Ruu Pertanahan Bisa Jerat Pidana Warga Yang Tidak Mau Digusur
Rancangan Undang-undang tentang Pertanahan menuai kritik karena memuat ancaman pidana bagi pemilik tanah yang menyebabkan sengketa karena mempertahankan lahannya dari penggusuran.
RUU Pertanahan kini memasuki tahap finalisasi di parlemen. Ketua Komisi II DPR, Zainudin Amali menyatakan pihaknya akan menggelar rapat pengambilan keputusan terkait RUU Pertanahan pada Senin (23/9) pekan depan.
“Tanggal 23 [September], di Komisi II. Tapi kalau disitu enggak setuju ya enggak kita bawa ke paripurna. Kita fleksibel aja kalau misalnya masih ada yang beda-beda [pendapat],” kata Amali di Kompleks MPR/DPR, Jakarta, Kamis (19/9).
Panitia kerja (Panja) RUU Pertanahan sudah memberikan laporan kerja kepada Amali selaku ketua Komisi II. Ia menyebut sudah tak ada poin krusial yang dibahas dalam revisi peraturan tersebut.
Amali menyatakan semua fraksi dalam Panja tersebut sudah menyetujui semua poin yang terkandung dalam RUU Pertanahan.
“Jadi hasil penyerahan dari Panja ke komisi itu semua setuju. Tidak ada [catatan atau penolakan]. Tapi tetap sikap resminya di pandangan mini fraksi,” kata Amali.
Amali menegaskan RUU itu harus segera disahkan karena pembahasannya sudah berjalan selama 10 tahun di DPR. Bahkan, kata dia, Presiden Joko Widodo menargetkan RUU itu bisa disahkan bulan September 2019.
“Kita lihat saja, bahkan presiden menginginkan ini seperti itu [bulan ini],” kata Amali.
RUU Pertanahan yang disepakati tanpa perdebatan menandakan bahwa ancaman kriminalisasi terhadap masyarakat akan rentan terjadi bila RUU itu disahkan
Diketahui, sejumlah lembaga dan akademisi antara lain Komnas HAM, YLBHI, aliansi masyarakat adat AMAN mengkritisi beberapa pasal yang rentan menjadi celah kriminalisasi.
Di antaranya terdapat pada pasal 91 yang memuat ancaman kriminalisasi bagi masyarakat yang mempertahankan tanahnya dari penggusuran.
Pasal 91 Draft RUU itu berbunyi “Setiap orang yang menghalangi petugas dan/atau aparatur penegak hukum yang melaksanakan tugas pada bidang tanah miliknya atau orang suruhannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun denda paling banyak Rp500 juta”.
Tak hanya itu, masyarakat sipil turut mengkritik ancaman kriminalisasi dalam pasal 95.
Pasal itu menyebut setiap orang atau kelompok yang mengakibatkan sengketa lahan akan dipidana paling lama 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp15 miliar.
“Sudah [klir]. Tak ada perubahan… Nah sekarang di dalam RUU baru ini dia sistemnya stelsel positif, kalau yang sekarang kan negatif. Kalau sekarang harus yang punya tanah. Anda menyatakan ini tanah anda, dan disaksikan di sekitarnya. Nah kalau di kemudian suatu hari ada orang yang datang lantas mengklaim, Anda yang tanggung jawab. Harus gitu dong. Fair itu kan,” kata Amali menambahkan.
Sumber: cnnindonesia.com
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://islamidia.com/ruu-pertanahan-bisa-jerat-pidana-warga-yang-tidak-mau-digusur/