Ada Satu Tahap Penguasa Orang Berpengaruh Atau Orang Atas Atas Merasa Mereka Sahaja Yang Benar 8565
Jangan tegur, nanti menimbulkan kemurkaan sebab dicop melawan. Walhal hal itu tiada dalam Islamm, mengata orang atasan sentiasa betul. Itulah sikap sebahagian besar penguasa, orang berpengaruh atau orang atas-atas merasa mereka sahaja yang benar. Walhal merekalah yang menggadaikan wilayah, suka bergaduh sehingga berperang yang mengakibatkan negara dijajah. Macam orang bangsawan menjajah sebahagian besar minda Melayu. Tujuannya supaya sentiasa menyokong mereka tanpa ambil hirau mereka itu kaki botolkah?, kaki betinakah??, kaki mabukkah?, kaki rasuahkah? kaki songlapkah?, ahli kelab kleptokrasikah?? dan sebagainya. Nauzubillahminzalik. Astaghfirullahalazim.
SELASA, 30 OKTOBER 2018
KES AMAT PELIK
PELIK AMAT - PELIK KETIKA JADI MENTERI - ADA KUASA TAK NAK CARI - KENAPA
SEKARANG?
'Saya cuma nak cari Jho Low, bukan nak lari SPRM'
KUALA LUMPUR - Bekas Menteri Pertahanan, Tuan Haji Hishammuddin Hussein tegas menyatakan tujuannya untuk cari jutawan kontroversi, Jho Low di China bukan ingin 'lari' daripada siasatan Suruhanjaya Pencegahan Rasuah Malaysia (SPRM).
Katanya, beliau tidak terlibat sebarang skandal rasuah yang menuntut SPRM untuk memburunya seperti didakwa beberapa pihak.
"Apa yang SPRM ada (dakwaan) terhadap saya? Saya tak rasuah kalau nak siasat, kenapa SPRM sampai hari ini tak ada panggil saya pun?
http://tukartiub.blogspot.com/2018/10/kes-amat-pelik.html
Dibalik Kesetiaan Gerombolan Munafik kepada Musuh Islam
Posted on 28 Oktober 2018 by Nahimunkar.com
Ilustrasi/ foto kblt Mereka (orang-orang munafik) khawatir kalau umat Islam kalah, sehingga mereka memberi walâ’ (kesetiaan, loyalitas) kepada kaum kuffar. (Majmû` Al-Fatâwâ 7/194)
Mereka memberi walâ’ (loyalitas) kepada musuh Allâh, kaum musyrikin dan ahlul kitab. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَىٰ أَنْ تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ ۚ فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ فَيُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ
Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata, “Kami takut akan mendapat bencana.” Mudah-mudahan Allâh akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasûl-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. [Al-Mâ’idah /5:52]
Mereka (orang-orang munafik) khawatir kalau umat Islam kalah, sehingga mereka memberi walâ’ (kesetiaan, loyalitas) kepada kaum kuffar. (Majmû` Al-Fatâwâ 7/194)
Mereka menyelisihi Syariat Allâh Azza wa Jalla dan membangkang perintah-Nya. Bila diseru berinfak di jalan Allâh, mereka enggan; Bila diseru jihad, tidak mau berangkat. Mereka tidak mengerjakan shalat kecuali dalam kemalasan; dan berbagai bentuk penentangan lainnya.
Yang Munafik itu orang fasik
ۗ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Sesungguhnya orang-orang munafik, mereka itulah orang-orang yang fasik. [At-Taubah /9: 67]
FASIK
Secara bahasa, fasik berarti keluar. Sedangkan dalam istilah syar’i fasik bermakna keluar dari ketaatan kepada Allâh; baik secara total yang berarti ia kafir dan musyrik; atau secara parsial, artinya ia ahli maksiat, meski termasuk kaum Muslimin. [Inilah madzhab ahlussunnah wal jama’ah dan yang dipegangi salaf umat ini. Ini yang shahih yang ditunjukkan berbagai nash. Lain dengan yang dipegang muktazilah dan khawarij].
Munafik telah keluar dari ketaatan Allâh Azza wa Jalla . Orang munafik yang menyembunyikan kekufuran namun menampakkan Islam, padahal ia membencinya, ia adalah fasik besar. Adapun seorang Muslim yang terkontaminasi oleh sesuatu dari cabang-cabang nifak, tapi pondasi iman masih ada di hatinya, maka ia fasik kecil.
Allâh Azza wa Jalla berfirman mengenai mereka.
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ ۚ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ ۗ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allâh, maka Allâh melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik, mereka itulah orang-orang yang fasik. [At-Taubah /9: 67]
Di sini, dengan tegas divonis bahwa kaum munafik itu adalah orang-orang fasik. Di penghujung ayat tersebut, diungkapkan dengan shîghat qashr (mengkhususkan sesuatu dengan sesuatu lain. Dalam hal ini mengkhususkan kaum munafik dengan sifat fasik), untuk menerangkan bahwa tidak ada kefasikan yang lebih besar daripada kefasikan kaum munafik.
Allâh Azza wa Jalla telah melabeli kaum munafik sebagai fasik di berbagai tempat dalam al-Quran, termasuk dalam Surat at-Taubah. Allâh Azza wa Jalla memberitakan bahwa amal mereka tidak diterima, dan tidak diringankan bagi mereka adzab di Jahannam. Sebab vonis ini adalah karena mereka kaum fasik.قُلْ أَنْفِقُوا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا لَنْ يُتَقَبَّلَ مِنْكُمْ ۖ إِنَّكُمْ كُنْتُمْ قَوْمًا فَاسِقِينَKatakanlah: “Nafkahkanlah hartamu, baik dengan sukarela ataupun dengan terpaksa, namun nafkah itu sekali-kali tidak akan diterima dari kamu. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang fasik. [At-Taubah /9: 53]Allâh juga tidak akan memberi petunjuk kepada mereka. Seperti dalam firman Allâh yang artinya: Dan Allâh tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. [At-Taubah /9:80]Allâh Azza wa Jalla juga melarang untuk menyhalatkan dan mendoakan mereka yang mati dalam kondisi tersebut. Sebab mereka mati dalam keadaan menentang Allâh Azza wa Jalla dan Rasûl-Nya. Allâh berfirman.
وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰ أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِ ۖ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ
“Dan janganlah kamu sekali-kali shalati (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allâh dan Rasûl-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. [At-Taubah /9: 84]Hal-hal tersebut di atas ‘illah (sebab)nya adalah karena kekufuran dan kefasikan mereka. Dan kita bisa memahami bentuk kebalikan dari itu semua; yakni bahwa terdapat kabar gembira bagi kaum Mukminin yang tulus yang tidak bercampur nifak dan syirik.Faktor yang membuat mereka tidak bisa mendulang manfaat dari ayat-ayat-Nya adalah:Cinta dan mengedepankan kesenangan dunia yang akan sirna. Yang membuat para dedengkot kafir Quraisy, termasuk juga Kaisar Raja Romawi, enggan menerima kebenaran tidak lain adalah takut kalau kedudukan dan pangkat mereka sirna. Bisa dilihat pada ayat ke-11 dan ke-12 dari Surat al-Fath.Ada penyakit hati, baik kekufuran, keraguan, atau maksiat, baik karena dorongan syahwat ataupun adanya syubhat. Ini bisa dirujuk pada Surat Al-Mâ’idah ayat ke-52.فَتَرَى ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ يُسَٰرِعُونَ فِيهِمۡ يَقُولُونَ نَخۡشَىٰٓ أَن تُصِيبَنَا دَآئِرَةٞۚ فَعَسَى ٱللَّهُ أَن يَأۡتِيَ بِٱلۡفَتۡحِ أَوۡ أَمۡرٖ مِّنۡ عِندِهِۦ فَيُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَآ أَسَرُّواْ فِيٓ أَنفُسِهِمۡ نَٰدِمِينَ ٥٢ [ المائدة:52-52]Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat bencana”. Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. [Al Ma”idah:52]Mereka (orang-orang munafik) khawatir kalau umat Islam kalah, sehingga mereka memberi walâ’ (kesetiaan, loyalitas) kepada kaum kuffar. (Majmû` Al-Fatâwâ 7/194)Semoga Allah memelihara kita dari sifat-sifat busuk ini.======Ini kutipan sebagian dari artikel berjudul ‘Sifat kaum munafik dalam urusan aqidah’. Selengkapnya dapat dibaca di link ini:https://almanhaj.or.id/6840-sifat-kaum-munafik-dalam-urusan-aqidah.html [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XIX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo](nahimunkar.org)Dibalik Kesetiaan Gerombolan Munafik kepada Musuh Islamhttps://www.nahimunkar.org/dibalik-kesetiaan-gerombolan-munafik-kepada-musuh-islam/
Kadir Jasin: Rakyat Perlu Tahu Kos Menanggung Raja-Raja Melayu By MT Webmaster On Oct 30, 2018
(Malaysiakini) – Sultan Kedah, Tuanku Sallehuddin Ibni Almarhum Sultan Badlishah yang ditabalkan pada 22 Oktober lalu mengambil gelaran “Al Aminul Karim.”
Seorang pegawai Pejabat Sultan di Alor Star memberitahu, terjemahan bahasa Melayu yang diperkenankan bagi gelaran itu adalah “raja dipercayai yang bersifat mulia.”
Alhamdulillah. Sebagai negeri majoriti Melayu-Islam yang kaya pun tidak dan miskin sangat pun tidak, Kedah memerlukan seorang raja yang dipercayai rakyat jelata dan bersifat mulia.
Seorang menteri orang Kedah yang hadir upacara penuh adat istiadat Melayu itu memberitahu saya, empat ekor gajah dibawa khas dari Pahang untuk tujuan tersebut.
Saya rasa ini adalah gajah daripada Pusat Pemuliharaan Gajah Kuala Gandah.
Di situ ada dua jenis gagah. Gajah denak yang jinak dan gajah liar yang ditangkap. Gajah liar itu akan dipindahkan ke tempat lain agar tidak bertembung dengan manusia.
Rela jika raja bijaksana
Menteri itu turut memaklumkan kepada saya berapa belanja membawa haiwan itu pergi balik. Boleh kira mahallah.
Tapi saya kata kepada beliau, kalau raja bijaksana dan sentiasa di atas takhta, saya relalah dengan perbelanjaan itu.
Lagipun bukan hari-hari raja ditabalkan. Pertabalan terakhir berlaku di Kedah lebih 60 tahun lalu apabila Almarhum Sultan Al-Haj Abdul Halim Mu’adzam Shah ibni Almarhum Sultan Badlishah ditabalkan.
Menteri itu kata lagi, bukan sahaja majlis tersebut penuh adat istiadat Melayu tetapi lebih daripada itu ia bersandarkan Islam dan Al-Quran.
Katanya, sumpah jawatan yang paling tinggi adalah apabila Mufti Kedah, Datuk Sheikh Fadzil Awang, membacakan doa yang terkandung di dalamnya Ayat ke-26 Surah Al-Imran.
“Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Walaupun terlewat, saya turut menadah tangan mengaminkan doa beliau sambil berharap lirik lagu rasmi negeri Kedah akan menjadi panduan.
“Allah selamat sultan mahkota,
berpanjangan usia di atas takhta,
memelihara agama nabi kita,
negeri Kedah serata-rata.”
Lagu rasmi itu dengan jelas menyatakan tempat raja adalah di atas takhta dan tanggungjawab raja adalah memelihara Islam “agama Nabi kita”.
Ia tidak kata, “berpanjangan usia di bilik lembaga” dan “pelihara konglomerat niaga baginda.”
Tak kata raja kita selamat cari bijih, balak
Rangkap penyudah lagu kebangsaan negara kita pun mengingatkan hal yang sama.
“Rahmat bahagia,
tuhan kurniakan,
raja kita,
selamat bertakhta.”
Ia tidak kata, raja kita selamat dalam bilik lembaga, atas padang bola, dalam arena politik negara atau mencari bijih dan balak dalam hutan belantara.
Perlembagaan negara kita meletakkan raja-raja di atas takhta (di dalam istana) dengan peruntukan kewangan dan kemudahan yang tidak termimpikan oleh manusia biasa.
Mungkin dalam era Malaysia baru ini, parlimen dan Dewan-dewan Undangan Negeri boleh maklumkan kepada rakyat jelata berapa banyak perbelanjaan yang mereka peruntukan kepada raja-raja mereka.
Kadir Jasin: Rakyat perlu tahu kos menanggung Raja-Raja Melayu – Malaysia Today
https://www.malaysia-today.net/2018/10/30/kadir-jasin-rakyat-perlu-tahu-kos-menanggung-raja-raja-melayu/
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
http://peceq.blogspot.com/2018/10/ada-satu-tahap-penguasa-orang.html