30 Tahun Sebuah Perjalanan Cinta Tanah Melanesia
Saat itu tanggal 14 Desember 1988 adalah hari yang membuat aku jatuh cinta untuk tetap konsisten dalam memperjuangkan cinta itu hingga matahari bersinar tampak gagah di atas lapangan Mandala Stadium, Port Numbay, Papua Barat. Aku melihat peristiwa yang sampai detik ini tidak bisa kulupakan, sebuah peristiwa yang membuat aku berada di sini, siang itu aku dan Bapa Dr. Thom Wainggai melihat peserta aksi yang menjadi para tahanan politik ditendang, dimaki dan disiksa oleh militer Indonesia. Bapa Thom melihat peristiwa yang menyedihkan itu dengan sabar dan bertanggung - jawab atas apa yang terjadi. Hal ini membuat aku bangga bahwa itulah arti cinta yang sesunguhnya bagi sebuah perjuangan. Bapa Thom seorang sosok pemimpin yang berani mati dan siap menghadapi konsekuensi hukum. Memperjuangkan sebuah kemerdekaan untuk rakyat Papua Barat yang mendiami tanah Melanesia, itulah misi kehidupan yang selalu aku jaga hingga senja hampir tiba dalam 30 tahun aku berjuang.
Photo Bersama Saat Dr Thom Wainggai masih mendekam dalam penjara Indonesia ( LP. Cipinang Jakarta
Hari ini, aku berada di kota New York setelah menghabiskan waktu 5 jam perjalanan dari Washington D.C, aku melepaskan lelahku di dalam bus, memandang keluar jendela, aku melihat pepohonan tetap hidup meski tanah sudah mulai retak kekeringan; aku berpikir, pohon itu bisa kuat menahan musim yang silih berganti, bahkan pohon rela untuk kehilangan daun, bahkan rantingnya berusaha kokoh menahan angin yang dingin, sungguh banyak pelajaran yang di berikan oleh alam tentang bagaimana cara untuk tetap tegak dan tegar walau kehidupan tidak selamanya indah..
Demikian juga pada perjuangan ini, seorang aktifis harus mampu menerjang badai kehidupan, siap berkorban dan bertanggung jawab meskipun di ancam kematian saat diinterogasi oleh pihak kepolisian Indonesia dan melewati proses peradilan dan kemudian dipenjarakan. Tentu saja hal ini membutuhkan kesiapan mental dan hati karena sebuah cita-cita bangsa Melanesia yang harus diperjuangkan dan pengalaman masuk keluar penjara pemerintah kolonial Indonesia sejak tanggal 14 Desember 2000 dan 14 Desember 2002 membuatku berpikir strategis.
Perjuangan kepemimpinan harus ada regenerasi yang berbasis di tanah air. Maka aku menyiapkan pertemuan-pertemuan strategis di perbatasan Papua New Guinea dan Papua Barat dan menyiapkan konsep anti kekerasan dan workshop sejak tahun 1998, 1999 dan tahun 2000, kemudian pada tahun 2002, aku melakukan lobbying ke Pacific Islands Forum yang dilaksanakan di wilayah Melanesia Pasifik.
30 tahun kemudian, aku melanjutkan aktifitasku ke kota New York, adalah tanda bahwa cintaku pada perjuangan bangsa Melanesia akan terus diperjuangkan hingga keputusan PBB berpihak pada rakyat Papua Barat untuk merdeka dibawah Internasional Convention yang dianut oleh Organsiasi Dunia yang disebut PBB. Aku percaya, doa semua orang Papua Barat untuk sebuah kemerdekaan akan kita capai pada waktunya.
Perjuangan berlanjut....
By. Herman Wainggai
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://phaul-heger.blogspot.com/2019/02/30-tahun-sebuah-perjalanan-cinta-tanah.html