Tadarrus Ramadhan Tolong Jaga 9 Adab Membaca Al Qur An
AL Qur’anul karim adalah firman Allah yang tidak mengandung kebatilan sedikitpun. Al quran memberi petunjuk jalan yang lurus dan memberi bimbingan kepada umat manusia di dalam menempuh perjalanan hidupnya, agar selamat di dunia dan di akhirat, dan dimasukkan dalam golongan orang-orang yang mendapatkan rahmat dari Allah Ta’ala. Untuk itulah tiada ilmu yang lebih utama dipelajari oleh seorang muslim melebihi keutamaan mempelajari Al-Qur’an. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sebaik-baik kamu adalah orang yg mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari) Al Qur’an adalah kalaamullah Ta’ala yang wajib diagungkan dan dimuliakan, sehingga hendaknya dibaca dalam keadaan yang paling baik. Berikut ini terdapat adab saat membaca al quran yang harus Anda perhatikan.
1 Hendaklah yang membaca Al-Qur’an berniat ikhlas, mengharapkan ridha Allah, bukan berniat ingin cari dunia atau cari pujian.
2.Membaca dalam keadaan suci, dengan duduk yang sopan dan tenang.
Dalam membaca Al-Qur’an seseorang dianjurkan dalam keadaan suci. Namun, diperbolehkan apabila dia membaca dalam keadaan terkena najis. Imam Haromain berkata, “Orang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan najis, dia tidak dikatakan mengerjakan hal yang makruh, akan tetapi dia meninggalkan sesuatu yang utama.” (At-Tibyan, hal. 58-59) Dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari datuknya, sesungguhnya Rasulullah SAW pernah menulis surat untuk penduduk Yaman yang isinya, “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an melainkan orang yang suci”. (HR. Daruquthni). Seseorang yang membaca Al Qur’an menggunakan mushaf, maka wajib berwudhu terlebih dahulu. Tidak boleh menyentuh mushaf Al Qur’an tanpa bersuci (berwudhu) terlebih dahulu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah menyentuh Al Qur’an kecuali orang-orang yang suci.” (HR. Al-Hakim) Jika seseorang membaca menggunakan hafalannya, maka disunnahkan untuk berwudhu sehingga boleh membaca tanpa berwudhu. Adapun orang-orang yang memiliki hadats besar, seperti dalam kondisi junub dan haidh, maka tidak boleh membaca Al Qur’an secara mutlak, baik membaca dengan mushaf atau dengan hafalan, sampai dia telah bersuci dari hadats besar tersebut. Hal ini kerana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Al Qur’an, kecuali dalam kondisi junub. Dan beliau membaca Al Qur’an setelah mandi besar.
3 Mengambil tempat yang bersih untuk membaca Al-Qur’an.
Oleh kerana itu, para ulama sangat anjurkan membaca Al-Qur’an di masjid. Di samping masjid adalah tempat yang bersih dan dimuliakan, juga ketika itu dapat meraih fadhilah i’tikaf. Imam Nawawi rahimahullah menyatakan, “Hendaklah setiap orang yang duduk di masjid berniat i’tikaf baik untuk waktu yang lama atau hanya sesaat. Bahkan sudah sepatutnya sejak masuk masjid tersebut sudah berniat untuk i’tikaf. Adab seperti ini sudah sepatutnya diperhatikan dan disebarkan, apalagi pada anak-anak dan orang awam (yang belum paham). Kerana mengamalkan seperti itu sudah semakin langka.” (At-Tibyan, hlm. 83).
4 Memulai membaca Al-Qur’an dengan membaca ta’awudz
Memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari syaitan yang terkutuk ketika hendak mulai membaca Al Qur’an (membaca ta’awudz). Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98) Hal ini kerana syaitan akan hadir untuk mengacaukan bacaan Al Qur’an tersebut, menimbulkan rasa was-was dan memalingkan pembaca dari merenungi (tadabbur) ayat-ayat Al Qur’an. Ketika seseorang meminta perlindungan kepada Allah Ta’ala dari syaitan yang terkutuk, Allah akan melindunginya dari gangguan syaitan tersebut. Sehingga seseorang akhirnya akan mendapatkan manfaat dari bacaan Al Qur’an tersebut. Inilah faidah dari membaca ta’awudz, yaitu untuk mengusir syaitan.
5 Membacanya dengan pelan (tartil) dan tidak cepat, agar dapat menghayati ayat yang dibaca.
Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang membaca Al-Qur’an (khatam) kurang dari tiga hari, berarti dia tidak memahami.” (HR. Ahmad dan para penyusun kitab-kitab Sunan) Sebagian sahabat membenci pengkhataman Al-Qur’an sehari semalam, dengan dasar hadits di atas. Rasulullah telah memerintahkan Abdullah Ibnu Umar untuk mengkhatam kan Al-Qur’an setiap satu minggu (7 hari).” (HR. Bukhori, Muslim). Sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin Mas’ud, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, mereka mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam seminggu.
6 Membaca “bismillahir rahmanir rahim” di setiap awal surat selain surat Bara’ah (surat At-Taubah).
7 Hendaknya ketika membaca Al-Qur’an dalam keadaan khusyu’ dan berusaha untuk mentadabbur (merenungkan) setiap ayat yang dibaca.
Hendaknya kita berusaha untuk memahami ayat Al Qur’an sesuai dengan kemampuan kita. Jika niat kita ikhlas dan benar, Allah Ta’ala akan memudahkan kita untuk memahami dan mengamalkan Al Qur’an. “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24) Dalam Al Qur’an terdapat berbagai masalah yang mudah dan jelas, yang boleh difahami oleh siapa saja, termasuk orang awam. Misalnya, berita tentang syurga dan neraka; adanya azab (hukuman) dan pahala; diharamkannya zina dan riba; juga kewajiban solat, zakat, puasa, semua itu terdapat dalam Al Qur’an. Dan boleh difahami oleh siapa saja kerana Al Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Adapun masalah-masalah yang memerlukan telaah lebih rinci dan ditil, maka ini adalah keistimewaan yang dimiliki oleh para ulama. Akan tetapi, semua orang boleh mengambil pelajaran dari Al Qur’an, baik ulama atau orang awam, sesuai dengan kemampuan dan kapasiti masing-masing. “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shaad: 29)
8 Membaguskan suara ketika membacanya.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim). Di dalam hadits lain dijelaskan, “Tidak termasuk umatku orang yang tidak melagukan Al-Qur’an.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maksud hadits ini adalah membaca Al-Qur’an dengan susunan bacaan yang jelas dan terang makhroj hurufnya, panjang pendeknya bacaan, tidak sampai keluar dari ketentuan kaidah tajwid. Dan seseorang tidak perlu melenggok-lenggokkan suara di luar kemampuannya.
9 Memperhatikan kondisi orang-orang di sekitarnya
Membaca Al-Qur’an dengan tidak mengganggu orang yang sedang solat, dan tidak perlu membacanya dengan suara yang terlalu keras atau di tempat yang ramai orang. Bacalah dengan suara yang lirih secara khusyu’. Rosulullah shollallahu ‘alaihiwasallam bersabda, “Ingatlah bahawasanya setiap dari kalian bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah salah satu dari kamu mengganggu yang lain, dan salah satu dari kamu tidak boleh bersuara lebih keras daripada yang lain pada saat membaca (Al-Qur’an).” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Baihaqi dan Hakim). Imam Nawawi rahimahullah menyatakan, “Hadis yang membicarakan tentang perintah untuk tadabbur banyak sekali. Perkataan ulama salaf pun amat banyak tentang anjuran tersebut. Ada cerita bahawa sekelompok ulama teladan (ulama salaf) yang hanya membaca satu ayat yang terus diulang-ulang dan direnungkan di waktu malam hingga datang Subuh. Bahkan ada yang membaca Al-Qur’an kerana tersangan mendalam mentadabburinya hingga pingsan. Lebih dari itu, ada di antara ulama yang sampai meninggal dunia ketika mentadabburi Al-Qur’an.” (At-Tibyan, hlm. 86). [ TOLONG BAGI BAGIKAN PAHALA ]
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
http://www.ustazcyber.com/2021/04/tadarrus-ramadhantolong-jaga-9-adab.html