Sucinya Hati Seseorang Hamba Allah Aamiin 8985
MENJADI PENGHUNI SYURGA KERANA TIADA HASAD.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik dia berkata, “Ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba beliau bersabda, ‘Sebentar lagi akan datang seorang laki-laki penghuni Surga.’ Kemudian seorang laki-laki dari Anshar lewat di hadapan mereka sementara bekas air wudhu masih membasahi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal.
Esok harinya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang laki-laki penghuni Surga.’ Kemudian muncul lelaki kemarin dengan kondisi persis seperti hari sebelumnya.
Besok harinya lagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang lelaki penghuni Surga!!’ Tidak berapa lama kemudian orang itu masuk sebagaimana kondisi sebelumnya; bekas air wudhu masih memenuhi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal .
Setelah itu Rasulullah bangkit dari tempat duduknya. Sementara Abdullah bin Amr bin Ash mengikuti lelaki tersebut, lalu ia berkata kepada lelaki tersebut, ‘Aku sedang punya masalah dengan orang tuaku, aku berjanji tidak akan pulang ke rumah selama tiga hari. Jika engkau mengijinkan, maka aku akan menginap di rumahmu untuk memenuhi sumpahku itu.’
Dia menjawab, ‘Silahkan!’
Anas berkata bahwa Amr bin Ash setelah menginap tiga hari tiga malam di rumah lelaki tersebut tidak pernah mendapatinya sedang qiyamul lail, hanya saja tiap kali terjaga dari tidurnya ia membaca dzikir dan takbir hingga menjelang subuh. Kemudian mengambil air wudhu.
Abdullah juga mengatakan, ‘Saya tidak mendengar ia berbicara, kecuali yang baik.’
Setelah menginap tiga malam, saat hampir saja Abdullah menganggap remeh amalnya, ia berkata, ‘Wahai hamba Allah, sesungguhnya aku tidak sedang bermasalah dengan orang tuaku, hanya saja aku mendengar Rasulullah selama tiga hari berturut-turut di dalam satu majelis beliau bersabda, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang lelaki penghuni Surga.’ Selesai beliau bersabda, ternyata yang muncul tiga kali berturut-turut adalah engkau.
Terang saja saya ingin menginap di rumahmu ini, untuk mengetahui amalan apa yang engkau lakukan, sehingga aku dapat mengikuti amalanmu. Sejujurnya aku tidak melihatmu mengerjakan amalan yang berpahala besar. Sebenarnya amalan apakah yang engkau kerjakan sehingga Rasulullah berkata demikian?’
Kemudian lelaki Anshar itu menjawab, ‘Sebagaimana yang kamu lihat, aku tidak mengerjakan amalan apa-apa, hanya saja aku tidak pernah mempunyai rasa iri kepada sesama muslim atau hasad terhadap kenikmatan yang diberikan Allah kepadanya.’
Abdullah bin Amr berkata, ‘Rupanya itulah yang menyebabkan kamu mencapai derajat itu, sebuah amalan yang kami tidak mampu melakukannya’.”
Sumber: Az-Zuhdu, Ibnul Mubarak, hal. 220
Kembara Mencari Redha - Halaman Utama
Khutbah Jumat: Mempersembahkan Ketundukan Total Kepada Allah Kamis, 22 November 2018 17:49 0 Komentar
Foto: Khutbah JumatKhutbah Pertamaاَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُإِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ:يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا و أَنْنمْ مُسْلِمُونَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًايَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا أما بعد: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِJamaah Jumat rahimakumullahDalam sebuah riwayat dari Imam An-Nasai tersebutlah sebuah kisah tentang Arab badui yang berperang bersama Nabi. Dikabarkan pada Perang Khaibar, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam membagikan ghanimah kepada kaum muslimin. Nabi memberikan bagian kepada para sahabat yang membuat mereka bergembira, akan tetapi ketika pembagian sampai kepada si Badui, tiba-tiba dia menolaknya sembari berkata, “Apa ini?” Para sahabat menjawab, “Ini adalah bagian ghanimah untukmu yang berasal dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.”Mendapatkan jawaban para sahabat, si Badui terpaksa mengambil bagian ghanimah itu tetapi kemudian dia menghadap Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Sesampai di hadapan Nabi, si Badui bertanya, “Harta apakah ini?” “Ini adalah bagian ghanimah yang aku bagi untukmu.” jawab Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.Kembali orang Badui itu berkata, “Bukan karena perkara ini aku mengikutimu, akan tetapi aku mengikutimu karena aku ingin agar suatu saat nanti aku terkena lemparan panah di sini—sambil menunjuk ke lehernya—sehingga aku terbunuh dan masuk jannah karenanya.” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau jujur kepada Allah, maka Allah akan mengabulkan permintaanmu.”Benar saja, setelah perang berikutnya berlalu, ia pun mencapai apa yang diinginkannya. Ia syahid sebagaimana yang dicita-citakannya. Para sahabat mendapati jasadnya dalam keadaan lehernya tertusuk anak panah. Tepat seperti yang diucapkannya di hadapan Nabi. Karena itu, jenazahnya pun oleh nabi dikafankan dengan jubah beliau. Lalu beliau, bersabda, “Ya Allah, ini adalah hamba-Mu. Dia keluar dalam rangka berhijrah di jalan-Mu, lalu ia terbunuh sebagai syahid dan aku menjadi saksi atasnya,” (HR. An-Nasa’i)Jamaah Jumat rahimakumullahKisah di atas hanyalah salah satu di antara sekian banyak kisah pengorbanan para sahabat. Keteguhan para sahabat dalam berjuang memang tidak ada bandingannya. Semua hidupnya dipertaruhkan demi kejayaan Islam. Mereka mencintai AllahTa’ala dan Allah pun cinta terhadap mereka.
BACA JUGA Khutbah Jumat: Peduli Muslim Uighur
Hidup mereka selalu dalam keberkahan dan keridhaanNya. Kejujuran iman adalah kuncinya. Karena itu, Abdullah bin Mas’ud mengungkapkan:“Allah mendapati hati para sahabat beliau adalah hati yang paling baik. Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka sebagai para pendukung Nabi-Nya yang berperang demi membela agama-Nya. Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin (para sahabat), pasti baik di sisi Allah. Apa yang dipandang buruk oleh mereka, pasti buruk di sisi Allah.” (Imam Ahmad dalam al-Musnad, I/379, no. 3600)Jamaah Jumat rahimakumullahIman yang jujur pasti akan melahirkan amal yang ikhlas. Sifat ini menjadi tuntutan utama yang harus dijiwai oleh setiap umat Islam. Apapun bentuk amalannya, keikhlasan harus selalu diutamakan. Sebab, percuma dan nihil hasilnya jika amalan jauh dari keikhlasan. Tuntutan ini berulang kali diingatkan dalam ayat al-Qur’an. Di antaranya:وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, ..” (QS. Al-Bayyinah: 5)Ikhlas dalam beribadah yang dituntut tidak hanya ucapan di lisan atau sebatas pengetahuan semata. Namun perintah itu benar-benar dihadirkan dalam amal nyata. Yaitu meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang pantas untuk menggantungkan segala pengharapan, beribadah hanya kepadaNya semata dan siap melaksanakan seluruh syariat yang diturunkanNya tanpa ada kata “tapi”Konsekuensinya, siapa pun yang jujur dengan keimanannya, ia pasti akan menentang kesyirikan dalam bentuk apa pun juga. Tunduk sepenuhnya dengan hukum dan ketatapan Allah ta’ala. Ia pantang melakukan sesuatu yang bertentangan atau menandingi aturan yang telah ditetapkan Allah. Baginya, semua persoalan hidup tidak boleh lepas dari tuntunan Al-Qur’an dan As-sunnah.“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).” (QS. Al-‘Araf: 3)Jamaah Jumat rahimakumullahDalam sebuah ayat yang lain, Allah ta’ala berfirman:أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Asy-syura: 21)Lafaz diin dalam surat Asy-Syura di atas dan perintah mengikuti apa yang diturunkan Allah dalam surat al-Araf: 3 yang dibacakan di atas, keduanya tidak hanya berkaitan dengan persoalan keyakinan atau syiar ibadah semata. Namun kedua ayat ini mencakup persoalan tahlil (menghalalkan/membolehkan) dan tahrim (mengharamkan/melarang). Dari sini dapat disimpulkan bahwa siapa pun yang jujur dengan keimanannya, ia mesti harus memerhatikan tiga hal; bagaimana kelurusan akidahnya, ibadahnya dan aturan hidupnya. Ketika ketiga hal ini tidak bersumber dari yang telah Allah tetapkan, maka ada yang cacat dalam imannya. Belum ada rasa untuk totalitas dalam menerima konsekuensi iman. Dan ini pertanda keimanannya tidak jujur. Perhatikan bagaimana Allah menceritakan keyakinan orang-orang musyrik zaman dahulu:وَقَالَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا عَبَدْنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ نَحْنُ وَلا آبَاؤُنَا وَلا حَرَّمْنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ“Dan orang musyrik berkata, ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apa pun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak (pula) kami mengharamkan sesuatu pun tanpa (izin)-Nya..,” (QS. An-Nahl; 35)BACA JUGA Didatangi Dubes Arab Saudi Baru, Begini Komentar Ketum PBNU Said Aqil SirojLalu, ketegasan ini Allah sebutkan lagi ketika menyebutkan ciri-ciri orang munafik yang tidak mau totalitas dalam beriman. Menerima hukum Allah sebagai aturan hidup menjadi standar keimanan seseorang. Karena itu, ketika ada yang tidak rela diatur seluruh persoalannya hidupnya dengan hukum Allah, maka Allah sebutkan sebagai orang munafik yang tidak jujur dalam beriman.وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَىٰ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا“Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS. An-Nisa: 61)Jamaah jumat rahimakumullahDalil di atas semakin memperjelas bahwa ibadah yang diharapkan oleh Allah dari hambanya adalah meyakini ke-Esaan Allah dalam hal uluhiyah dan rububiyah. Tidak cukup hanya perkara ibadah mahdhah seputar shalat, puasa, zakat dan sebagainya. Namun juga mencakup seluruh aspek hidup lainnya. Baik dalam urusan politik, ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya. Dalam semua aturan itulah, Allah Ta’ala hendak menguji kejujuran iman seseorang. Siapkah dia menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam menetapkan undang-undang? Atau masih ada rasa memilah-milih sesuai dengan keinginan hawa nafsunya?اَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُKhutbah Kedua:اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًاأَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَاَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْKhutbah Jumat: Mempersembahkan Ketundukan Total Kepada Allah - Kiblat
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
http://peceq.blogspot.com/2019/01/sucinya-hati-seseorang-hamba-allah.html