Garis Tipis Kematian
ARTIKEL KE 880 REMINDER TAAT Musibah jatuhnya pesawat Lion Air baru-baru ini membuka mata saya terhadap banyak hal, termasuk memikirkan kematian. Mengapa harus enggan memikirkan kematian? Bukankah semua yang bernyawa akan merasakan mati? Suatu ketika, saya, anda dan kita semua akan sampai pada tahap itu. Tak peduli usianya berapa dan sedang melakukan apa..
Sebagai pegawai pemerintah saya termasuk salah satu pelanggan tetap maskapai Lion Air. Kapan saja perjalanan dinas keluar Makassar 90% dengan maskapai ini. Alasannya karena harga tiket yang lebih ekonomis dibanding maskapai lainnya sehingga kantor lebih sering membeli tiket maskapai ini. Sepanjang menumpang pesawat tak hanya Lion tapi juga pesawat maskapai lain saya selalu was-was. Meskipun menurut penelitian pesawat adalah moda transportasi yang paling aman karena semua telah diperhitungkan secara teknis tetap saja kita tak pernah tahu takdir pesawat berikut kita sebagai penumpangnya hari itu.. Doa sudah pasti dipanjatkan apalagi saat ada pengumuman untuk mengencangkan sabuk pengaman karena pesawat terjebak dalam cuaca buruk..
Saya punya pengalaman tentang kecemasan ini...Pesawat Lion Air yang saya tumpangi sepulang dari Jakarta beberapa tahun lalu juga mengalami goncangan yang sangat keras dan dalam waktu yang lama..Pada saat itu, saya dan semua penumpang berdoa dan bertakbir, ada yang menangis tersedu sedu, ada ibu yang menenangkan anaknya, ada pengumuman dari pramugari tentang kondisi cuaca buruk dan meminta penumpang tenang, kembali ke kursi masing-masing dan memasang sabuk pengaman..Kebetulan pesawat yang saya tumpangi memuat sebagian besar jamaah umrah yang baru pulang melaksanakan ibadah, sehingga suasana hati mereka masih penuh dengan rasa haru akan keagungan Allah..
Saya memandang keluar jendela, ternyata sedang hujan. Di kejauhan saya melihat kerlap kerlip lampu kapal nelayan yang sedang mencari ikan. Saya pun menyadari bahwa pesawat terbang rendah sehingga bisa melihat daratan dengan mudah. Pilot pasti punya alasan melakukannya. Pesawat terus berguncang dan saya pun mulai membaca doa, apa saja yang terlintas di kepala saya saat itu. Dengan khusyu' dan tenang, menitik air mata ini, teringat kedua putri dan suami sambil berkata dalam hati, hari ini saya pulang dari menjalankan tugas kantor, masih belum tahu apakah masih bisa bertemu mereka atau berakhir di sini di atas pesawat ini...
Goncangan makin keras, teriakan takbir, tahlil dan tahmid makin keras, saya pun memejamkan mata berzikir memohon ampun kepada Allah, mengingat dosa-dosa yang saya lakukan dan mengingat keluarga yang saya tinggalkan, terasa air mata saya makin deras meluncur...menyadari kelemahan saya yang tak bisa menjamin keselamatan diri dalam kondisi seperti ini.
Terdengar lirih doa-doa meluncur dari penumpang di samping, depan dan blakang saya, nama Allah tiba tiba menjadi kalimat terindah dan terkhusyu yang terlantun dari lisan lisan hamba penghuni pesawat yang rapuh ini, tiba tiba saja mereka baru paham bahwa kematian bisa saja datang pada saat ini tak peduli apakah mereka sudah siap atau belum..
Tak lama... Suasana menjadi tenang, pesawat kembali normal hingga mendarat dengan selamat...Alhamdulillah...masih diberi kesempatan untuk hidup dan memperbaiki diri.Dan durhakanya manusia.. Ketika pesawat mendarat dengan normal, mereka saling menertawai kepanikan mereka tadi dan melempar pujian kepada sang pilot...bukannya pada Allah Pemegang Jiwa Manusia. Mereka pun merasa jumawa, merasa diri terbebas dari maut karena telah dibersihkan dari dosa sehabis melaksanakan umrah..Lupa dengan doa doa pilu mereka tadi dan mungkin juga lupa dengan janji kebaikan jika mereka diselamatkan, mereka lupa dengan kerapuhan dan ketidakberdayaan saat dekatnya mereka dengan garis kematian...Termasuk saya..yang begitu mudah melupakan kejadian itu dan kembali bergumul dengan kekhilafan dan dosa..sampai Allah menyentil lewat musibah ini..
Begitulah kita, berapa kali kita berada dekat dengan tipisnya garis kematian. Lalu banyak janji kebaikan yang terikrar saat itu, namun saat di selamatkan, semua itu dengan mudahnya kita lupakan dan abaikan...Ya Allah, teguran pesawatmu yang jatuh ini kembali mengingatkan hamba akan janji-janji yang pernah hamba ikrarkan saat engkau memperlihatkan hamba betapa tipisnya garis kematian itu, hanya degan kalimat kun, bisa jadi saat itu justru hamba yang engkau matikan, namun dengan Kalimat Kun mu, hamba tetap engkau hidupkan sampai hamba menuliskan tulisan ini. Mungkin belum habis rezeki hamba di dunia ini...
Wallahu alam..
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://lancarrezeki.blogspot.com/2018/11/garis-tipis-kematian.html