Kapolda Papua Segera Adili Oknum Pelaku Penyiksaan Dan Pelecehan Terhadap Tersangka Perempuan
Press Release
KOALISI PENENGAK HUKUM DAN HAM UNTUK PAPUA
Tersangka Perempuan
Dari Korban Penyiksaan Menjadi Korban Pelecehan Seksual Dalam Rutan Kepolisian Daerah Papua
“Kapolda Papua Segera Adili Oknum Pelaku Penyiksaan dan Pelecehan Terhadap Tersangka Perempuan”
Pasca peristiwa demonstrasi anti rasisme yang berujung rusuh pada 23 September 2019 berlanjut pada proses hukum dimana penahanan terhadap Tersangka baik di Kota Wamena dan ada 2 orang yang di bawah ke Jayapura. Dari kedua orang yang dibawah ke Jayapura diantaranya 1 (satu) orang laki-laki yang bernama NW dan 1 (satu) orang perempuan yang bernama TTI.
Penangkapan terhadap Tersangka Perempuan pada 11 Oktober 2019 diawali dengan seorang polisi bernama Yanuarius menelepon Bapak Vitalis Iyaba yang merupakan Bapak Kandung Teresta Tega Iyaba untuk mengantarkan anaknya ke Polres Jayawijaya. Setelah Bapak Vitalis Iyaba mengantar putrinya ke Polres Jayawijaya selanjutnya pihak penyidik mengeluarkan surat pemberitahuan penangkapan pada tanggal 11 Oktober 2019 dan penahanan terhadap Tersangka Perempuan sejak 12-31 Oktober 2019.
Saat Tersangka Perempua di Tahan di Polres Jayawijaya pada 15 Oktober 2019 sekitar pukul 24.00 (dua belas) malam ada anggota Polisi yang mendatangi Tersangka Perempuan dan melontarkan kata-kata berikut “Kau ini yang membakar Kampus dan rusush 23 September ?”. Lanjut, “anggota Polisi tersebut dengan mengarahkan senjatanya ke kaki saya sambil berkata mau/akan menembak kaki dari pada Tersangka Teresta Tega Iyaba”. Tersangka Perempuan hanya bisa katakan “meminta maaf” kepada anggota Polisi tersebut namun tidak dengar dan anggota Polisi mengeluarkan kata-kata lagi kepada Tersangka ‘’Biadab, bajingan, babi, bodok, anjing, otak nao-nao, kalau waktu itu saya ketemu kau, kau mati tapi karena sudah di sini (tahanan)’’. Polisi terus mengeluarkan kata makian kepada Tersangka Perempuan.
Tindakan kekerasan terhadap Tersangka Perempuan yang kedua kali di Polres Jayawijaya terjadi pada 17 Oktober 2019 pukul 22.00 (Sepuluh) malam dimana Tersangka didatangi oleh anggota Polisi dan berkata kepada Tersangka ‘’Kau hafal muka saya baik-baik, Kau itu tunggu waktu saja untuk mati, Kau itu di ujung kuku, Kau tidak ada harapan, Kau berdoa baik-baik supaya saya tidak bunuh Kau. Dan lanjut lagi anggota Polisi itu berkata tidak ada yang dapat menolong Kau, Kau itu Hukuman Mati jadi tidak ada yang dapat menolongmu’’.
Pada prinsipnya Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 18 ayat (1), UU No 39 Tahun 1999). setiap orang yang diduga melakukan kejahatan memiliki hak untuk tidak dianggap bersalah sampai terbukti bersalah sesuai dengan putusan pengadilan’’ (Pasal 35 ayat (1), Perkap Nomor 8 Tahun 2009). Terlepas dari prinsip diatas, kedua tindakan oknum anggota Polisi Polres Jayawijaya kepada tersangka perempuan merupakan tindakan penyiksaan, hal itu disebutkan berdasarkan pengertian penyiksaan sebagai berikut, “setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperolah pengakuan atau keterangan dari orang itu atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh orang itu atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa orang itu atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan pejabat publik. Hal itu tidak meluputi rasa sakit atau penderitaan yang semata-mata timbul dari, melekat pada, atau diakibatkan oleh suatu sanksi hukum yang berlaku merupakan bagian dari tindakan penyiksaan.” (Pasal 1 ayat (1), Konvensi Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Dan Merendahkan Martabat Manusia yang telah diratifikasi kedalam UU No 5 Tahun 1998).
Setelah mengalami 2 (dua) tindakan penyiksaan di Rutan Polres Jayawijaya, penahanan Tersangka perempuan di pindahkan ke Rutan Polda Papua pada tanggal 29 Oktober 2019 dengan alasan keamanan. Sekalipun demikian, pada saat Tersangka dipindahkan ke Jayapura tidak ada pemberitahuan pemindahan kepada keluarga dan setelah Tersangka sudah berada di Polda Papua barulah informasi pemindahan diketahui oleh orang tua Tersangka Perempuan. Atas kondisi tersebut, orang tua (Bapak Vitalis Iyaba) menyatakan sikap kekecewaannya ’’setidaknya informasi pemindahan diberitahukan kepada keluarga dan harapan dari keluarga Tersangka Perempuan proses hukum dilakukan di Wamena’’. Terlepas dari itu, kebijakan pemindahan tersangka perempuan yang dilakukan oleh penyidik Polres Jayawijaya wajib dipertanyakan dasar hukumnya sebab penyidik tidak memiliki kewenangan memindahkan tahanan sebagaimana ditegaskan pada Pasal 85, KUHAP.
Diatas pelanggaran KUHAP tersebut, setelah tersangka perempuan tiba di rutan polda papua awalnya dimintai keterangan BAP Tambahan dan selanjutnya menjalani penahanan di Rutan Polda Papua sampai sekarang.
Pada perkembangannya, pada tanggal 22 November 2019, pukul 12.00 WIT, Penasehat Hukum Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua mengunjungi Tersangka Perempuan di Rutan Polda Papua. Saat itu, Tersangka Perempuan menyampaikan kronologis tindakan pelecehan yang dilakukan oknum anggota polisi terhadap dirinya. Menurut Tersangka Perempuan, kejadiannya terjadi pada 14 November 2019 jam 10.00 WIT. Awalnya Tersangka sedang membersihkan ruangan kunjungan tahanan (Tahti) Polda Papua tiba-tiba Tersangka didatangi oleh anggota Polisi dan mengajak Tersangka Perempuan melakukan hubungan badan. Ajakan itu disampaikan sebanyak 4 (empat) kali.
Untuk melengkapi keterangan tentang kejadian pelecehan maka Pada tanggal 29 November 2019 pukul 17.00 WIT, Tim Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua kembali bertemu dengan Tersangka Perempuan di Rutan Polda Papua. Selanjutnya untuk menindaklanjuti informasi tersebut pada 30 November 2019 pukul 13.35 sampai pukul 13.45 WIT mendatangi Rutan Polda Papua namun waktu kunjungan Penasehat Hukum dengan Tersangka Perempuan di batasi dengan alasan bukan jam besuk dan walaupun telah diberikan penjelasan namun Petugas Tahti Rutan Polda Papua hanya diberikan waktu selama 15 menit untuk bertemu. Dalam pertemuan tersebut, Tersangka kembali menceritakan keadaannya yang dirasa kurang aman bagi dirinya selaku perempuan.
Selanjutnya Penasehat Hukum Tersangka pada tanggal 03 Desember 2019, Pukul 13.35 WIT mengunjungi Tersangka Perempuan lagi di Rutan Polda Papua dan Tersangka menceritakan peristiwa pelecehan tersebut terulang lagi, yang mana pada tanggal 02 Desember 2019 pukul 03.00 WIT (dini hari) Tersangka Perempuan kembali didatangi oleh oknum anggota Polisi yang berbeda dengan sebelumnya mengajaknya melakukan hubungan layaknya suami istri. Tersangka Perempuan kemudian berteriak dan teriakannya didengar oleh para tahanan yang juga ditahan di Rutan Polda Papua.
Berdasarkan 2 (dua) tindakan diatas menunjukan bahwa Tersangka Perempuan menjadi korban tindakan pencabulan oknum anggota Polisi di Rutan Polda Papua. Atas dasar itu, jelas-jelas menunjukan fakta oknum anggota Polisi Polda Papua melakukan fakta tindakan yang dilarang, yaitu : “barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan dengan tindak pidana paling lambat Sembilan tahun” sebagaimana diatur Pada Pasal 289 KUHP.
Tindakan oknum anggota Polisi Polres Jayawijaya dan Polda Papua di Rutan Polres Jayawijaya dan Rutan Kepolisian Daerah Papua terhadap Tersangka Perempuan diatas secara jelas-jelas menunjukan fakta Oknum Polisi tersebut tidak menghargai hak tersangka yang ditahan khususnya hak tersangka perempuan. Selain itu, secara langsung menunjukan fakta masih tingginya tindakan penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia dan bahkan menjadi tempat aman bagi tindakan pelecehan. Pada prinsipnya melalui sikap oknum anggota Polisi Polres Jayawijaya dan Polda Papua terhadap Tersangka Perempuan menunjukan fakta penghianatan terhadap tugas pokok polisi sebagai polisi sebagai pelindung, pengayom, pengaman dan penegak hukum sebagaimana diatur pada Pasal 13, UU nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Selanjutnya melakukan tindakan yang dilarang khususnya melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah atau kepolisian dan menyalahgunakan wewenang sebagaimana diatur pada pasal 5a dan pasal 6q, PP Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan kondisi yang dialami oleh Tersangka Perempuan maka Kami Koalisi Penegak Hukum dan HAM untuk Papua menyatakan :
1. Meragukan keamanan Tersangka perempuan selama berada di Rutan Polda Papua ;
2. Kapolda segera menahan dan memproses oknum anggota Polisi Polres Jayawijaya Pelaku tindak Pidana penyiksaan terhadap tersangka perempuan di Rutan Polres Jayawijaya;
3. Kapolda segera menahan dan memproses kedua oknum anggota Polisi Polda Papua pelaku tindak pidana pelecehan terhadap Tersangka Perempuan di Rutan Polda Papua;
4. Kapolda segera memerintahkan Propam menahan, memproses dan memecat dengan tidak hormat oknum anggota polisi pelaku pelanggaran disiplin Kepolisian Republik Indonesia terhadap Tersangka Perempuan di Rutan Polres Jayawijaya dan Rutan Polda Papua;
5. Kapolri dan Kapolda Papua segera hentikan alibi keamanan dan selanjutkan mengembalikan Proses Hukum Tersangka Perempuan ke Wamena;
6. Mendesak Komnas Perempuan dan Anak dan Komnas RI untuk mengambil tindakan sesuai kewenangannya untuk melindungi korban kekerasan terhadap Tersangka perempuan.
Demikian Press Release ini dibuat, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Jayapura, 4 Desember 2019
Hormat Kami
Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua
Narahubung :
1. Mersi Fera Waromi, S.H., Kuasa Hukum Koalisi ( 081247443750).
2. Emanuel Gobay, S.H. M.H., Kuasa Hukum Koalisi (082199507613).
3. Yohanis Mambrasar, S.H., Kuasa Hukum Koalisi (081221611871).
4. Ganius Wenda, S.H, M.H., Kuasa Hukum Koalisi ( 081385517605).
5. Wehelmina Morin, S.H .,Kuasa Hukum Koalisi (081247196708).
6. Yuliana Yabansabra, S.H., Kuasa Hukum Koalisi (085254605870).
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://phaul-heger.blogspot.com/2019/12/kapolda-papua-segera-adili-oknum-pelaku.html