Sama Timbangan Antara Hal Baik Dengan Yang Sebaliknya 8986
Ashabul A’raf (Qs. Al A’raf 46-48)
Orang-Orang yang Timbangan Kebaikan dan Keburukannya Seimbang (Sama)
وَبَيْنَهُمَا حِجَابٌ وَعَلَى الأعْرَافِ رِجَالٌ يَعْرِفُونَ كُلا بِسِيمَاهُمْ وَنَادَوْا أَصْحَابَ الْجَنَّةِ أَنْ سَلامٌ عَلَيْكُمْ لَمْ يَدْخُلُوهَا وَهُمْ يَطْمَعُونَ .وَإِذَا صُرِفَتْ أَبْصَارُهُمْ تِلْقَاءَ أَصْحَابِ النَّارِ قَالُوا رَبَّنَا لا تَجْعَلْنَا مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ . وَنَادَى أَصْحَابُ الْأَعْرَافِ رِجَالًا يَعْرِفُونَهُمْ بِسِيمَاهُمْ قَالُوا مَا أَغْنَى عَنْكُمْ جَمْعُكُمْ وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَكْبِرُونَ.
“Dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada batas; dan di atas A’raaf itu ada orang-orang yang mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan tanda-tanda mereka. dan mereka menyeru penduduk surga: “Salaamun ‘alaikum[Mudah-mudahan Allah melimpahkan kesejahteraan atas kalian]”. mereka belum lagi memasukinya, sedang mereka ingin segera (memasukinya). Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu. Dan orang-orang yang di atas A’raaf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka mengenalnya dengan tanda-tandanya dengan mengatakan: “Harta yang kamu kumpulkan dan apa yang selalu kamu sombongkan itu, tidaklah memberi manfaat kepadamu.” (QS. Al A’raf 46-48)
Pada hari kiamat nanti manusia semuanya akan dihitung amalnya. Setelah penghitungan amal selesai, diberikan kepada setiap orang catatan dari amal perbuatan mereka itu. Bagi orang yang amal kebaikannya lebih banyak dari keburukannya maka tempat kembalinya adalah surga. Sebaliknya, orang yang amal keburukannya lebih banyak dari amal kebaikannya maka tempat kembalinya adalah neraka. Lalu bagaimana dengan orang yang antara amal kebaikan dan keburukan yang ia lakukan seimbang? Apakah mereka yang disebut dengan ashabul a’raf? Siapakah ashabul a’raf sebenarnya? Apakah ada tempat ketiga setelah surga dan neraka?
Pengertian Al A’raf
A’raf adalah jama’ dari urf yang artinya pagar yang tinggi yang diletakkan antara penduduk surga dan penduduk neraka. Adapun secara bahasa makna urf yaitu tempat yang tinggi. (Fathul Qadir, Juz III hal 39)
Ibnu Jarir berkata bahwa yang dimaksud disini adalah dinding sebagaimana yang disebutkan oleh Allah dalam firman Allah,
فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ
“Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa”. (Qs. Al Hadid 13)
Mujahid berkata : “Yang dimaksud a’raf adalah pembatas antara surga dan neraka.”
Ibnu Abbas berkata : “Ia adalah sebuah pagar “.
As-Sudi berkata : “Dinamakan a’raf karena penghuninya mengetahui keadaan manusia (yang ada di surga dan di neraka).” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/119)
Siapakah Ashabul A’raf?
Jumhur Ulama mengatakan bahwa ashabul a’raf adalah dari Bani Adam semuanya. Namun Muqatil berkata bahwa ini khusus ummat Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam. Wallahu A’lam.
Adapun jika melihat berdasarkan amalan yang mereka perbuat maka dalam hal ini ada beberapa pendapat diantaranya:
1.Kaum yang mati berperang di jalan Allah dalam keadaan bermaksiat kepada orang tuanya. Maksiatnya kepada orang tua menjadikan ia terhalang dari surga, jihadnya di jalan Allah menjadikan ia terhalang untuk memasuki neraka. Pendapat ini dikuatkan dengan sebuah riwayat dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. (HR. Tabrani, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini adalah hadits munkar (lihat As-Silsilah Ad-Da’ifah- Mukhtasharah 6/ 292, no 2791)
2.Kaum yang mana antara kebaikan dan keburukan yang mereka lakukan seimbang, kebaikan mereka tidak bisa menjadikan mereka sampai kesurga, sementara keburukan mereka tidak bisa menjadikan mereka sampai keneraka. Ini adalah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Huzaifah Asy-Sya’bi dan Qatadah.
3.Anak zina. Ini adalah diriwayatkan dari Shalih maula At-Tuamah dari Ibnu Abbas.
4.Kaum yang shalih, yang ahli ilmu fiqih dan ulama, keberadaan mereka di sana adalah dalam rangka menghibur diri mereka saja. Ini adalah diriwayatkan dari Al-Hasan dan Mujahid.
5.Kaum yang mana ayah mereka meridhai sementara ibunya tidak, begitu juga sebaliknya. Ini adalah diriwayatkan oleh Abdul Wahab bin Mujahid dari Ibrahim.
6.Orang yang mati pada zaman fatroh (zaman kekosongan Nabi). Dan mereka tetap dalam agama mereka, ini diriwayatkan dari Abdul Aziz bin Yahya
7.Para Nabi, pendapat ini diriwayat dari Ibnu Al-Anbari.
8.Anak orang-orang musyrik, ini disebutkan oleh Al-Manjufi dalam tafsirnya.
9.Kaum yang beramal karena Allah tetapi mereka riya dalam amalnya. (Zadul Masiir, juz 2/484)
10.Suatu kaum yang melakukan dosa kecil, akan tetapi dosa itu tidak terhapus dengan sakit dan musibah ketika mereka di dunia. Dan mereka juga tidak melakukan dosa-dosa besar. Maka dosa-dosa kecil itu menghalangi mereka untuk masuk surga.
11.Para malaikat yang bertugas memilah-milah siapa yang mu`min dan yang kafir sebelum mereka dimasukkan kedalam surga atau neraka. Namun pendapat ini perlu diteliti karena yang disebutkan dalam ayat Al-Quran adalah seorang laki-laki Ar Rijal). (Tafsir Al-Qurtubi, 7/212)
Ibnu Katsir berkata: “Semua pendapat ini adalah saling berdekatan, yang kembali kepada satu makna yaitu mereka adalah kaum yang kebaikan dan keburukannya sama”. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/121)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di berkata: “Pendapat yang shahih yaitu mereka (ashabul a’raf) adalah orang yang kebaikan dan keburukannya seimbang (sama)”. (Taisiriul Karimir Rahman fi Tafsiri Kalamil Manaan, 1/290)
Beberapa atsar sahabat yang berkenaan dengan hal ini diantaranya yaitu :
1.Huzaifah berkata: “Ashabul A’raf adalah kaum yang mana antara kebaikan dan keburukan mereka seimbang, kemudian Allah berfirman kepada mereka: “Masuklah surga dengan anugerah dan ampunanKu, pada hari ini janganlah kalian takut dan janganlah kalian bersedih hati”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam Tafsirnya, 12/453, no 14688. Atsar yang serupa dengan ini juga diriwayatkan oleh Al-Jama’ah.)
2.Ibnu Mas’ud berkata: “Pada hari kiamat manusia dihisab, barang siapa yang kebaikannya sedikit lebih banyak dari keburukannya maka ia masuk surga, barang siapa yang keburukannya sedikit lebih banyak dari kebaikannya maka ia masuk neraka”. Kemudian beliau membaca firman Allah pada surat Al-A’raf 8-9. Kemudian ia berkata: “Sesungguhnya timbangan akan menjadi ringan dengan amal meskipun sekecil zarrah, begitu juga sebaliknya, ia bisa menjadi berat dengannya.” Kemudian beliau berkata lagi : “Barang siapa yang kebaikan dan keburukannya seimbang (sama) maka ia adalah ashabul A’raf,…”. (Tafsir Ath-Thabari, 12/454)
Keadaan Ashabul A’raf dan Perbuatan yang Bisa Mereka Lakukan
Orang yang berada pada tempat ini bisa melihat keadaan orang-orang yang ada di surga dan orang-orang yang ada di neraka.
Asy-Syaukani mengatakan dalam tafsirnya: “Ashabul A’raf mengenali setiap penduduk surga dan penduduk neraka dengan beberapa tanda-tanda yang ada pada mereka, seperti penduduk surga wajahnya memutih sementara penduduk neraka wajahnya menghitam (Ali Imran 106), atau tanda-tanda bekas wudhu yang tampak pada anggota wudhu orang-orang mukmin, atau tanda-tanda lain yang Allah jadikan bagi setiap golongan yang mana dengan tanda-tanda itu ashabul A’raf mengetahui mana orang yang sedang berbahagia dan mana yang sengsara. (Fathul Qadir, 3/40)
Ibnu Mas’ud berkata : “Ketika mereka (ashabul a’raf ) berada di atas Shirath, mereka bisa mengetahui keadaan penduduk surga dan penduduk neraka. Maka apabila mereka melihat keadaan penduduk surga mereka berkata: “Keselamatan bagi kalian”, dan ketika mereka mengalihkan pandangan mereka kesebelah kiri mereka bisa melihat penduduk neraka, mereka berkata : “Ya Allah jangan jadikan kami bersama orang-orng dhalim”. Mereka berlindung kepada Allah dari neraka yang mereka lihat itu. Adapun orang yang banyak berbuat kebaikan, maka mereka diberi cahaya, yang mana cahaya itu berada didepan mereka dan samping kanan mereka dan mereka berjalan dengannya. Pada hari itu setiap hamba dan ummat diberi cahaya. Maka ketika mereka semua sampai di atas Sirath¸ Allah mencabut cahaya orang-orang munafik, ketika ahli surga melihat apa yang terjadi pada orang munafik maka mereka berkata : “Ya Tuhan kami sempurnakanlah cahaya kami”. Adapun ashabul a’raf cahaya mereka hanya ada di arah depan saja. Itulah yang difirmankan oleh Allah : “mereka belum lagi memasukinya, sedang mereka ingin segera (memsukinya).” Kemudian Ibnu Mas’ud berkata lagi : “Bagi seorang hamba apabila ia mengerjakan amal kebaikan maka ditulis baginya sepuluh, dan jika ia melakukan keburukan maka tidaklah ditulis baginya kecuali satu keburukan saja. Maka celakalah orang yang satu amalnya mengalahkan sepuluh amalnya”. (Tafsir Ath-Thabari 12/454, juga disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, 3/419)
Adh-Dhahak mengatakan dari Ibnu Abbas: “Penghuni A’raf itu jika mereka memandang kearah penghuni neraka yang mereka kenal, mereka mengatakan : ‘Ya Rabb kami, janganlah engkau tempatkan kami bersama orang-orang dhalim’“. (Tafsir Ibnu Katsir 3/422)
Akhir Perjalanan Ashabul A’raf
Ibnu Abbas berkata : “Sesungguhnya Allah memasukkan Ashabul A’raf kedalam surga, yaitu Allah berfirman yang artinya: “Masuklah kalian kedalam surga, tidak ada ketakutan bagi kalian, dan janganlah kalian bersedih hati”.”
Adh-Dhahak berkata : “Sesungguhnya Allah memasukkan ashabul a’raf kedalam surga setelah ahli surga memasukinya, yaitu firmanNya yang artinya : “Masuklah kalian kedalam surga, tidak ada ketakutan bagi kalian dan janganlah kalian bersedih hati”.” Seperti hal ini juga dikatakan oleh As-Sudi.
Ashabul A’raf merupakan salah satu golongan yang akan mendapat syafa’at dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam.
Imam Ath-Thabarani meriwayatkan, bahwa Ibnu Abbas berkata:
السَّابِقُ بِالْخَيْرَاتِ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ، وَالْمُقْتَصِدُ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِرَحْمَةِ اللَّهِ، وَالظالِمُ لِنَفْسِهِ، وَأَصْحَابُ الأَعْرَافِ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِشَفَاعَةِ مُحَمَّدٍ
“Orang-orang yang berlomba-lomba dalam kebajikan memasuki surga dengan tanpa hisab, orang yang pertengahan memasuki surga dengan rahmat Allah, dan orang yang menzalimi diri mereka sendiri dan ashabul a’raf mereka masuk surga dengan syafa’at dari Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam.” (Al-Mu’jam Al-Kabir Lith-Thabrani, 9/391, no 11292)
Referensi
Tafsir Ibnu Katsir
Tafsir Ath-Thabari
Fathul Qadir, Imam Asy-Syaukani
Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi
Tafsir Al-Qurtubi
Taisirul Karimir Rahman fii tafsir kalamil manaan, Syaikh Abdurrahman bin Nashr As-Sa’di.
Al-Mu’jam Al-Kabir Lith-Thabarani
Kembara Mencari Redha - Halaman Utama
Khutbah Jumat: Ulama Su’, Menjual Agama Demi Syahwat Dunia
Kamis, 6 Desember 2018 10:28
Foto: Khutbah Jumat
Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي أَصْلَحَ الضَمَائِرَ، وَنَقَّى السَرَائِرَ، فَهَدَى الْقَلْبَ الحَائِرَ إِلَى طَرِيْقِ أَوْلَي البَصَائِرَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيُكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَنْقَى العَالَمِيْنَ سَرِيْرَةً وَأَزكْاَهُمْ سِيْرَةً، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَارَ عَلَى هَدْيِهِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ
قَالَ تَعَالَى: يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
وَقَالَ يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
وَقَالَ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا أَمَّا بَعْدُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Hidup di zaman yang penuh fitnah seperti ini, mencari sosok ulama yang rabbani menjadi semakin sulit. Nasib mereka berkisar antara dizalimi, difitnah, diusir, dipenjara atau bahkan dibunuh. Keadaan ini memberi pengaruh yang cukup besar bagi umat ini. Di tengah minimnya pengetahuan tentang agama, umat harus menghadapi berbagai macam syubhat yang dihembuskan oleh ulama su’ yang mengais-ngais pundi dollar di pintu penguasa.
Di antara ulama tersebut, mungkin ada yang tidak sadar dengan pemikirannya yang menyesatkan. Tapi tidak sedikit juga di antara mereka yang sengaja mendekati pintu penguasa demi mendapatkan kedudukan, ingin disediakan fasilitas atau mencari restu untuk muncul di media massa, baik cetak, televisi maupun radio supaya mereka bisa menjadi rujukan bagi orang banyak. Dengan begitu, mereka bisa leluasa memaksakan opini yang mereka buat.
قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَىٰ شَاكِلَتِهِ فَرَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ أَهْدَىٰ سَبِيلًا
“Setiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing, dan Rabbmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (Al-Isra’: 84).
Kepercayaan penguasa kepada ulama yang menyesatkan semacam ini menjadi semakin kuat. Dibuatkanlah mimbar-mimbar untuk mereka, setiap tulisan mereka disebarkan, berbagai macam media juga difasilitaskan. Sehingga kebatilan mereka menggema di seluruh penjuru dunia. Namun, sejatinya, itu semua adalah seperti buih lautan, banyak namun jauh dari berkah. فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً ۖ وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ
“Adapun buih maka akan hilang tak tersisa, sedangkan sesuatu yang bermanfaat bagi manusia akan tetap mantap di bumi.” (Ar-Ra’du: 17)
Jamaah Jumat Rahimakumullah
BACA JUGA Cerita 4 Penyelam Selamat Setelah Tergulung Tsunami Selat Sunda
Kemunculan dan ketenaran mereka bukan hanya akibat dari dibungkamnya para ulama sejati, atau karena hasil kerja keras mereka semata. Bukan seperti ini kenyataannya. Tetapi, hakikat kemunculan mereka itu dilatarbelakangi planning yang telah diatur dengan sedemikian rupa oleh lembaga-lembaga kajian barat, seperti Rand Corporation, lalu kemudian didiktekan kepada para penguasa.
Baca juga: Khutbah Jumat: Ulama Su', Menjual Agama Demi Syahwat Dunia - Kiblat
Hingga saat ini lembaga tersebut masih terus memberikan rekomendasi untuk menyerang setiap suara perlawanan yang diserukan oleh para ulama rabbani. Di sisi lain, lembaga ini juga mengangkat pamor tokoh agama, cendekia yang tunduk terhadap Barat. Menjalankan misi-misi Barat di tengah-tengah umat Islam.
Semua langkah ini mereka lakukan sebagai bentuk penyiapan lahan bagi para ulama kaki tangan para penguasa, sehingga mereka dengan leluasa dapat menyesatkan dan menipu umat. Serta berhasil menekuk lutut mereka di hadapan para musuh agama. Termasuk menyetir agama ini demi kepentingan penguasa dan para loyalisnya, yang sejatinya adalah musuh agama yang sebenarnya.
Mereka memberikan fatwa-fatwa yang dijadikan legitimasi syar’i untuk membenarkan kejahatan penguasa. Sehingga pemberlakuan undang-undang positif yang bertentangan dengan syariat Islam menjadi legal. Secara bersamaan status kekafiran yang disandang musuh agama semakin ringan, tentunya dengan jalan mengategorikan perbuatan itu sebagai kufrun ashgar (perbuatan kafir yang tidak membatalkan keislaman), atau bahkan sesekali menafikan ketentuan hukum (kekafiran) ini dengan menuduhnya sebagai salah satu prinsip pemikiran khawarij dan takfiri.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Bagi orang mukmin, hanya ada dua pilihan, tidak ada pilihan ketiga. Di tengah zaman penuh kesesatan yang tumpang tindih sekarang ini, di mana berbagai malapetaka menimpa umat islam silih berganti, maka tidak ada lagi pilihan untuk diam terhadap mereka yang menobatkan dirinya bagian dari ilmu dan dakwah, namun sejatinya merusak agama itu sendiri.
Sebagaimana Rasulullah SAW telah berpesan agar mereka memberikan kesaksian; bagi yang berbuat baik, harus diberi remomendasi baik, sedangkan bagi para penjahat juga harus diberi kesaksian bahwa mereka adalah orang jahat. Bahkan Rasulullah telah mengingatkan agar mereka berhati-hati, yaitu dalam sabdanya:
أَلَا لَا يَمْنَعَنَّ أَحَدَكُمْ هَيْبَةُ النَّاسِ أَنْ يَقُولَ بِحَقٍّ إِذَا رَآهُ أَوْ شَهِدَهُ، فَإِنَّهُ لَا يُقَرِّبُ مِنْ أَجَلٍ وَلَا يُبَاعِدُ مِنْ رِزْقٍ، أَنْ يُقَالَ بِحَقٍّ أَوْ يُذَكَّرَ بِعَظِيمٍ
“Perhatikanlah, jangan sampai seseorang dari kalian terhalangi untuk mengatakan kebenaran yang ia lihat dan saksikan hanya karena takut kepada manusia. Sebab, ketakutan ini sama sekali tidak mendekatkan ajalnya, juga tidak akan menjauhkan rezekinya hanya karena ia mengatakan kebenaran secara jujur atau karena ia mengingatkan seorang pembesar.” (HR. Ahmad)
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Intinya, tidak ada pilihan lain bagi orang mukmin yang telah memahami agama kecuali pilihan pertama, yaitu berkata jujur dan tegas dalam menyampaikan kebenaran dengan segala resiko dan konsekuensinya.
Perhatikan bagaimana ketegasan Imam Ahmad ketika mau dipenjara oleh penguasa pada saat itu, “Pantaskah aku mencari selamat untuk diriku dengan jalan menyesatkan umat?”
Selanjutnya dalam riyawat lain, dengan kalimat retorik, beliau berpesan kepada kaum muslimin, “Jika orang bodoh berbicara dengan kebodohannya, sementara ulama mendiamkannya karena takut, maka kapan kebenaran diketahui orang?”
Demikianlah sikap ulama sejati yang dirindukan umat hari ini. Ulama yang tidak pernah takut dalam menyampaikan kebenaran, meskipun harus rela disiksa dalam penjara atau bahkan mengorbankan nyawa sekalipun.
BACA JUGA Editorial: Bencana Terulang
اَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Keduaاَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًاأَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ، وَعَنْ أَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِيْنَ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنْ المُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعاً مَرْحُوْماً، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقاً مَعْصُوْماً، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْماً.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَ كُلاًّ مِنَّا لِسَاناً صَادِقاً ذَاكِراً، وَقَلْباً خَاشِعاً مُنِيْباً، وَعَمَلاً صَالِحاً زَاكِياً، وَعِلْماً نَافِعاً رَافِعاً، وَإِيْمَاناً رَاسِخاً ثَابِتاً، وَيَقِيْناً صَادِقاً خَالِصاً، وَرِزْقاً حَلاَلاً طَيِّباً وَاسِعاً، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجمع كلمتهم عَلَى الحق، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظالمين، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعَبادك أجمعين.
اللَّهُمَّ رَبَّنَا اسْقِنَا مِنْ فَيْضِكَ الْمِدْرَارِ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الذَّاكِرِيْنَ لَكَ في اللَيْلِ وَالنَّهَارِ، الْمُسْتَغْفِرِيْنَ لَكَ بِالْعَشِيِّ وَالأَسْحَارِ.
اللَّهُمَّ أَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاء وَأَخْرِجْ لَنَا مِنْ خَيْرَاتِ الأَرْضِ، وَبَارِكْ لَنَا في ثِمَارِنَا وَزُرُوْعِنَا يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ :
(( إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ ))
Khutbah Jumat: Ulama Su', Menjual Agama Demi Syahwat Dunia - Kiblat
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
http://peceq.blogspot.com/2019/01/sama-timbangan-antara-hal-baik-dengan.html