Kaligrafi Masjid
Ungkapan kaligrafi (dari bahasa Inggris yang disederhanakan Calligrafhy) diambil dari kata Latin ”kalios” yang berarti indah dan, ”graph” yang berarti tulisan atau aksara. Arti seutuhnya kata kaligrafi adalah : kepandaian menulis indah, atau tulisan yang indah. Bahasa Arab sendiri menyebut khat yang berarti garis atau tulisan indah.
Ungkapan kaligrafi (Calligraphy), secara etimolgis berasal dari bahasa Yunani yaitu Kalios (indah) dan graphia (coretan atau tulisan) dan disebutlah dengan tulisan indah. Kaligrafi ditemukan pertama kali di Mesir. Kemudian kaligrafi tersebar ke Asia, Eropa, dan telah mengalami perubahan. Akar kaligrafi Arab (kaligrafi Islam) adalah tulisan hieroglif Mesir (Kanaan, Semit) lalu, terpecah menjadi khat Feniqi (Fenisia) yang terpecah lagi menjadi Arami (Aram) dan Musnad (kitab yang memuat segala macam hadits). Dalam Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam (1993 : 1).
Ilmu seni tulisan Arab lazim disebut dengan ilmu Khat. Pengetahuan tentang tulis menulis ini sebahagian dari apa yang dinamakan dengan pengetahuan huruf-huruh abjad, bentuk huruf, tata cara merangkaikannya, halus dan kasarnya serta tinggi rendahnya.
Dalam dunia Islam, kaligrafi sering disebut dengan seninya Islam (The Art Of Islam), suatu kualifikasi dan penilaian yang menggambarkan kedalam makna yang ensensinya berasal dari konsep keimanan. Oleh karena keimanan telah mendorong kaum muslimin memperindah kaligrafi dalam menyalin Al-Quran, maka penamaan kaligrafi Islam menurut tokoh kaligrafi Libanon, Kamil Al- Baba dapat diterima. Mengingat bahwa peranan Islam dalam usaha pengembangan kaligrafi Arab, maka dalam berbagai literatur sebutan Seni Kaligrafi Islam jauh lebih populer dari pada sebutan Seni Kaligrafi Arab. (Ensiklopedia Islam 3 : 1994 : 6).
Kaligrafi Islam erat kaitannya dengan sejarah muncul dan berkembangnya huruf Arab sampai huruf tersebut dipilih untuk menuliskan Al-Quran dan menjadi alat komunikasi, sehingga dikenal hampir diseluruh pelosok dunia dengan perkembangan dan dinamika masyarakat Islam. Perkembangan tersebut erat kaitannya dengan tulis menulis yang mendapat sokongan tak sedikit dari para intelektual dan penguasa di kota – kota pusat budaya islam di Arabia, Andalusia, Sudan, Persia bahkan di India, Cina, sehingga kota dan wilayah tertentu muncul jenis-jenis tulisan dan huruf yang mampu menjadi identitas sendiri.
Seni Kaligrafi Islam merupakan kebesaran seni Islam, lahir di tengah-tengah dunia arsitektur dengan penuh keindahan . Ini dapat dibuktikan pada keanekaragaman hiasan kaligrafi yang memenuhi masjid-masjid dan bangunan yang lainya, yang ditumpahkan dalam paduan ayat-ayat Al-Quran yang mulia, hadist, atau kata-kata hikmah para ulama yang bijaksana. Demikian pula mushaf-mushaf Al-Quran banyak ditulis dengan pelbagai model Kaligrafi yang disapu corak-corak hias yang mempesona.
Sewaktu Islam berkembang dengan pesat, banyak bangsa-bangsa kelas wahid berduyun-duyun masuk Islam. Di antara orang-orang Persia, Syiria Mesir dan India, yang memilih Islam sebagai panutan terakhir, terdapat seniman-seniman mahir kenamaan di negerinya. Lantas mereka menumpahkan kepandaian seni yang dimlikinya ke dalam Islam. Keadaan tersebut telah mendorong seni kaligrafi Islam menjadi semacam “tempat penampungan” karya arsitektur yang dikagumi. Tidak dapat disangkal lagi, bahwa penerimaan seni kaligrafi sebagai model dan primadona yang merata di sebahagian kalangan umat Islam adalah karena pengaruh motivasi Al- Quran untuk mempelajarinya. Pena, tinta kertas, adalah materi-materi pokok untuk menyalurkan kaligrafi.
Di antara semua perwujudan seni budaya Islam di Indonesia, agaknya seni kaligrafi berada pada kedudukan yang sangat menentukan. Sebab kaligrafi merupakan bentuk seni kebudayaan Islam yang untuk pertama kali ditemukan di Indonesia. Kaligrafi menandai bahwa Islam telah masuk di Indonesia. Ini dibuktikan dari hasil penelitian tentang arkeologi kaligrafi Islam di Indonesia yang di lakukan oleh Dr. Hasan Muarif Ambary. Menurutnya setelah mengkaji secara etikgrafis, telah berkembang kaligrafi gaya Kufi (abad IX-XV M), gaya Sulus dan Nasta’lik (abad XII- XIX M) serta gaya kontemporer lain (sejak abad XIX sampai beberapa abad kemudian). Data-datanya ditemukan pada batu nisan, makam raja-raja Islam Aceh, kompleks makam di Troloyo, Mojokerto, Keraton, Cirebon, Mataram, Ternate, Jawa, Madura, dan daerah-daerah lainnya di Indonesia.
Namun dalam kesenian kaligrafi itu sendiri memiliki rumus–rumus kaligrafi yang paling banyak digunakan, mencakup bentuk-bentuk huruf tunggal, gaya sambung, kemudian mengolahnya menjadi rangkaian kata-kata atau kalimat. Ketujuh rumus ini adalah : Gaya Sulus, Naskhi, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Kufi, Dan Riq’ah.
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
http://www.anekakubahmasjid.com/2014/08/kaligrafi-masjid.html