Kenapa Mbah Maimoen Di Makamkan Di Ma La Makkah
Setelah dikabarkan wafat pada Selasa pukul 04.17 waktu Makkah (6/8). Kemudian kembali beredar kabar bahwa Mbah Moen akan dimakamkan di Ma’la, Makkah.
Dengan menanggapi kabar tersebut, menantu beliau KH Muhammad Musthofa Aqiel Siroj memberikan penjelasan soal pemakaman pengasuh Ponpes Al-Anwar ini, Selasa sore (6/8).
Kiai Musthofa bercerita “Beliau sering mengatakan begini, ayah saya meninggal hari Selasa, kakek saya meninggal hari Selasa, buyut saya meninggal hari Selasa. Sehingga hari Selasa adalah hari wafatnya orang orang alim.”
“Semasa hidupnya, Mbah Moen sering sekali membaca manaqib. Namun, manaqib yang beliau baca bukan manaqib Syaikh Abdul Qodir Jailani seperti umumnya, melainkan manaqib Siti Khadijah. Hampir setiap minggu beliau membacanya. Dan akhirnya, beliau akan di kebumikan di sisi makamnya Siti Khadijah di Ma’la, Makkah”.
“Sering kali beliau mengatakan bahwa banyak orang orang baik dimakamkan di Ma’la, Imam Nawawi Nanten, Sayyid Alawi dan yang lainnya. Beliau tidak meminta dimakamkan di Ma’la, tetapi sering sekali beliau bilang, orang-orang baik di makamkan di Ma’la.”
“Tadi pagi sempat ada perselisihan. Anak pertama beliau, Gus Ubab meminta di makamkan di Makkah, anak beliau Gus Najih meminta di makamkan di Indonesia, supaya santri dan alumni dapat dengan mudah berziarah”, tutur beliau.
Ketika Kang Muh diminta pendapat, beliau menjawab lebih baik dimakamkan di Makkah. Karena sebenarnya Mbah Moen itu hampir setiap tahun berangkat haji, beliau mendapatkan undangan haji dari Raja Saudi. Namun pada tahun ini, tiba-tiba Mbah Moen meminta berangkat haji, berarti beliau di panggil oleh Allah, masa mau dibawa pulang lagi.
“Dikarenakan terjadi perbedaan pendapat, akhirnya permasalahan tersebut di serahkan kepada Sayyid Ahmad yang merupakan putra dari Sayyid Muhammad, dan Sayyid Muhammad adalah anak dari Sayyid Alawi yang juga merupakan guru dari KH Maimoen Zubair.
Sayyid Ahmad memberikan keputusan bahwa KH Maimoen Zubair lebih baik di makamkan di Makkah. Akhirnya, beliau di makamkan di Samping sayyidah Khadijah dan Sayyid Muhammad”, tutur Kiai Musthofa.
Jadi, dulu guru saya pernah mengatakan kalau kita ini dicipta dari tanah tempat kita dikuburkan. Misal, saya orang Gresik meninggal di Yaman dan dimakamkan disana, itu berarti saya dicipta dari tanah Yaman.
Nah, Mbah Moen— sapaan akrab Kyai Maimun Zubair, menurut informasi yang saya dapat beliau dikuburkan di Ma'la.. Pekuburan Ma'a terletak kurang lebih 1,5 km dari Masjidil Harom dan pekuburan Ma'la itu sangat istimewa.
Kenapa?
Karena di situ adalah juga tempat dimana Sayyidah Khadijah dan para sahabat dikuburkan.
Juga ada Qasim, putra Nabi ﷺ dan paman beliau, Abdul Muthollib..
Menurut Sayyid Muhammad Almaliki, kurang lebih ada sekitar 45 sahabat Nabi ﷺ yang dimakamkan di pemakaman Ma'la.
.
Salah satu keutamaan Ma'la adalah dalam hadis yang diriwayatkan Sayyidina Abdullah bin Mas'ud ra, Rasulullah ﷺ bersabda,
"Allah membangkitkan dari tempat ini (pemakaman Ma'la) dan seluruh tanah Harram 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab atau tanpa perhitungan dosa. Setiap orang dapat membawa 70.000 orang. Wajah mereka cerah dan bersinar bagaikan bulan purnama."
Keutamaan Tanah Haram Makkah
Tanah haram jika dimutlakkan secara umum yang dimaksudkan adalah tanah Haram Makkah. Inilah tanah yang dimuliakan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika disebut Haromain, maka yang dimaksudkan adalah Makkah dan Madinah.
Di antara keutamaan tanah haram Makkah disebutkan dalam beberapa ayat dan hadits berikut.
Pertama: Di Makkah terdapat baitullah
Sebagaimana Allah menyebutkan mengenai do’a Nabi Allah –kholilullah (kekasih Allah)- Ibrahim ‘alaihis salam,
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37).
Rumah pertama yang dijadikan peribadatan kepada Allah Ta’ala adalah baitullah sebagaimana disebutkan dalam ayat,
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia” (QS. Ali Imran: 96).
Dan baitullah inilah yang dijadikan tempat berhaji sebagaimana disebutkan dalam ayat,
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” (QS. Ali Imran: 97).
Haji ini dijadikan sebagai amalan penghapus dosa yang telah lalu Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Siapa yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (Muttafaqun ‘alaih).
Sebagaimana shalat di baitullah juga dilipatgandakan. Dari Jabir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاَةٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ
“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Harom. Shalat di Masjidil Harom lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya.” (HR. Ahmad 3/343 dan Ibnu Majah no. 1406, dari Jabir bin ‘Abdillah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1173).
Kedua: Tanah haram dijadikan tempat yang penuh rasa aman
Inilah berkat do’a Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آَمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آَمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Rabbku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali“.” (QS. Al Baqarah: 126).
Begitu pula disebutkan dalam ayat lainnya,
وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آَمِنًا
“Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia” (QS. Ali Imran: 97).
Kaum Quraisy di masa silam juga merasakan rasa aman ketika safar mereka,
الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآَمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
“Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan” (QS. Quraisy: 4).
Ketiga: Rizki begitu berlipat di tanah haram.
Inilah juga berkat do’a Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37).
Keempat: Tanah Haram tidak akan dimasuki Dajjal
Dajjal akan muncul dari Ashbahan dan akan menelusuri muka bumi. Tidak ada satu negeri pun melainkan Dajjal akan mampir di tempat tersebut. Yang dikecualikan di sini adalah Makkah dan Madinah karena malaikat akan menjaga dua kota tersebut. Dajjal tidak akan memasuki kedunya hingga akhir zaman. Dalam hadits Fathimah bin Qois radhiyallahu ‘anha disebutkan bahwa Dajjal mengatakan,
فَأَخْرُجَ فَأَسِيرَ فِى الأَرْضِ فَلاَ أَدَعَ قَرْيَةً إِلاَّ هَبَطْتُهَا فِى أَرْبَعِينَ لَيْلَةً غَيْرَ مَكَّةَ وَطَيْبَةَ فَهُمَا مُحَرَّمَتَانِ عَلَىَّ كِلْتَاهُمَا كُلَّمَا أَرَدْتُ أَنْ أَدْخُلَ وَاحِدَةً أَوْ وَاحِدًا مِنْهُمَا اسْتَقْبَلَنِى مَلَكٌ بِيَدِهِ السَّيْفُ صَلْتًا يَصُدُّنِى عَنْهَا وَإِنَّ عَلَى كُلِّ نَقْبٍ مِنْهَا مَلاَئِكَةً يَحْرُسُونَهَا
“Aku akan keluar dan menelusuri muka bumi. Tidaklah aku membiarkan suatu daerah kecuali pasti aku singgahi dalam masa empat puluh malam selain Makkah dan Thoybah (Madinah Nabawiyyah). Kedua kota tersebut diharamkan bagiku. Tatkala aku ingin memasuki salah satu dari dua kota tersebut, malaikat menemuiku dan menghadangku dengan pedangnya yang mengkilap. Dan di setiap jalan bukit ada malaikat yang menjaganya.” (HR. Muslim no. 2942)
Dan Dajjal tidak akan memasuki empat masjid. Dalam hadits disebutkan tentang Dajjal,
لاَ يَأْتِى أَرْبَعَةَ مَسَاجِدَ الْكَعْبَةَ وَمَسْجِدَ الرَّسُولِ والْمَسْجِدَ الأَقْصَى وَالطُّورَ
“Dajjal tidak akan memasuki empat masjid: masjid Ka’bah (masjidil Haram), masjid Rasul (masjid Nabawi), masjid Al Aqsho’, dan masjid Ath Thur.” (HR. Ahmad 5: 364. Kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth, sanad hadits ini shahih)
Dekat dengan Sayyidah Khadijah, Makam Ma’la Adalah Tetangga Allah
Ma’la adalah JiwarillahRasa duka tiada tara menyayat hati, seketika meliputi relung hati kami semua karena Sang Lentera Jiwa kini telah tiada.
Saat mendengar berita wafatnya Syaikhina Maimoen Zubair di Makkah Al-Mukarramah.
Beliau pergi meninggalkan kita menghadap Allah Rabbul Alamin.
Tiba-tiba kami dikagetkan kembali dengan berita kedua bahwa Syaikhina akan disemayamkan di pekuburan Ma’la, Mekah. Kami para santri semakin sedih padahal kami ingin berdoa, bertabarruk di dekat Beliau.
Tetapi ketahuilah bahwa Ma’la adalah pekuburan di Mekah Al-Mukarramah. Disana disemayamkan Sayyidah Khadijah Al-Kubra, Imam Fudail Bin Iyadl, Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, para Sahabat dan para Tabi’in.
Ditempat itu pula dimakamkan Syekh Nawawi Al-Bantani, Sayyid Alawi Bin Abbas (Guru Syaikhina Maimoen Zubair) beserta putra-nya, Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi dan para Ulama lainnya.
Tentang keutamaan Ma’la adalah sebagaimana penjelasan berikut :
وروي عنه ﷺ (أنه سأل الله تعالى عما لأهل البقيع الغرقد ؟ فقال : لهم الجنة ، فقال : ما لأهل المعلا ؟ قال : يا محمد تسألني عن جوارك ولا تسألنى عن جواري) . [عدة الإنابة فى الأماكن المستجابة ، ص ٢٤٠]
Diriwayatkan dari Baginda Rasulillah ﷺ : “Sesungguhnya Beliau bertanya kepada Allah Ta’ala tentang apa (yg akan diberikan) kepada Ahli Baqi’ al-Gharqad ? Allah Ta’ala menjawab : Mereka akan dimasukkan ke surga. Beliau ﷺ bertanya lagi : Ya Rabb, kalau bagi Ahli Ma’la apa yg akan berikan ? Allah Ta’ala menjawab : Kau bertanya tentang nasib tetanggamu (Ahli Baqi’) maka tak usahlah kau bertanya tentang tetanggaku.[Uddatul Inabah Fil Amakin Al-Mustajabah, Sayyid Afifuddin Al-Mahjub, hal. 240]
Makna hadits di atas, jika ahli Baqi’ sebagai tetangga Baginda Rasulillah ﷺ sudah mendapat anugerah surga maka Ahli Ma’la sebagai tetangga Allah Ta’ala tentu akan mendapatkan anugrah yang baik dari Ahli Baqi’.
Surban hijau tanda makam mbah maimoen
Setelah membaca hadits nabi tentang kemuliaan Ahlul Ma’la kesedihan yg melanda hati kami sirna berubah menjadi kebahagiaan. Karena Ma’la, pekuburan dimana Syaikhina Maimoen Zubair disemayamkan merupakan Jiwarillah (tetangga Allah Ta’ala) yang penghuninya akan mendapatkan jaminan Surga.اللهم اجعل قبره روضة من رياض الجنان
Selamat jalan Ya Syaikhona…
Bimbinglah kami pengikutmu kelak masuk ke surga.
Kami ingin berkumpul bersamamu.
Hukum Mengharapkan Mati di Tanah Suci
Kematian tidak dapat diduga kapan akan tiba, tidak ada yang mengetahui kapan ajal menjemput kita. Sebagaimana difirmankan oleh-Nya, maut tidak bisa maju, tidak pula dapat mundur. Tugas manusia adalah mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk kehidupan setelah mati, bukan berputus asa dengan mengharapkan kematian.
Nabi Muhammad SAW melarang umatnya mengharapkan kematian karena musibah yang menimpa. Nabi mengajarkan untuk berdoa agar diberikan hal yang terbaik, mati atau hidup, bukan dengan mengharapkan kematian.
Nabi SAW bersabda:
لا يتمنين أحدكم الموت لضر أصابه فإن كان لا بد فاعلا فليقل اللهم أحيني ما كانت الحياة خيرا لي وتوفني إذا كانت الوفاة خيرا لي
Artinya, “Sungguh janganlah kalian berharap kematian karena bahaya yang menimpa. Bila tidak bisa menghindar, maka berdoalah, ya Allah hidupkanlah aku bila kehidupan lebih baik bagiku, matikanlah aku bila kematian lebih baik bagiku,” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam penjelasannya atas hadits tersebut, Syekh Muhammad bin Abdil Hadi As-Sindi berkata:
قوله : (لا يتمنينّ أحدكم الخ) أي : لأنه كالتبرّي عن قضاء الله في أمر ينفعه في آخرته
Artinya, “Sabda Nabi, sungguh janganlah kalian mengharapkan kematian, karena sesungguhnya hal tersebut seperti terbebas dari kepastian Allah dalam perkara yang bermanfaat untuk akhiratnya,” (Lihat Syekh Muhammad bin Abdil Hadi As-Sindi, Hasyiyah As-Sindi ‘alal Bukhari, juz IV, halaman 50).
Dari keterangan hadits tersebut, para pakar fiqih merumuskan bahwa mengharapkan kematian karena musibah yang menimpa hukumnya makruh.
Saat terkena cobaan, manusia tidak sepantasnya untuk berburuk sangka kepada Allah atau berputus asa, bisa jadi musibah yang menimpa merupakan sesuatu yang terbaik untuk dunia dan urusan akhiratnya, adakalanya menghapus dosa-dosa yang lalu dan mensucikan kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat.
Saat Nabi menyambangi laki-laki berusia senja yang tengah mengalami sakit panas, ia bersabda, “thahurun, insya Allah” (tidak apa-apa, insya Allah sakit ini mensucikan kesalahan-kesalahan).
Namun demikian, tidak selamanya berharap kematian merupakan hal yang buruk. Mengharapkan kematian hukumnya bisa menjadi sunnah apabila karena tujuan yang baik, misalkan berharap mati syahid di jalan Allah, berharap mati di tiga kota suci (Mekah, Madinah dan Baitul Maqdis) atau karena khawatir terfitnah agamanya. Disamakan dengan anjuran berharap mati di tiga kota suci, berharap mati di tempatnya orang-orang saleh.
Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami menegaskan:
وفي المجموع يسن تمنيه ببلد شريف أي مكة أو المدينة أو بيت المقدس وينبغي أن يلحق بها محال الصالحين
Artinya, “Di dalam Kitab Al-Majmu’, sunnah mengharapkan kematian di tempat mulia, yaitu Mekah, Madinah dan Baitul Maqdis, seyogianya disamakan juga dengan tiga tempat tersebut, tempatnya orang-orang saleh,” (Lihat Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj, juz III, halaman 182).
Ada perbedaan istilah apakah berharap syahid atau mati di tempat suci termasuk mengharapkan kematian atau bukan. Menurut Syekh Sayyid Al-Bashri, mengharapkan kematian di tempat yang mulia sebenarnya bukan termasuk mengharapkan kematian, namun mengaharapkan sifat atau kondisi tertentu saat kematian tiba.
Syekh Ali Syibramalisi dan Syekh Abdul Hamid Al-Syarwani tidak menyetujui kemutlakan pendapat Syekh Sayyid Al-Bashri di atas, namun harus diperinci. Bila harapan tersebut dikhususkan dengan perjalanan atau tahun tertentu, semisal saat berihram haji atau umrah berharap mati di tanah suci dan tidak kembali ke tanah air, maka termasuk berharap kematian.
Bila harapannya dimutlakan, maka bukan termasuk berharap kematian, namun mengharapkan kondisi tertentu saat kematian tiba, seperti berdoa menjadi syahid atau berada di tanah suci saat ajal menjemput.
Dalam titik harapan yang dimutlakan ini, pada hakikatnya seperti doa-doa pada umumnya, yaitu berdoa diberi kondisi yang terbaik saat meninggal dunia. Seakan-akan ia berdoa “Bila engkau mematikanku, matikanlah aku sebagai syahid atau di kota Mekah”, sebagaimana doa yang diteladankan Nabi Yusuf “Matikanlah aku dalam keadaan Muslim dan susulah aku dengan orang-orang saleh.”
Meski demikian, ulama-ulama tersebut sepakat bahwa berharap mati di tanah suci hukumnya sunah, mereka hanya berbeda sudut pandang dalam sebuah istilah “harapan kematian.” Namun sepakat secara hukum, yaitu sunnah.
Penjelasan demikian sebagaimana keterangan referensi di bawah ini:
قوله )يسن تمنيه ببلد إلخ) بالتأمل الصادق يظهر أن تمني الشهادة وتمني الموت بمحل شريف ليس من تمني الموت بل تمني صفة أو لازم له عند عروضه بصري أقول وهذا فيما إذا تمنى ذلك وأطلق وأما إذا تمنى ما ذكر وقيده بنحو سفر أو عام مخصوص فظاهر أنه من تمني الموت
Artinya, “Ucapan Syekh Ibnu Hajar, sunah berharap kematian di tempat mulia, dengan pemikiran yang benar, tampak jelas bahwa sesungguhnya berharap mati syahid dan mati di tempat mulia bukan termasuk mengharapkan kematian, tetapi mengharapkan sifat atau kondisi yang menetapi kematian saat ia tiba, keterangan dari Syekh Sayyid Al-Bashri. Aku (Syekh Syarwani) berkomentar, yang demikian ini bila berharap kematian dan memutlakannya. Adapun bila berharap mati sebagaimana demikian dan dibatasi dengan perjalanan atau tahun tertentu, maka jelas bahwa hal tersebut termasuk berharap kematian. Keterengan dari Syekh Ali Syibramalisi.”
عبارة ع ش ولا يتأتى أن ذلك من تمني الموت إلا إذا تمناه حالا أو في وقت معين أما بدون ذلك فيمكن حمله على أن المعنى إذا توفيتني فتوفني شهيدا أو في مكة إلخ كما قيل به في الجواب عن قول سيدنا يوسف صلى الله وسلم على نبينا وعليه { توفني مسلما وألحقني بالصالحين } ا هـ .
Artinya, “Teks lengkap pernyataan Syekh Ali Syibramalisi, hal yang demikian tidak dapat masuk kategori berharap kematian kecuali berharap mati saat itu atau pada waktu tertentu. Bila tidak demikian, maka mungkin diarahkan bahwa arti dari harapan tersebut adalah, bila engkau matikan aku, maka matikanlah sebagai syahid atau di kota Mekah, dan lain-lain, seperti diucapkan dalam jawaban doanya Sayyidina Yusuf, ya Allah, matikanlah aku sebagai muslim dan susulah aku dengan orang-orang saleh,” (Lihat Syekh Abdul Hamid As-Syarwani,Hasyiyatus Syarwani ‘ala Tuhfatil Muhtaj, juz III, halaman 182).
Demikian penjelasan mengenai hukum mengharapkan mati di kota suci. Pada kesimpulannya hukumnya sunah, namun tetap harus disertai dengan semangat untuk menjaga kualitas hidup menjadi lebih baik, bukan justru menjadikannya putus asa.
Wallahu a‘lam.
Semoga bermanfaat.
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
http://prabuagungalfayed.blogspot.com/2019/08/kenapa-simbah-maimoen-di-makamkan-di.html