Titian Membebaskan Wilayah Dan Membawanya Ke Pangkuan Islam 9096
TITIAN
ProfilAsad bin Furat, Ulama Pembebas Kepulauan Sisilia 29 Januari 2019
ManhajMempelajari Sebab Kemunduran Umat Islam 28 Januari 2019
Tarbiyah JihadiyahAwas!!! Sifat Lalai Bisa Menyeretmu ke Api Neraka 27 Januari 2019
ManhajKarakter Jahiliyah Modern, Menjauhkan Manusia dari Hukum Allah 27 Januari 2019
Asad bin Furat, Ulama Pembebas Kepulauan Sisilia
Selasa, 29 Januari 2019 17:34
Foto: Peta Pembebasan Kepulauan SisiliaKIBLAT.NET – Pada tahun 212 H di daratan Sicilia, Italia salah seorang komandan berpidato di depan 10.000 tentara Muslim. Pidatonya berapi-api memberi semangat kepada mujahidin akan balasan Jannah bagi para syuhada. Umurnya yang mendekati kepala tujuh tidak mengurangi sedikitpun semangatnya.
Ketika pertempuran terjadi, dia mampu mengobrak abrik pasukan musuh ibarat singa yang terluka. Sesuai dengan namanya “Al-Asad”, pasukan musuh ia terkam hingga kemenangan jatuh di tangan umat Islam. Akhirnya, setelah penantian selama 75 tahun, Sicilia berhasil dibebaskan kaum muslimin di bawah komandan Asad bin Al-Furat.
Mengenal Asad bin Al-Furat
Menjadi seorang muslim yang berpengalaman dalam salah satu bidang adalah suatu kebanggan tersendiri. Karena dengan keahlian itu, ia mampu berkontribusi dalam dakwah dan perjuangan. Apalagi menjadi seseorang yang multi talenta seperti tokoh yang akan kita bahas saat ini, ia adalah ulama, faqih, muhadits, mujahid, komandan mujahidin dan seorang laksamana sekaligus seorang hakim, yang tegas dalam masalah sunah dan bid’ah. Perjalanan hidupnya selalu berada di atas jalan Allah hingga menjemput maut.
Dia adalah amir mujahidin Abu Abdullah Asad bin Al-Furat bin Sinan. Lahir pada 142 H di Kota Harran. Kendati lahir di daratan Asia, Asad tumbuh dan berkembang di Afrika mengikuti ayahnya, Al-Furat bin Sinan. Ayahnya adalah seorang komandan mujahidin yang melakukan ekspedisi ke Maroko bersama pasukannya pada 144 H.
Asad bersama ayahnya menetap di Qairawan. Di kota ini, ia tumbuh menjadi sosok pecinta Ilmu dan Al-Quran. Sedari kecil ia menghafal Al-Quran hingga pada usia delapan belas tahun didapuk menjadi pengajar kitabullah.
Setelah ilmu tentang Al-Quran ia lahap habis, Asad mulai belajar ulum syar’iyah sampai faqih dalam ilmu fiqih. Dia menyukai bahasan tentang perkara furu’iyah dalam fiqih dan masalah pemikiran pada madzab Abu Hanifah sampai bertemu dengan Ali bin Ziad. Tokoh inilah yang mengenalkan Asad dengan madzab Imam Malik bin Anas di Maroko dan memperdengarkan padanya kitab Al-Muwatha’. Asad pun mulai tertarik dan mendalami madzab Maliki dan melanjutkan perjalanan panjang mencari ilmu ke arah timur pada tahun 172 H.
Sampai di Kota Nabi
Semangat thalibul ilmi membuat Asad bertekad ingin mempelajari Al-Muwatha’ dari penulisnya. Imam Malik bin Anas membagi jam mengajar Al-Muwatha’ menjadi tiga kelompokKelompok pertama adalah para penduduk MadinahKelompok kedua adalah orang-orang MesirKelompok tiga adalah bebas siapapun selain dari dua kelompok satu dan dua.Imam Malik secara pribadi telah melihat gelagat Asad yang begitu bersemangat mencari ilmu. Maka, penulis Al-Muwatha’ ini memasukkan Asad ke dalam kelompok kedua bersama orang-orang Mesir. Namun, semangat Asad lebih menggebu dari apa yang dibayangkan Imam Malik.
Sang Imam pun memberikan jam khusus untuk putra Al-Furat ini hingga seluruh isi Al-Muwatha’ habis diperdengarkan padanya. Asad pun merasa jika ia berlama-lama di Madinah, ia akan kehilangan kesempatan mempelajari ilmu yang lain di luar sana. Maka, setelah ia rampung mempelajari Al-Muwatha’, kakinya melangkah menuju Iraq.
Di Iraq, Asad bertemu dengan murid senior Abu Hanifah yang termasuk perawi hadits ternama, Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani. Ia juga bertemu dengan Qadhi Abu Yusuf, juga termasuk murid senior Abu Hanifah yang cukup dikenal. Mulailah Asad mempelajari madzab Hanafi dan kebanyakan menyimak ketsiqahan dalam hadits.
Asad merasa mendapatkan banyak ilmu baru dari Muhammad bin Hasan dan ia telah menulis banyak permasalahan masyhur di madzab Hanafi.
Asad pun melanjutkan perjalanan thalabul ilmi di Iraq antara mendengarkan hadits dan mempelajari ilmu fikih hingga tahun 179 H. Di tahun inilah Imam Malik wafat dan tersebarlah berita duka ini hingga ke Iraq.
Semua orang yang pernah mendengar hadits dari Imam Malik berbondong-bondong melakukan takziah. Asad merasa sangat terpukul karena tidak bisa mendampingi sang Imam di saat- saat hembusan nafas terakhirnya.Asad melakukan perjalanan ke Mesir bersama dua orang murid Imam Malik yang dikenal wara’ dan alim; Ibnu Wahab dan Ibnul Qasim.
Awalnya Asad mendekati Ali Ibnul Wahab, ia menyodorkan sebuah kitab yang ia tulis yang berisi tentang permasalahan di madzab Hanafi. Asad meminta Ibnu Wahab untuk menjawab semua permasalahan itu menurut madzab Maliki. Namun, Ibnu Wahab menolak dan berlepas diri dari hal itu. Selanjutnya, Asad mendatangi Ibnul Qasim dengan maksud yang sama.
Berbeda dengan tanggapan Ibnul Wahab, Ibnul Qasim justru menjelaskan dengan gamblang persoalan itu dalam madzab Maliki sekaligus mengajarkan tentang ushul dan furu’. Bahkan, Ibnul Qasim juga menunjukkan beberapa rujukan untuk menjawab permasalahan itu dalam kitab Al-Murunah atau Al-Asadiyah sampai pada rujukan pertama fiqih Maliki di Maroko.
Akhirnya, Asad kembali ke kota Qairawan pada 181 H setelah menempuh perjalanan mencari ilmu yang cukup berat berpindah-pindah tempat dari Makkah, Madinah, Baghdad, Kufah dan Fustat. Perjalanan melelahkan ini membuat Asad menjadi ulama kibar di Maroko dan menjadi imam sekaligus telah mencapai derajat mujtahid.
BACA JUGA Penjelasan Abu Jabir Al-Syaikh Soal Konstelasi HTS dengan Faksi-faksi di Idlib
Kegiatan Ilmiah di Maroko
Setelah perjalanan berat menuntut ilmu di berbagai negara, Asad kembali ke Qairawan. Setibanya di kota dimana pertama kalinya mengenal ilmu ini, ia menjadi mercusuar ilmu di Afrika utara dalam bidang hadits dan ilmu fikih dengan adanya dua madrasah ; Hanafiah dan Malikiyah. Asad duduk di masjid Jami’ Aqabah untuk menerima orang yang datang untuk menuntut ilmu dan menanyakan suatu masalah dari berbagai daerah. Seluruh Maroko mengenal kemasyhuran Asad sebagai ulama besar hingga merambah daerah Andalusia.
Asad telah mencapai derajat mujatahid, maka ia tidak bisa hanya berpegang dengan salah satu pendapat saja. Ia berfatwa dengan apa yang sesuai menjadi ijtihadnya sendiri berpegang pada perkataan Ahlu Madinah (Malikiyah) dan Ahli Iraq (Hanafiyah) serta apa yang menurutnya itu benar. Suatu saat ia sedang duduk di sebuah majelis dan menyampaikan perkataan Ahlu Iraq, kemudian ada salah seorang masyayikh yang duduk bersamanya bermadzab Maliki dan berkata,”Ya Abi Abdillah, nyalakanlah lentera yang kedua”. Asad memahami maksud dari perkataan itu dan menjelaskan permasalahan itu dengan perkataan Ahlu Madinah atau madzab Maliki.
Asad, Sang Amir Mujahidin
Asad bukanlah tipe seorang ulama yang bersembunyi di belakang kitab semata, ia juga dikenal sebagai ulama yang terjun ke medan jihad fi sabilillah. Ia mewarisi kecintaan pada jihad dari ayahnya, Al-Furat bin Sinan yang juga seorang amir mujahidin Harran. Sejak kecil Asad telah dibawanya untuk berjihad, maka dari itu Asad kecil tumbuh dalam nuansa jihad yang kental. Jiwa kepahlawanan, petualang telah melekat di dadanya sejak usia muda walaupun secara langsung ia tidak terlibat dalam pertempuran.
Afrika, terkhusus Tunisia berada di bawah kekuasaan daulah Aghlabid yang telah menjadi negara independen sejak 184 H. Namun, daulah ini tetap di bawah Daulah Abbasiyah. Pada permulaannya daulah mencanangkan panggilan jihad dan penyebaran dakwah islamiyah hingga pada akhirnya pandangan mereka pada saat itu tertuju pada laut Mediterania seperti Sisilia, Corsica, Serdanih dan lainnya, tetapi fokus saat itu tertuju pada Sisilia.
Pembebasan Pulau Sisilia
Sisilia adalah pulau terbesar di laut Mediterania dengan kekayaan yang besar. Pulau ini terkenal sebagai daerah penghasil biji-bijian: Olive (zaitun) dan anggur. Secara letak geografis, Sisilia juga mempunyai potensi untuk menjadi pusat perdagangan dunia. Maka, sejak jaman sahabat usaha untuk membebaskan pulau ini telah dilakukan, kemudian berlanjut pada era Abdullah bin Saad, Muawiyah bin Hadij, Uqbah bin Nafi’, Atha’ bin Rafi’ dan Abdurrahman bin Habib pada tahun 135 H.
Namun, saat itu sedang terjadi perselisihan internal di Maroko antara orang arab dan orang bar bar. Sedang saat itu kaum muslimin sibuk berjihad melawan musuh yang mengambil keuntungan dari perselisihan internal tersebut. Musuh ini menyerang pantai Maroko di wilayah Afrika. Serangan ini justru membuat kaum msulimin bersatu padu untuk melawan agresi Bizantium.
Masa itu di Sisilia sedang terjadi pergolakan dan perselisihan antara Kaisar Bizantium, Michael II dengan salah seorang laksamana Bizantium yang bernama Euphemius. Singkat cerita, Euphemius yang dalam transliterasi Arab disebut Femi ini melarikan diri dari Bizantium menuju ke arah Maroko. Femi bertemu dengan Ziyadatullah, Amir Aghlabid untuk mengajukan kerjasama. Pelarian Bizantium ingin membalas dendam dan mengembalikan kekuasaannya di Sisilia.
Ziyadatullah menganggap ini adalah waktu yang tepat untuk membebaskan Sisilia. Ide cemerlang ini sedikit terganjal adanya perjanjian damai yang sebelumnya telah disepakati. Maka, sang amir bertanya kepada dua hakim termasyhur saat itu yaitu Abu Mahriz Muhammad dan Asad bin Al-Furat. Abu Mahriz menyarankan untuk tetap menghormati perjanjian dengan pihak Bizantium dan memeriksa keaslian cerita dari Femi.
BERITA TERKAITSyamil Salmanovich Basayev, Generasi Imam Syamil Abad Ini (2/2) Kamis, 13 Desember 2018 11:29Syamil Salmanovich Basayev, Generasi Imam Syamil Abad Ini (1/2) Rabu, 12 Desember 2018 19:30Muhammad Barakah, Komandan Al-Qassam Pemilik Sepuluh Sanad Qiraat Ahad, 25 November 2018 10:00Maulana Samiul Haq, The Father Of Taliban Kamis, 15 November 2018 20:00Rifa’i Surur, Keluar Masuk Penjara Demi Memperjuangkan Syariat Islam Ahad, 28 Oktober 2018 06:45
Sedangkan Asad menyatakan mendukung rencana Amir untuk berjihad membebaskan Sisilia. Asad menjelaskan bahwa perjanjian dengan Bizantium telah batal karena mereka telah memenjarakan ribuan kaum muslimin dan arab. Asad menambahkan ini adalah waktu yang tepat untuk membebaskan Sisilia dan membawanya ke pangkuan Islam.
BACA JUGA Syaikh Utsaimin: Boleh Meminta Jabatan, Asalkan...
Akhirnya, dengan penuh optimisme dan keyakinan Ziyadatullah menyeru untuk berjihad membebaskan Sisilia. Seruan ini pun disambut dengan gegap gempita dan kapal-kapal segera disiapkan untuk menyeberang ke pulau Sisilia. PR besar setelahnya adalah siapa yang pantas memimpin pasukan besar ini? Suatu keputusan yang membuat Asad terhenyak adalah ketika Ziyadatullah mengangkat ia sebagai panglima. Posisinya sebagai qadhi tetap dan tidak berubah, justru mendapatkan tambahan amanah sebagai panglima pasukan. Ini adalah pertama kalinya terjadi di dalam sejarah arab dan Islam seorang muslim merangkap dua jabatan sebagai qadhi dan panglima perang.
Ziyadah memilih Asad karena alasan pengalaman dan kesalehan. Diharapkan bahwa sosok Asad bisa menjadi contoh bagi para tentara karena pada awalnya putra Al-Furat ini dikenal sebagai sosok yang ulet dan ulama besar. Asad pun menyanggupi amanah ini walau pada saat itu usianya menginjak kepala tujuh.
Pasukan yang dikomandani Asad terdiri dari orang Arab, Barbar, Muslim Spanyol dari Kreta dan sebagian orang Persia. Langkah Asad bergabung dalam pasukan ini juga diikuti ulama-ulama yang lain sekaligus menambah justifikasi bahwa langkah jihad ini benar-benar direstui para ulama yang ada. Menurut beberapa informasi yang ada pasukan ini terdiri dari 10.000 mujahid, 700 tentara berkuda dan 100 kapal. Armada Islam bergerak pada hari Sabtu, 15 Rabiul Awal 212 H ke arah selatan Sisilia. Setelah pasukan ini mencapai pelabuhan kota Sousse, Asad mengumpulkan para tentara untuk diberi wejangan dan motivasi sebelum masuk kancah peperangan. Inilah salah satu pidato Asad yang berkesan…
“Tiada Tuhan selain Allah, dan tiada yang patut disembah kecuali Allah. Wahai pasukanku, Saya bersumpah! Ayah dan kakekku menunjukku untuk mengucapkan perintah ini, bahkan aku tidak pernah tahu bahwa suatu hal telah dialami oleh seseorang. Gelar ini adalah pencapaianku dengan pena, bukan dengan pedang. Saya mendukung kalian untuk tidak berputus asa atau kelelahan sesaat dalam mencari ilmu! Carilah, Jagalah, Kembangkanlah, Konsistenlah, dan Bersabarlah terhadap segala kesusahan! Kalian akan dijamin (mendapatkan) tempat yang mulia pada kehidupan ini, dan keberuntungan di akhirat.” Ucap Asad dengan lantang.
Dalam pidatonya, dengan jelas ia mengatakan tidak pernah menyentuh pedang selama masa hidupnya. Asad tak hanya melecut semangat mujahidin untuk melawan musuh, tetapi juga memberikan stimulan agar memperluas pengetahuan mereka tentang perang dalam Islam. Jadi, tak hanya menjadi mujahidin yang tangguh dalam ilmu kemiliteran, tetapi juga paham etika Islam dalam peperangan. Inilah salah satu tujuan mengapa Ziyadatullah mengangkat Asad bin Al-Furat menjadi panglima tertinggi.
Bebasnya Sisilia dan Jejak Islam Pertama di sana
Setelah Asad mengakhiri pidatonya, datanglah Femi menawarkan bantuan kepada sang komandan untuk membebaskan Sisilia. Namun, Asad menolak bantuan itu dan lebih memilih untuk bertawakkal kepada Allah sebagaimana Rasulullah menolak bantuan Yahudi pada perang Uhud.
Pertempuran pertama melawan Balata, mujahidin mendapatkan kemenangan pertama. Balata langsung melarikan diri ke Castrogiovanni kemudian ke Calabria dan meninggal di sana. Dalam pertempuran pertama ini Asad memegang pedangnya erat-erat dan mengayunkan sekuat tenaga sambil qiraatul quran dan menyemangati bala tentaranya. Saking banyaknya jumlah musuh yang meregang nyawa karena pedangnya, darah menganak sungai hingga menggenangi mata kaki. Dahsyatnya pertempuran pertama ini membuktikan bahwa tekad Asad begitu membara walau telah uzur secara usia.
Setelah kemenangan ini, perjalanan dilanjutkan memasuki kota Sarquosa dan Balrum. Untuk menaklukkan Balrum, Asad mengepungnya dan berusaha memblokadenya agar tidak mendapatkan bantuan dari luar. Bahkan Qadhi seklaigus panglima ini berhasil membakar kapal bantuan dari Bizantium yang diperuntukkan untuk Balrum. Pada akhirnya Balrum pun jatuh dan dikuasai umat Islam.
Kemenangan umat Islam ini disambut dengan suka cita. Namun, tak berselang lama wabah penyakit kolera melanda para mujahidin termasuk komandan tertinggi pasukan umat Islam. Banyak korban berjatuhan dan Asad bin Al-Furat syahid pada bulan Sya’ban 213 H. Peperangan yang dahsyat tak juga membuatnya kehilangan nyawa, justru maut menjemput ketika kemenangan telah di tangan.
Semoga kita dapat mengambil pelajaran tentang perjuangan dan keuletan Asad bin Al-Furat dalam menuntut ilmu serta tekadnya melangkah di dunia jihad. Wallahu a’lam bi shawab.
Penulis: Dhani El_Ashim
Editor: ArjuSumberhttps://mvslim.com/piece-islamic-history-aghlabids-conquest-sicily/https://www.alukah.net/culture/0/111538/Asad bin Furat, Ulama Pembebas Kepulauan Sisilia - Kiblat
Bela Rumah Allah, Puluhan Ribu Laskar Islam Siap Bersiaga di Masjid Jogokariyan Selasa, 29 Januari 2019 17:21 0 Komentar
Foto: Masjid JogokariyanKIBLAT.NET, Yogyakarta – Ketua Takmir Masjid Jogokariyan, Muhammad Fanni Rahman mengaku mendapatkan simpati dan dukungan dari berbagai daerah. Puluhan ribu laskar Islam menyatakan kesiapan untuk bersiaga membela rumah Allah di Mantrijeron, Yogyakarta itu.
Fanni mengatakan banyak mendapat pesan dari laskar dari sejumlah daerah pascapenyerangan Masjid Jogokariyan. Menurutnya, jika pelaku penyerangan tak bisa dihadirkan dan menyatakan permintaan maaf, maka pihaknya akan mengadakan apel siaga umat Islam untuk membela kemuliaan masjid. Sebelumnya, tokoh Partai demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Mantrijeron berjanji untuk mempertemukan pelaku dengan pihak takmir Masjid Jogokariyan.
“Setelah ada kejadian itu langsung banyak sekali yang mengontak saya baik dari kawan kawan jogja, Solo, Klaten, Magelang, Pacitan, bahkan Jakarta mengontak saya,” kata Fanni kepada Kiblat.net di Masjid Jogokariyan, Senin (28/01/19).
“Saya minta untuk tenang dan jangan sampai melebar,” imbuhnya.Dalam mediasi yang difasilitasi pihak kepolisian, takmir Masjid Jogokariyan telah merima permintaan maaf yang disampaikan tokoh PDIP mantrijeron. Sementara, pihak parpol menjanjikan akan menghadirkan pelaku tersebut untuk bertemu dengan perwakilan masjid secara langsung di tempat netral.“Maka sekarang kami menunggu polisi, jika tidak kita akan mengadakan apel siaga umat Islam untuk membela kemuliaan masjid,” ungkapnya.
Fanni menyebut telah banyak kelompok laskar yang menyatakan kesediaannya untuk bersiaga di Masjid Jogokariyan. “Ada puluhan ribu massa yang siap ke sini. Karena ini masalah rumah Allah, sebetulnya sekarang permasalahan ini ada di tangan polisi,” imbuhnya.
BACA JUGA Takmir Desak Polisi Segera Selesaikan Kasus Penyerangan Masjid Jogokariyan
Saat takmir Masjid Jogokariyan ingin dipertemukan dengan pelaku, dan mendesaknya meminta maaf secara langsung kepada umat Islam. “Kami cuma mau dari pihak polisi memberi jembatan itikad baik pelaku untuk meminta maaf,” kata Fanni.
“Sebagian warga ada yang kena lemparan itu, tapi ngga terlalu parah. Yang kami sayangkan adalah kemuliaan masjid ini yang harus dibela,” tandasnya.
Reporter: Reno
Editor: Imam S.
TITIAN
ManhajMempelajari Sebab Kemunduran Umat Islam 28 Januari 2019
Tarbiyah JihadiyahAwas!!! Sifat Lalai Bisa Menyeretmu ke Api Neraka 27 Januari 2019
ManhajKarakter Jahiliyah Modern, Menjauhkan Manusia dari Hukum Allah 27 Januari 2019
ManhajAmbisi Kekuasaan dalam Perspektif Islam 19 Januari 2019
Bela Rumah Allah, Puluhan Ribu Laskar Islam Siap Bersiaga di Masjid Jogokariyan - Kiblat
BERITA TERKAITTakmir Desak Polisi Segera Selesaikan Kasus Penyerangan Masjid Jogokariyan Selasa, 29 Januari 2019 14:54Masjid Jogokariyan Diserang Gerombolan Orang Bersenjata Tajam, Begini Kronologinya Senin, 28 Januari 2019 21:48Otak Pembunuhan Wartawan Dapat Remisi, Istri Korban: Ini Tidak Adil Selasa, 29 Januari 2019 14:26Sekjen PPP Bilang Ucapan Said Aqil Hanya untuk Tarik Perhatian Selasa, 29 Januari 2019 13:29Tanggapi Tabloid Indonesia Barokah, TKN: Masjid dan Pesantren Bukan Tempat Kampanye Selasa, 29 Januari 2019 10:30
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
http://peceq.blogspot.com/2019/01/titian-membebaskan-wilayah-dan.html