Kunjungan Presiden Indonesia Ke Wilayah Negara Papua
Harus kutuliskan dalam versi yang berbeda, mungkin saja bagi pendukung indonesia ataupun mayoritas rakyat indonesia yang mengikuti berita terkait kunjungan presidennya ke Papua akan tetap menganggap wilayah Papua sebagai bagian dari indonesia tetapi tidaklah demikian bagi rakyat Papua yang telah menyatakan sikap sebagai warga negara republik federal Papua Barat.
Kunjungan presiden indonesia Joko Widodo di Pegunungan Arfak (27/10), kemudian kembali ke Manokwari dan meneruskan ke Kaimana. Dari informasi beberapa media menyebutkan presiden Jokowi juga akan mengunjungi beberapa daerah di Papua lainnya seperti Wamena.
Dampak dan Tujuan Kunjungan tak lain berkaitan dengan pembangunan infrastruktur yang memang telah digenjot sejak beliau memimpin pada periode sebelumnya.
Bagaimana Penyelesaian Pelanggaran HAM
Pada periode pertama ada upaya baik dalam menuntaskan pelanggaran HAM berat yang terjadi di Papua. Namun sampai akhir periode belum terlaksana. Begitu pula sebelum melanjutkan periode kedua ini, diakhir masa jabatan ada pernyataan bahwa siap untuk berdialog maupun bertemu dengan tokoh-tokoh Papua pro referendum. Namun lagi-lagi pernyataan seperti itu hanya menjadi angin lalu.
Beberapa hari setelah dilantik dan mengumumkan susunan kabinetnya di Papua perang antara Tentara Pembebasan Nasional dan Militer indonesia yang telah berlangsung sejak Desember 2018 masih berlanjut. Korban tewas tertembak dilaporkan media indonesia sebagai tukang ojek namun Komnas TPNPB menyatakan bahwa semua Pembunuhan yang telah dan sedang dilakukan oleh Pasukan TPNPB-OPM di Seluruh Tanah Papua adalah berdasarkan data identifikasi oleh “Papua Intellegent Service (PIS)”, dimana dapat di identifikasi bahwa semua bentuk Pembangunan Jalan terans Papua adalah untuk tujuan jahat oleh Jakarta..
Peristiwa di Nduga yang telah mengakibatkan ribuan warga Papua disana mengungsi dari kampung halamannya, berlanjut pada rasisme surabaya, penembakan mahasiswa di Jayapura, maupun demo pelajar di Wamena atas ucapan rasis guru yang kemudian berujung pada konflik antar rakyat tak lepas dari sorotan publik. Mengapa suara-suara yang mendukung upaya perdamaian di Papua tak mendapat tempat, mengabaikan tuntutan rakyat Papua dan terus memaksa pembangunan dengan senjata?
Baca: FAKTA PERISTIWA RASISME WAMENA: MARI KITA MEMBUKA TOPENG POLITIK WAYANG DI ATAS TANAH LELUHUR MELANESIA DI WEST PAPUA”
Apalah arti pembangunan yang sedang dikerjakan oleh indonesia di Papua jika kelak orang Papua hanya menjadi penonton yang menyaksikan kehancuran disana-sini?
Tak Ada Referendum, Peralihan Kekuasan Harus Terjadi
Menurut beberapa pakar indonesia sebut saja Mahmud Md menyatakan dalam hukum indonesia tdak ada lagi referendum atau hak menentukan nasib sendiri, sehingga upaya menuntut rerefendum tak bisa diakukan untuk Papua. Begitu pula bahwa beda persoalan antara Timor Leste dan Papua.
Jika pendapat para pakar indonesia demikian maka ada solusi lain yang masih bisa menjadikan indonesia sebagai mitra Papua dimasa depan yakni peralihan kekuasaan. Peralihan kekuasan dengan kesadaran sepenuhnya atas kekeliruan sejarah dimasa lalu yang telah mengakibatkan banyak rakyat Papua harus menjadi korban selama pendudukan asing.
Jika upaya seperti ini yang dlakukan indonesia tidak akan kehilangan muka di internasional tetapi indonesia akan menjadi contoh negara yang bijak dalam menyelesaikan persoalan diwilayah-wilayah yang memang punya kedaulatan sendiri.
Papua Era 2011 sampai saat ini..
Pada tahun 2011 Bangsa Papua telah melakukan Kongres Rakyat Papua III yang merupakan Pemulihan Kemerdekaan Papua dengan membentuk Negara Federal Republik Papua Barat. Dengan Presiden dan Perdana Menteri; dalam proses mendapatkan pengakuan kemerdekaan atas wilayahnya. Presiden Papua telah melayangkan surat kepada Presiden indonesia sejak era SBY hingga Jokowi. Namun sepertinya surat-surat tersebut hanya dilihat dan dibaca tanpa ada balasan.
Lihat:
- NFRPB Kirim Surat Terakhir Untuk Jokowi
- Petinggi Negara Federal Republik Papua Barat Surati Jokowi
- Indonesia Langgar Hukum Kedaulatan....
Kami masih sangat menanti upaya presiden Papua yakni Forkorus Yaboisembut kepada presiden Indonesia Joko Widodo dalam peralihan kekuasaan dari indonesia kepada Papua. Peralihan kekuasan yang benar-benar terwujud dengan damai tanpa ada konflik yang memaksa intervensi dan atau mengorbankan rakyat sipil. Wilayah negara Papua dianeksasi, diklaim dan diduduki puluhan tahun.
Selain langkah yang ditempuh pemerintah Republik Papua, ada juga Organisasi Papua Merdeka dengan sayap Militer yang terus menyampaikankepada pihak pemerintah indonesia untuk duduk dimeja perundingan dalam menyelesaikan sengketa Papua. Pernyataan demi pernyataan yang dikeluarkan tak diindahkan malah ribuan militer yang dikirimkan ke lokasi Perang.
Ini sangat keliru, indonesia tak bisa menutup mata atas peristiwa-peristiwa dalam beberapa bulan terakhir ditanah Papua. Keliru bila indonesia masih menganggap pembangunan Papua sebagai solusi, karena generasi Papua hari telah menyadari adanya kekeliruan sejarah. Status dan posisi orang Papua dalam indonesia adalah warga kelas dua. Menyadari bahwa wilayah Papua hanya dijadikan area eksploitasi sumber daya alam.
Dan kini sudah waktunya mengembalikan sesuatu yang bukan milik indonesia. Biarkan rakyat Papua mengatur masa depannya.
Kurang dan lebih, demikian ulasan opini saya.
Salam Juang
By. Phaul Heger
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://phaul-heger.blogspot.com/2019/10/kunjungan-presiden-indonesia-ke-wilayah.html