Dikutip dari Kompas.com, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika ( BMKG) Dwikorita Karnawati menegaskan hal tersebut.
Ia menjelaskan, erupsi tersebut terjadi pada pukul 21.03 WIB, Sabtu (22/12/2018). Setelah itu, BMKG mencatat, adanya tremor yang mengindikasikan gempa vulkanik.
Dwikorita melanjutkan, gempa vulkanik tersebut yang memicu terjadinya longsor lereng Gunung Anak Krakatau. Hasil analisis menunjukkan longsoran tersebut setara dengan guncangan bermagnitudo 3,4.
Berdasarkan hasil citra dan pemodelan satelit, longsor tersebut terjadi seluas 64 hektar.
“Data tambahan yang kami peroleh, gempa vulkanik tadi ternyata yang memicu terjadinya kolaps atau longsor bawah laut,” kata dia.
Lalu, kata Dwikorita, material yang runtuh akibat longsor tersebut yang mendorong pergerakan air sehingga terjadi tsunami pada pukul 21.27 WIB atau sekitar 20 menit setelah terjadi erupsi.
Pasca tsunami Selat Sunda, Gunung Anak Krakatau memang masih mengalami erupsi berkali-kali hingga statusnya naik menjadi siaga level III pada 27 Desember 2018 lalu.
Penampakan kondisi terkini Gunung Anak Krakatau pun berhasil diabadikan oleh James Reynolds, pendiri Earth Uncut TV yang sering mendokumentasikan bencana alam di seluruh dunia.
James, berhasil mendokumentasikan baik berupa foto atau video kondisi Gunung Anak Krakatau dari 10 – 11 Janiari 2019, dan membagikannya melalui serangkaian cuitan di akun twitternya @EaryhUncutTV.
Dari serangkaian foto-foto dan video yang ia bagikan, tampak gunung Anak Krakatau mengalami perubahan yang cukup signifikan.
Puncak kawah Gunung Anak Krakatau tampak banyak yang hilang.
Ketinggian kawah Gunung Anak Krakatau pun tampak hampir sama dengan permukaan air laut.
I’ll round off this thread with a final before and after comparison. First image shot back in August 2018, typical explosive activity. And now… #Krakatau #volcano pic.twitter.com/us5sJOUMJq
— James Reynolds (@EarthUncutTV) January 10, 2019
Sedangkan dindingnya paling tinggi hanya 110 meter di atas permukaan laut (mdpl) dari sebelum tsunami, yang mencapai 338 mdpl.
Sementara dinding kawah hanya tersisa sekitar 110 meter di atas permukaan laut.
Tidak hanya itu, dalam cuitanya James juga menuliskan air laut di sekitar Gunung Anak Krakatau sangat panas. Terlihat uap panas naik dari air laut.
Air laut di sekitarnya juga berubah warna menjadi orange.
The sea around #Krakatau is extremely hot! Could see steam rising from the ocean near the new beach #volcano pic.twitter.com/79JbRdf3gz
— James Reynolds (@EarthUncutTV) January 11, 2019
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, yang me-retweet cuitan James Reynolds, memberikan penjelasannya atas fenomena itu.
Menurut Sutopo, perubahan air laut menjadi orange dikarenakan adanya kandungan zat besi tinggi dari kawah Gunung Anak Krakatau dan masuk ke dalam air laut di sekitarnya.
“Kondisi Gunung Anak Krakatau pada 11/1/2019 yang didokumentasikan. @EarthUncutTV. Warna orange kecoklatan adalah hidrosida besi (FeOH3) yang mengandung zat besi tinggi yang keluar dari kawah dan larut ke dalam air laut. Tubuh Gunung Anak Krakatau telah banyak berubah,” dikutip Suar.ID dari tweet @@Sutopo_PN.
Kondisi Gunung Anak Krakatau pada 11/1/2019 yang didokumentasikan. @EarthUncutTV. Warna orange kecoklatan adalah hidrosida besi (FeOH3) yang mengandung zat besi tinggi yang keluar dari kawah dan larut ke dalam air laut. Tubuh Gunung Anak Krakatau telah banyak berubah. pic.twitter.com/ZnvEVngYv5
— Sutopo Purwo Nugroho (@Sutopo_PN) January 12, 2019
Meski banyak bagiannya yang hilang, menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional ( LAPAN) seperti dikutip dari Kompas.com, area yang longsor di Gunung Anak Krakatau telah tumbuh kembali.
LAPAN merilis citra satelit Gunung Anak Krakatau. Citra satelit tersebut menunjukkan perubahan morfologi gunung tersebut mulai dari Agustus 2018 hingga Januari 2019.
LAPAN membandingkan citra satelit dari tiga waktu, yaitu 30 Agustus 2018, 29 Desember 2018, dan 9 Januari 2019. Ketiga citra satelit itu diambil pukul 05.47 WIB.
“(Dari ketiga citra satelit tersebut) dapat diketahui bahwa ada perubahan morfologi yang terjadi di G. Anak Krakatau dengan cukup berat,” tulis keterangan pers yang diterima dari Rokhis, Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN.
“Terlihat pada citra tanggal 29 Desember 2018, bagian tubuh G. Anak Krakatau bagian barat-barat daya telah hancur, diduga mengalami longsor dan masuk ke laut estimasi dengan luasan area yang berkurang sekitar 49 Ha,” imbuhnya.
Meski telah mengalami longsor, tapi area tersebut dengan cepat “memulihkan diri”. Hal ini terlihat pada citra satelit pada 9 Januari 2019.
Berikut gambaran perubahan morfologi Gunung Anak Krakatau.
Sumber: suar.grid.id
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://islamidia.com/penampakan-terkini-gunung-anak-krakatau-puncak-hilang-dan-air-laut-sangat-panas-serta-berwarna-orange/