Ruu Cipta Kerja Disahkan Felix Siauw Sekarang Rakyat Tau Siapa Sebenernya Yang Anti Pancasila
Pengesahan Rancangan Undang-Undangan Omnibus Law Cipta Kerja mendapatkan respon keras dari berbagai pihak.
Aksi demonstrasi berujung ricuh hingga aksi mogok massal dilakukan untuk memprotes DPR dan pemerintah.
Di sosial media, perlawanan juga dilakukan dengan membuat sejumlah tagar yang kemudian menjadi trending.
Lembaga DPR diolok-olok, termasuk kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat.
Kritik juga disampaikan oleh Ustaz Felix Siauw.
Ia menyayangkan sikap DPR yang justru tidak berpihak kepada rakyat.
Padahal, keberadaan anggota DPR di parlemen merupakan representasi kehadiran rakyat dalam pemerintahan.
"Katanya DPR itu wakil rakyat, dan namanya wakil itu harusnya ya nurut sama yang ngasih tugas, manut ama atasannya, ya itu rakyat. Tapi agaknya kebanyakan wakil rakyat itu ga paham
Dulu, rakyat ga mau BBM naik, disurvei 90 persen ga rela, ya tetep aja dinaikin. Sekarang juga sama, omnibus law, apapun penjelasannya, rakyat gamau, eh digas juga, tengah malam lagi," tulis Ustaz Felix di akun Instagramnya, dikutip Wartakotalive.com, Rabu (7/10/2020).
Felix mempertanyakan, lalu sikap DPR tersebut mewakili siapa.
"Demi apa coba mereka gitu? Yang jelas bukan demi rakyat. Demi pengusaha kali? Tapi kok tega-teganya, ngadu rakyat bentrok ama polisi, jatuh banyak korban. Ini semua demi siapa sih?
Udah gitu masih juga muka tembok, kalo kata orang betawi, budeg. Bukan cuma diem seribu bahasa, mikrofon orang lain juga dimatiin. Nggak mau introspeksi, merasa bener sendiri, salahin orang lain."
Lebih lanjut, Felix mempertanyakan kembali segenap tudingan yang dilayangkan kepada sebagian ummat Islam.
Seringkali, orang-orang yang sekarang sepakat dengan UU Omnibus Law, menyebut sebagian ummat Islam dengan anti Pancasila.
"Jadi udah tau kan, bukan radikalisme yang mereka selalu koarkan yang jadi masalah, bukan juga intoleransi, bukan masalahnya. Tapi kerakusan, keserakahan, gila duit, itu yang buat hancur Indonesia
Selama ini mereka nuduh orang lain anti-pancasila, sekarang rakyat udah tau siapa yang sebenernya anti-pancasila, ya yang tukang tuduh itu. Emang omnibus law itu pancasilais?" tanya Ustaz Felix.
"Terus siapa sih yang dukung pemerintah yang ngotot omnibus law disahkan DPR sampe-sampe di tengah malem? Padahal siang aja biasanya mereka molor? Ya para buzzer dan influencer bayaran
Sekali lagi, demi apa sih mereka yang nge-sah-in undang-undang yang bikin rusuh ini? Udah ngeliat kekacauan kayak gini, kok masih aja tega-teganya pertahanin untuk bela pengusaha?
Memang susah kalau hidup itu hanya diukur dari banyaknya duit yang didapet ya. Itulah kenapa perlu Islam yang dijadiin sistem kepemimpinan. Supaya orang punya contoh, para pemimpin yang nggak bisa dibeli, karena jiwanya udah kebeli sama Allah," tandasnya.
Disahkannya Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang diwarnai penolakan oleh dua fraksi di DPR, yakni Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat.
Bahkan, sempat terjadi perdebatan antara Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan wakil dari fraksi Partai Demokrat Benny Kabur Harman jelang pengesahan RUU tersebut.
Persebatan tersebut tampak dari potongan video Rapat Paripurna DPR RI membahas pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja di gedung DPR RI, Senin (5/10/2020) viral di media sosial.
Politisi Demokrat itu menginterupsi pimpinan sidang, Azis Syamsuddin, yang hendak memberikan kesempatan kepada pemerintah memberikan pandangan.
Benny bersi keras meminta waktu satu menit untuk menyampaikan pendapat kepaa pimpinan sidang.
Permintaan tersebut ditolak Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
Azis akan memberikan waktu pada Benny K Harman menyampaikan pendapat setelah pemerintah memberikan padangan soal RUU Cipta Kerja.
Adu mulut sempat terjadi, keduanya saling memotong ucapan satu sama lain.
Pimpinan sidang Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin kemudian mengancam Benny K Harman untuk dikeluarkan dari ruang sidang jika tidak mengikuti aturan.
Keributan itu berakhir dengan Fraksi Partai Demokrat keluar dari ruang sidang.
"Tolong pak ketua pasal-pasal ini. Saya interupsi, satu menit," pinta Benny K Harman.
"Tidak, Anda bisa dikeluarkan kalau tidak mengikuti aturan. Saya pimpinannya," ujarnya.
Karena tak puas dengan aturan sidang, Benny K Harman dari Partai Demokrat mengatakan keluar dari ruang rapat.
"Kami dari Fraksi Partai Demokrat memilih walk out dari sidang paripurna," ujarnya.
Sikap kedua politisi itu disoroti masyarakat yang gusar dengan pengesahan RUU Cipta Kerja.
Tiga point tuai sorotan
Setidaknya terdapat tiga poin yang menjadi sorotan publik pascadisahkannya Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Disahkannya Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang diwarnai penolakan oleh dua fraksi di DPR, yakni Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat.
Langkah senyap DPR dan pemerintah dalam memuluskan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi UU akhirnya terwujud.
DPR mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU pada rapat paripurna yang digelar hari ini, Senin (5/10/2020).
"Baleg bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali: 2 kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan 6 kali rapat timus/timsin yang dilakukan mulai Senin sampai Minggu, dimulai pagi hingga malam dini hari," ujar Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agus.
"Bahkan masa reses tetap melakukan rapat baik di dalam maupun luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR," lanjutnya.
Tercatat, hanya fraksi PKS dan Partai Demokrat yang menolak disahkannya UU Cipta Kerja.
Sebelumnya, saat RUU Cipta Kerja menuai banyak sorotan dari publik.
Regulasi tersebut dinilai merugikan pekerja.
Berikut ini sejumlah sorotan terkait Omnibus Law Cipta Kerja:
Penghapusan upah minimum
Salah satu poin yang ditolak serikat buruh adalah penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan diganti dengan upah minimum provinsi (UMP).
Penghapusan itu dinilai membuat upah pekerja lebih rendah.
Padahal, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan tak boleh ada pekerja yang mendapat upah di bawah upah minimum.
Baik UMP dan UMK, ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi dan bupati/wali kota.
Penetapan UMK dan UMP didasarkan atas perhitungan Kebutuhan Layak Hidup atau KLH.
Jam lembur lebih lama Dalam draf omnibus law Bab IV tentang Ketenagakerjaan Pasal 78 disebutkan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak empat jam dalam sehari dan 18 jam seminggu.
Ketentuan jam lembur itu lebih lama dibandingkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, yang menyebut kerja lembur dalam satu hari maksimal 3 jam dan 14 jam dalam satu minggu.
Kontrak seumur hidup dan rentan PHK
Dalam RUU Cipta Kerja salah satu poin Pasal 61 mengatur perjanjian kerja berakhir pada saat pekerjaan selesai.
Sementara, Pasal 61A menambahkan ketentuan kewajiban bagi pengusaha untuk memberikan kompensasi kepada pekerja yang hubungan kerjanya berakhir.
Dengan aturan ini, RUU Cipta Kerja dinilai merugikan pekerja karena ketimpangan relasi kuasa dalam pembuatan kesepakatan.
Sebab, jangka waktu kontrak akan berada di tangan pengusaha yang berpotensi membuat status kontrak pekerja menjadi abadi.
Bahkan, pengusaha diniali bisa mem-PHK pekerja sewaktu-waktu.
Pemotongan waktu istirahat Pada Pasal 79 ayat 2 poin b dikatakan waktu istirahat mingguan adalah satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.
Selain itu, dalam ayat 5, RUU ini juga menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun.
Cuti panjang disebut akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Hal tersebut jauh berbeda dari UU Ketenagakerjaan sebelumnya yang menjelaskan secara detail soal cuti atau istirahat panjang bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun di perusahaan yang sama.
Mempermudah perekrutan TKA
Pasal 42 tentang kemudahan izin bagi tenaga kerja asing (TKA) merupakan salah satu pasal yang paling ditentang serikat pekerja.
Pasal tersebut akan mengamandemen Pasal 42 UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 yang mewajibkan TKA mendapat izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Jika mengacu pada Perpres Nomor 20 Tahun 2018, diatur TKA harus mengantongi beberapa perizinan seperti Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Visa Tinggal Terbatas (VITAS), dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).
Pengesahan RUU Omnibus Law akan mempermudah perizinan TKA, karena perusahaan yang menjadi sponsor TKA hanya perlu membutuhkan RPTKA saja.
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://www.bagibagi.info/2020/10/ruu-cipta-kerja-disahkan-felix-siauw.html