Jalan Jalan Kehidupan 9292
Ustadz Budi Ashari: Waktu Terbaik untuk Berdagang
by Saad Saefullah
“SIAPAPUN yang menginginkan manfaat duniawi, haruslah berpengetahuan luas, dan siapa pun yang menginginkan manfaat di akhirat, haruslah juga berpengetahuan luas.” Imam Syafi’.
Nasihat yang sangat indah yang layak ditulis dengan tinta emas. Apa yang akan terjadi pada kita jika kita melakukan sesuatu, baik dalam urusan agama atau duniawi, tanpa pengetahuan yang memadai?
BACA JUGA: Ini Nasihat Ustadz Budi Ashari Agar Kita Tak Sempat Maksiat
Dalam urusan agama, melakukan hal-hal tanpa pengetahuan akan membuat kita melakukan inovasi. Dan dalam urusan duniawi, kita dapat melakukan hal-hal yang melanggar hukum, yang akan menjerumuskan kita ke dalam malapetaka.
Jauh sebelum itu, Khalifah Umar Ibn Khattab, semoga Allah meridhoinya, telah memberikan nasihatnya kepada semua muslim soal berdagang. “Tidak ada yang boleh berdagang di pasar kita kecuali yang berpengetahuan luas, karena jika tidak, dia pasti akan mengonsumsi riba.” (Pernyataan dengan teks seperti ini telah dikutip oleh Ibn Abdil Bar Al Maliki).
BACA JUGA: Budi Ashari: Jika Anak di Usia Muda Tidak Mau Tuntut Ilmu, Takbiri dan Kafani Dia
Ustadz Budi Ahsari, Lc., yang selama ini konsern terhadap pendidikan Islam, menuturkan sekilas tentang perdagangan. Sumber video adalah YouTube dengan akun @Masjid Al-Irsyad TV.https://www.islampos.com/ustadz-budi-ashari-waktu-terbaik-untuk-berdagang-140647/
Kisah Lucu “Mencuri Pertama Kali” Ustadz Abdul Somad
by Saad Saefullah
USTADZ Abdul Somad, Lc., MA., dalam memberikan tausiyah, bukan hanya benar-benar penuh akan keilmuan. Tapi kalau kita perhatikan juga sering kali ada potongan-potongan kisah yang segar dari beliau.
BACA JUGA: Wudhu seperti Dicontohkan Nabi, Ini Penjelasan Ust Abdul Somad
Seperti dalam video berikut ini, Ustadz Somad menceritakan tentang “pengalaman pertama mencuri”. Mencuri? Hah, yang benar? Siapa yang mencurinya? Simak dulu video yang diambil dari akun YouTube @Para Pejalan ini.https://www.islampos.com/kisah-lucu-mencuri-pertama-kali-ustadz-abdul-somad-140643/
Air Bercampur Kaporit (klorin), Bolehkah Dipakai Wudhu?
by Sodikin
Ilustrasi air bercampur kaporit. Foto: Batamnews
KALSIUM hipoklorit atau yang biasa dikenal kaporit adalah salah satu jenis desinfektan berbentuk bubuk putih yang biasa digunakan di air PDAM atau kolam renang. Tujuannya untuk menjernihkan dan membunuh bakteri-bakteri patogen yang tersebar pada air PDAM atau kolam renang.
Kaporit akan terpecah di dalam air sehingga menghasilkan oksigen dan gas klorin yang berbau menyengat dan sifatnya melebur menjadi satu dengan air.
Penggunaan kaporit harus disesuaikan dengan konsentrasi yang dibutuhkan dan batas aman yang telah ditetapkan oleh badan regulasi. Konsentrasi kaporit yang kurang dapat menyebabkan bakteri patogen yang ada di kolam renang tidak terbabat habis sehingga bisa menyebabkan penyebaran penyakit menular.
BACA JUGA: Wudhu Sebelum Tidur, Dapatkan 16 Keutamaan ini
Sedangkan konsentrasi kaporit yang berlebihan akan menyebabkan bahaya bagi kesehatan karena gas klorin yang tersisa pada air kolam renang. Jadi takarannya harus tepat.
Kita tahu bahwa yang bisa membuat air menjadi najis adalah benda najis atau benda yang terkena najis kemudian tercampur dengan air sehingga membuat perubahan netralitas air.
Di sini, karena kaporit bukan berasal dari benda najis, setidaknya dapat disepakati bahwa air yang tercampur dengan kaporit tidak akan menjadi mutanajjis dalam arti air yanag tercampur dengan kaporit hukumnya tetap suci. Lalu air kaporit apakah tetap bisa menyucikan? Ini yang perlu kita telaah lebih lanjut. Mari kita teliti di kitab Al-Umm karya Imam Syafi’i:
وَإِذَا وَقَعَ فِي الْمَاءِ شَيْءٌ حَلَالٌ فَغَيَّرَ لَهُ رِيحًا أَوْ طَعْمًا، وَلَمْ يَكُنْ الْمَاءُ مُسْتَهْلَكًا فِيهِ فَلَا بَأْسَ أَنْ يَتَوَضَّأَ بِهِ وَذَلِكَ أَنْ يَقَعَ فِيهِ الْبَانُ أَوْ الْقَطْرَانُ فَيَظْهَرُ رِيحُهُ أَوْ مَا أَشْبَهَهُ. وَإِنْ أَخَذَ مَاءً فَشِيبَ بِهِ لَبَنٌ أَوْ سَوِيقٌ أَوْ عَسَلٌ فَصَارَ الْمَاءُ مُسْتَهْلَكًا فِيهِ لَمْ يُتَوَضَّأْ بِهِ؛ لِأَنَّ الْمَاءَ مُسْتَهْلَكٌ فِيهِ إنَّمَا يُقَالُ لِهَذَا مَاءُ سَوِيقٍ وَلَبَنٍ وَعَسَلٍ مَشُوبٌ
Artinya: “Jika ada air kemasukan benda halal (suci) kemudian mengubah bau dan rasanya sedangkan antara benda yang membuat berubah dan air tidak melebur jadi satu, maka wudhu menggunakan air yang seperti ini hukumnya sah. Misalnya ada air kemasukan kayu atau pelangkin (tir/ter) kemudian baunya menyengat atau sejenisnya.”
Jika ada orang mengambil air, lalu dicampuri dengan susu, tepung atau madu sehingga airnya larut menjadi satu, maka wudhu dengan air seperti ini hukumnya tidak sah. Karena air larut bersama benda dan mengubah netralitas nama air, bisa menjadikan namanya berubah menjadi air tepung, air susu, air madu yang tercampur. (Muhammad bin Idris As-Syâfi’i, Al-Umm, [Dârul Ma’rifah, Beirut, 1990], juz 1, halaman 20).
https://www.islampos.com/air-bercampur-kaporit-bolehkah-dipakai-wudhu-140626/
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
http://peceq.blogspot.com/2019/03/jalan-jalan-kehidupan-9292.html