Siswi Peraih 700 Piala Tak Diterima Di Sma Mana Pun Ini Penjelasan Disdik Jakarta
Dinas Pendidikan DKI Jakarta memberikan penjelasan mengenai tak diterimanya Aristawidya Maheswari (15) di SMA mana pun pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021.
Arista merupakan siswa berprestasi peraih 700 piala yang merupakan alumnus SMPN 92 Jakarta.
Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Syaefuloh Hidayat menjelaskan, Arista memang mengikuti beberapa jalur pada PPDB tahun ini.
Pertama, Arista mendaftar jalur afirmasi pada tanggal 19 Juni. Ia memilih SMA 12, SMA 6, dan SMA 121, tetapi belum berhasil diterima karena kalah dari segi usia.
“Seleksinya yang pertama adalah memenuhi kriteria afirmasi. Seleksi kedua memang kita menggunakan usia. Memang Arista ini usianya 15 tahun 8 bulan 2 hari pada saat PPDB,” ucap Syaefuloh saat dihubungi Kompas.com, Kamis (9/7/2020).
Kemudian, Arista juga mengikuti jalur zonasi pada tanggal 26 Juni. Dia mendaftar di SMA 36, 59, dan SMA 53, tetapi belum lolos juga.
“Kemudian memang ikut juga jalur prestasi akademis yang menggunakan nilai rapor. Nilai Arista ini 7.763 daftar di SMA 12 dan 21, sementara di SMA 12 itu nilai paling rendahnya 8.265 dan SMA 21 paling rendahnya 8.486,” kata dia.
Selanjutnya Arista juga mencoba jalur prestasi non-akademis. Meski dia memiliki prestasi yang sangat banyak, Syaefuloh mengklaim bahwa Arista tak diterima lantaran prestasi tertinggi dalam bidang seni rupa adalah kejuaraan tingkat kotamadya.
Sementara itu, ketentuan Disdik DKI untuk jalur prestasi non-akademik adalah untuk tingkat SMA haruslah pernah mendapatkan juara tingkat provinsi, nasional, dan internasional.
“Sehingga, yang bersangkutan tidak dapat. Memang prestasinya banyak, juaranya banyak, sertifikatnya banyak, hanya yang tertingginya baru tingkat wali kota. Sementara yang lain-lain itu yang lain para pesaingnya adalah tingkat nasional, tingkat internasional, sama tingkat DKI,” ujar dia.
Arista sendiri sempat mengungkapkan bahwa dia pernah meraih, antara lain Juara III Lomba Cipta Seni Pelajar tingkat nasional dan Juara I Festival Lomba Kementerian Perhubungan.
Namun, menurut Syaefulah, berdasarkan unggahan Arista pada sistem, kedua juara tersebut tak disertakan.
“Yang di-upload ke dalam sistem itu adalah sertifikat juara 1 tingkat kota. Kami kan melihat fakta,” kata dia.
Disdik Menawarkan Arista Alternatif
Karena gagal pada keempat jalur tersebut, Disdik kemudian menawarkan Arista untuk mencoba jalur tahap akhir.
Syaefuloh menuturkan, Dinas Pendidikan menugaskan Kepala Bidang PAUD untuk bertemu dengan Arista.
“Dan kita coba sarankan untuk ikut di jalur tahap akhir tanggal 7-8 Juli. Di situ juga ditawarkan atau kalau mau ikut ke PKBM negeri yang paket kesetaraan, tapi yang bersangkutan menolak, enggak mau,” lanjut Syaefuloh.
Selain itu, Arista juga ditawarkan untuk masuk ke sekolah swasta yang dekat dengan rumahnya.
Lalu pada tanggal 7 dan 8 Juli, siswa 15 tahun tersebut kembali mendaftar online di jalur tahap akhir dengan memilih sekolah di SMA 12 jurusan IPS.
Sayangnya, nilai Arista juga tak mencukupi lantaran SMA 12 jurusan IPS mengharuskan bobot nilai 7.800.
Selain itu, ia juga memilih jurusan IPA di SMA yang sama, tetapi kembali tak diterima lantaran bobot nilai jurusan tersebut adalah 7.900.
“Kemudian pilih juga SMA 21 jurusan IPS itu pilihan rendahnya nilai terendahnya 7.800, kemudian beliau juga SMA 36 jurusan IPS itu, kemudian dia juga (pilih) SMA 45, SMA 102, itu nilai terendahnya 7.700. Sehingga, sampai dengan tanggal 8 itu belum lulus kalau ngikutin sekolah-sekolah yang tadi Arista sempat biding,” ungkap Syaefuloh.
Selanjutnya pada tanggal 8 Juli, Disdik juga sempat menugaskan kepala seksi beserta 1 orang kepala SMA untuk menyarankan dan memberikan portofolio.
Dengan nilai 7.763, Arista masih dimungkinkan dapat diterima di SMA Negeri 115. Namun, Arista disebut tidak berminat dengan tawaran tersebut.
“Tapi, waktu itu yang bersangkutan tetap keukeuh enggak mau ke 115, kita kan enggak bisa memaksakan,” tuturnya.
Kemudian pada tanggal 8 Juli pukul 15.01 WIB, saat jalur tahap akhir ditutup, Arista baru menyampaikan bahwa dia berminat masuk ke SMA 115.
Sayangnya sudah tak bisa lantaran sistem online tertutup otomatis dan tak ada pendaftaran manual.
“Kemudian pukul 15.01 beliau baru menyampaikan ke kita kalau oke saya mau mendaftar di 115 sistemnya sudah tutup. Sudah enggak bisa lagi, kami udah enggak bisa memasukkan itu,” kata dia.
Meski demikian, Syaefuloh mengaku bakal kembali mengutus jajarannya untuk menawarkan Arista masuk ke sekolah swasta.
“Kami tetap menawarkan ada PKBM paket kesetaraan paket C itu negeri dan menurut kami tidak ada bedanya antara kesetaraan dengan SMA formal. Kemudian kami juga tawarkan kalau mau ke SMA swasta ini akan dampingi kalau bicara kesulitan kita bantu komunikasi dengan sekolah,” tutupnya.
Arista Gagal PPDB Berulang Kali
Nenek Arista, Siwi Purwanti (60), sudah mendaftarkan cucunya melalui beberapa jalur PPDB, mulai dari jalur prestasi non-akademik, afirmasi untuk pemegang Kartu Jakarta Pintar (KJP), zonasi, hingga prestasi akademik.
Namun, Arista selalu gagal meraih kursi sekolah negeri melalui jalur-jalur PPDB tersebut.
Saat mengikuti jalur prestasi non-akademik, Arista gagal karena prestasinya diraih saat ia duduk di bangku sekolah dasar (SD).
Padahal, Arista banyak meraih prestasi di bidang seni lukis. Total, ada 700 piala yang telah diraihnya selama mengikuti lomba seni lukis.
Penghargaan yang pernah ia raih, antara lain juara III lomba cipta seni pelajar tingkat nasional dan juara I festival lomba Kementerian Perhubungan.
“Kalau jalur prestasi syaratnya penghargaan yang diraih maksimal berjarak dua tahun saat dia (Arista) mendaftar PPDB. Karena prestasinya pas SD, jadi enggak bisa,” kata Siwi saat dikonfirmasi, Sabtu lalu.
Sementara itu, pada jalur afirmasi, Arista tak lolos lantaran faktor usia.
Banyak calon siswa yang diterima berusia lebih tua dibanding Arista.
Siwi kemudian mendaftarkan Arista melalui jalur zonasi. Namun, lagi-lagi Arista gagal karena faktor usia.
“Saya coba (mendaftarkan Arista di) enam sekolah, pertama di SMAN 12, 61, dan 21, gagal karena usia. Dicoba lagi ke SMAN 36, 59, dan 53, sama tidak keterima, kalah usia,” ungkap Siwi.
Tak patah arang, Siwi terus mengupayakan Arista agar bisa bersekolah di SMA negeri.
Siwi mendaftarkan Arista melalui jalur prestasi akademik. Akan tetapi, upayanya juga gagal karena faktor usia.
Sumber: kompas.com
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://islamidia.com/siswi-peraih-700-piala-tak-diterima-di-sma-mana-pun-ini-penjelasan-disdik-jakarta/