Ceramah Ustadz Abdul Somad Tentang Kurban Di Hari Raya Idul Adha
Ustadz Abdul Somad mengatakan, hukum berkurban adalah sunnah mu’akkadah bagi yang mampu melaksanakannya.
Ustadz Abdul Somad dalam 33 Tanya Jawab Seputar Qurban mengungkapkan beberapa hadits dan ayat Al Quran yang menjadi dalil pelaksanaan ibadah kurban.
Berikut ini adalah dalil-dalil ibadah kurban:
1. Dalil Kurban dalam Al Quran
Perintah berkurban, termuat di dalam Al Quran surah al Kautsar ayat 2.
Selain itu, ada juga di surah al-Hajj ayat 34.
“Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah).” (QS. Al-Kautsar: 2).
“Dan bagi tiap-tiap umat telah kami syariatkan penyembelihan (qurban) supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserahdirilah kamu kepada-Nya, dan berilah kabar gembira pada orang-orang yang tunduk (patuh) pada Allah.” (QS: Al-Hajj: 34).
2. Dalil Kurban dalam Hadits
“Tidaklah seorang manusia melakukan suatu amal pada hari Nahar (10 Dzulhijjah) yang lebih dicintai Allah SWT daripada menumpahkan darah (menyembelih Qurban). Sesungguhnya hewan Qurban itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, bulu dan kukunya. Sesungguhnya Allah SWT telah menerima niat berkurban itu sebelum darahnya jatuh ke tanah. Maka bersihkanlah jiwamu dengan beribadah Qurban”. (HR.Al-Hâkim, Ibnu Mâjah dan at-Tirmidzi).
“Rasulullah SAW berkurban dua ekor domba berwarna putih bersih dan bertanduk bagus. Aku melihat Rasulullah SAW meletakkan kakinya keatas sisi tanduk (kanan) hewan Qurban itu sambil menyebut nama Allah dan bertakbir. Rasulullah SAW menyembelih kedua hewan Qurban itu dengan tangannya sendiri”. (HR. al-Bukhâri dan Muslim).
UAS menyatakan, hadits di atas menunjukkan bahwa berkurban adalah ibadah yang sangat dicintai Allah SAW pada hari Nahar.
Allah SWT menerima pahala Qurban sebelum darah hewan Qurban yang disembelih itu menetes ke tanah, menunjukkan betapa cepatnya keridhaan Allah SWT diberikan kepada orang-orang yang melaksanakan ibadah Qurban.
Ibadah Qurban ini juga merupakan Sunnah Nabi Ibrahim AS., sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”. (Qs. Ash-Shâffât [37]: 107).
Hukum Berkurban untuk Orang yang Sudah Meninggal
Apakah boleh berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia?
Ustadz Abdul Somad dalam satu ceramahnya pernah menjelaskan hukumnya.
Menurut UAS, terdapat beberapa pendapat ulama dalam masalah ini.
Berikut ini adalah pendapat empat mazhab terkait hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia.
1. Mazhab Syafii
Ustadz Abdul Somad mengatakan, menurut Mazhab Syafi’i, tidak boleh berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia.
Kecuali jika orang yang telah meninggal dunia itu meninggalkan wasiat sebelum ia meninggal.
Karena Allah SWT berfirman dalam Quran surah An-Najm ayat 39:
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”. (Qs. An-Najm [53]: 39).
Jika orang yang telah meninggalkan dunia tersebut meninggalkan wasiat, maka orang yang menerima wasiat melaksanakannya dan semua dagingnya mesti disedekahkan kepada fakir miskin.
"Orang yang melaksanakan wasiat dan orang lain yang mampu tidak boleh memakan daging Qurban tersebut, karena tidak ada izin dari orang yang telah meninggal dunia untuk memakan daging Qurban tersebut," tulis Ustadz Abdul Somad dalam 33 Tanya Jawab Seputar Qurban.
2. Mazhab Maliki
Ustadz Abdul Somad melanjutkan, menurut Mazhab Maliki, makruh hukumnya berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia, jika orang yang meninggal dunia itu tidak menyatakannya sebelum ia meninggal.
Jika orang yang meninggal itu menyebutkannya sebelum ia meninggal dan bukan nadzar, maka ahli warisnya dianjurkan agar melaksanakannya.
3. Mazhab Hanbali
Adapun menurut Mazhab Hanbali, boleh berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia, daging hewan Qurban tersebut disedekahkan dan dimakan, balasan pahalanya untuk orang yang telah meninggal dunia tersebut.
4. Mazhab Hanafi
Sementara itu, mazhab Hanafi berpendapat sama seperti pendapat Mazhab Hanbali.
Akan tetapi menurut Mazhab Hanafi, haram hukumnya memakan daging kurban yang disembelih untuk orang yang telah meninggal dunia berdasarkan perintahnya.
Semua dagingnya mesti diserahkan kepada fakir miskin.
Apakah boleh berkurban dari hasil arisan dan hutang?
Belum lama ini UAS mendapat pertanyaan terkait hal tersebut.
Seorang jemaah bertanya, apa hukum kurban dalam bentuk arisan?
Menjawab hal itu UAS mencontohkan dalam satu kelompok arisan terdiri dari enam orang.
Setiap orang diharuskan membayar arisan Rp 2,5 juta.
Setelah digoncang, siapa yang keluar namanya dia yang kurban tahun ini.
"Begitu diguncang, keluar nama C. Maka dialah yang berkurban tahun ini. Sementara yang lain membayar," kata UAS.
"Maka sesungguhnya si C ini sedang berutang kepada teman arisan lain," ungkap Ustadz Abdul Somad.
Pertanyaannya, bolehkah kurban ngutang?
"Jadi jelas bahwa pertama, akad dia adalah akad utang. Ridho semua peserta ini. Akan dibayar selama enam tahun. Jika ada yang mati, maka ahli waris yang akan menerima," katanya.
Oleh karena semua ridho dengan akad hutang, maka untuk akadnya adalah sah.
Muncul pertanyaan nomor dua, apa hukum kurban berutang?
UAS menjelaskan, utang terbagi dua. Pertama, orang yang berutang, memiliki sesuatu yang bisa diharapkan untuk membayar hutangnya.
Kemudian yang kedua, orang yang berutang tak memiliki sesuatu yang diharapkan untuk membayar utangnya.
"Jadi kita tanya yang dapat arisan ini. Kau kan hutang sama kami. Apa yang kau harapkan membayarnya?," kata UAS mencontohkan.
Lalu C menjawab insya Allah tahun depan, rumah sewa saya akan dapat uang Rp 2,5 juta.
"Itulah yang kuharapkan membayarnya. Sah. Kalau ada yang diharapkan membayarnya, sah," tegas UAS.
Namun, jika diajukan pertanyaan yang sama dan C menjawab 'kuserahkan kepada Allah SWT', maka tidak bisa.
"Jadi, kalau lulus dua ini, akadnya hutang dan hutang jenis pertama maka arisan kurban itu hukumnya mubah," jelas UAS.
"Tapi kalau tak seperti ini maka tak bisa diterima. Akadnya itu tak jelas," pungkasnya.
Hukum Memberikan Kurban ke Orang Non Muslim
Menyembelih hewan kurban adalah satu di antara amal yang dianjurkan saat Idul Adha.
Oleh karena itu, hari raya Idul Adha selain dikenal sebagai lebaran haji, juga diberi nama hari raya kurban.
Daging kurban yang diselembelih selanjutkan akan dibagikan kepada mereka yang berhak untuk menerima.
Dalam, Tabligh Akbar Online bersama Human Aid Initiative, Ustadz Abdul Somad mendapat pertanyaan mengenai hukum membeirkan daging kurban untuk non muslim.
"Apakah boleh daging kurban dimakan oleh orang selain beragama Islam," kata Teuku Wisnu menyampaikan pertanyaan.
Menjawab hal itu, Ustadz Abdul Somad menceritakan, pada masa Rasulullah SAW, ada seorang perempuan, namanya Asma'
"Dia ini Islam. Tapi emaknya nggak Islam," kata Ustadz Abdul Somad.
UAS melanjutkan, ketika Asma' pindah ke Madinah, ibunya datang mau ketemu.
"Lalu dia lapor ke Nabi Muhammad SAW. Ini emak saya non muslim datang mau ketemu, boleh nggak silaturahim?," ungkap UAS menceritakan.
Nabi SAW, saat itu mempersilakan Asma untuk silaturahim dengan ibunya.
"Itu dalil Islam dengan non muslim boleh silaturahim," ungkap UAS.
Asma kemudian bertanya lagi, boleh saya beri hadiah ?
"Nabi Muhammad SAW kemudian menjawab, beri dia hadiah. Silakan beri dia hadiah. Itulah dalil boleh memberi hadiah dan kurban itu masuk kategori hadiah," jelas UAS.
Ustadz Abdul Somad menegaskan, hal itu disampaikan kata Syekh Atiah Sakhor ulama al Azhar dalam kitab Fatawa al Azhar.
"Bukan kata Abdul Somad. Jadi boleh memberikan kurban untuk non muslim," tegas UAS.
Namun demikian, ada syarat yang harus dipenuhi.
"Syaratnya, kurbannya kurban sunnah. Karena kurban wajib nggak boleh," kata UAS.
Apa itu kurban wajib? Kurban wajib itu kurban nazar.
"Saya bernazar kalau anak saya lulus PNS saya berkurban untuk fakir miskin umat Islam. Itu dagingnya nggak boleh dibagikan kepada non muslim. Karena itu nazar wajib. Zakat tak boleh untuk non muslim, sedekah boleh," jelas UAS.
Dalam buku 33 Tanya Jawab Seputar Qurban, Ustadz Abdul Somad menuliskan, menurut Mazhab Maliki, makruh hukumnya memberikan daging hewan Qurban kepada orang Yahudi dan Nashrani.
Sedangkan Mazhab Hanbali memperbolehkan pemberian daging hewan Qurban kepada orang kafir, jika Qurban tersebut adalah Qurban Sunnat.
Sedangkan Qurban wajib tidak boleh diberikan kepada orang kafir walaupun sedikit-sedikit.(*)
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://www.bagibagi.info/2020/07/ceramah-ustadz-abdul-somad-tentang.html