Kitab Tafsir Terbitan Muhammadiyah Di Kantor Nu
Di rak perpustakaan PCNU Surabaya banyak berjejal kitab lawas. Sebagian besar merupakan peninggalan KH. Khusaini Tiway, salah seorang pendiri dan penggerak GP Ansor. Siapa Kiai Khusaini?
Beliau ini dulunya juga merupakan salah satu komandan Laskar Hizbullah di era revolusi fisik. Namun, setelah kondisi Indonesia tenang beliau kembali ke habitat lawasnya sebagai pecinta ilmu dan penggerak NU Surabaya.
Di rak buku ini ada juga kitab-kitab peninggalan KH. A. Wahab Turcham, pendiri Yayasan Pendidikan dan Sosial Khadijah, Surabaya. Salah satu lembaga pendidikan terbesar di Surabaya yang berada di bawah naungan NU.
Di rak buku inilah, selain menemukan kitab langka karya KH. A. Wahab Chasbullah berjudul “Panyirep Gemuruh”, saya juga menjumpai kitab tipis terbitan Muhammadiyah. Judulnya “Tafsir As-Shirath al-Mustaqim” terbitan Moehammadijah Bahagian Taman Poestaka, 1349 H/1930 M.
Kitab lawas tersebut, sesuai dengan stempel di sampul, merupakan peninggalan Kiai Khusaini. Kitabnya Muhammadiyah tapi ditemukan di rak buku warisan kiai NU. Hal ini membuktikan keterbukaan wawasan generasi NU awal dalam mengakses ilmu pengetahuan, termasuk dari kelompok lain.
Kitab tafsir yang ditulis menggunakan bahasa Jawa ini terdiri dari dua jilid. Tapi saya hanya menemukan di rak jilid satu yang terdiri dari 117 halaman.
Dalam bebuka alias mukadimahnya, “Wushul Ja’far al-Muhammadi”, yang merupakan penyusun (?) atau (mungkin) pimpinan “Moehammadijah Bahagian Taman Poestaka”, menjelaskan apabila kitab ini ditulis untuk petunjuk bagi orang awam. Agar tujuan tercapai dan lebih memudahkan maka dirinya membaginya dalam dua juz.
Juz 1 berisi perkara dasar-dasar keIslaman dan keimanan. Sedangkan juz 2 berisi perkaraa ibadah (shalat, zakat, puasa, dan haji), termasuk pula mengenai bab akhlak.
Kitab tafsir juz 1 ini mengulas perkara keimanan melalui pendekatan ilmu kalam dengan menggunakan perangkat Imam Abu Hasan al-Asy’ari (sifat 20 Allah Subhanahu Wa Ta’ala). Dengan demikian, secara ringkas bisa disimpulkan apabila generasi awal Muhammadiyah memiliki genealogi ilmu kalam Asya’irah yang tidak berbeda dengan adiknya, yaitu Nahdlatul Ulama.Baca Juga: Mengaji Ibnu ‘Arabi dengan Kepala Dingin
Bagi saya, kitab ini membuka kembali nostalgia ideologis gerakan Muhammadiyah yang seide dan sepemahaman dengan NU dalam bidang teologi, yaitu Asya’irah/Asy’ariyah. Konsep teologi yang dicanangkan oleh Imam Abu Hasan al-Asy’ari, di mana dalam konsepsi NU dipadukan dengan konsep Abu Mansur al-Maturidi.
Lagi pula, melalui kitab ini, kita bisa membaca kembali benang merah intelektual KH. A. Dahlan, pendiri Muhammadiyah, dengan salah satu mahaguru ulama Nusantara, KH. Soleh Darat. Nama terakhir ini menulis syarah berbahasa Jawa atas kitab teologis berjudul Jauharat at-Tauhid karya Syekh Ibrahim Al-Laqqani (w. 1631 M).
Karya Kiai Soleh Darat ini berjudul Sabilul Abid. Meski ditulis menggunakan bahasa Jawa, namun ketika membuat syarah ini, Kiai Soleh merujuk salah satu karya terbaik Allamah Ibrahim al-Bajuri berjudul “Tuhfatul Murid”.
Penulis: Rijal Mumazziq Z Senin, 25 Februari 2019Wallahua’lam.
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
http://prabuagungalfayed.blogspot.com/2019/02/kitab-tafsir-terbitan-muhammadiyah-di.html