Perjuangan Hidup Wawan Setiawan Yatim Piatu Sejak Kecil Hingga Rela Kayuh Becak Dengan Satu Kaki Demi Hidupi Anak Istri
Setiap manusia pastilah memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing.
Tinggal bagaimana kita menyikapi kedua hal tersebut. Wawan Setiawan mungkin adalah salah satu contoh konkritnya.
Walaupun ia memiliki kekurangan, hal itu tak menghalanginya untuk tetap menafkahi keluarganya.
Setiap hari, dengan becak tua berwarna hijaunya ia berusaha mengais rezeki di sekitar Pasar Beringharjo dan pasar buku bekas.
Dengan pakaian lusuhnya, ia senantiasa menanti penumpang sembari berteduh di seberang Taman Budaya Yogyakarta (TBY).
Semilir angin yang berhembus terkadang membuatnya mengantuk.
Namun, setiap kali ada orang yang lewat, wajahnya kembali sumringah. Dengan ramah ia sapa dan tawarkan jasanya pada mereka.
Walaupun, dari pagi hingga siang ia belum mendapatkan satu penumpang pun, ia tak putus asa.
“Nama saya Wawan Setiawan. Wah hari ini masih sepi mas,” ujar Wawan Setiawan melansir dari Kompas.com di tempat mangkalnya di seberang TBY, Jumat (2/8/2019).
Ada yang berbeda dari becak milik Wawan. Pasalnya terdapat dua buah kruk di sisi kanannya.
Kruk itu ia gunakan untuk membantunya berjalan karena kaki kanannya sudah diamputasi. Oleh karena itu, ia mengayuh becaknya hanya dengan kaki kirinya.
Walaupun begitu, pria berusia 48 tahun tersebut tetap berjuang untuk menafkahi keluarganya.
“Kalau ngayuh becak dengan satu kaki. Ya berat, tapi tidak masalah, karena sudah terbiasa mas,” ungkapnya.
Wawan mengaku sanggup mengayuh becak dengan dua penumpang sekaligus.
Bahkan ia juga sanggup untuk melewati jalan menanjak dengan becaknya. Profesinya itu sudah ia lakoni sejak 1990.
Sebelum mencari nafkah di Yogya, ia pernah menarik becak di Magelang, Jawa Tengah.
Rela Tidur di Becak
Menjadi tukang becak merupakan jalan satu-satunya bagi Wawan untuk menghidupi keluarganya.
Pasalnya ia memiliki seorang istri dan dua anak yang masih berusia 2 tahun yang bergantung padanya.
Ia juga harus membayar sewa rumah kontrakan sebesar Rp600 ribu per bulannya.
“Prinsip saya satu, bekerja apapun asal tidak merugikan orang lain,” kata Wawan.
Setiap hari, dari pagi sampai siang hari ia mangkal di seberang TBY. Namun, saat sore hingga malam, ia pindah ke seberang Pasar Beringharjo.
“Saya kadang sampai jam 2 pagi baru pulang. Kadang malam sampai tidur di becak juga, ya sambil nunggu penumpang,” bebernya.
Penghasilan sebagai tukang becak pun tak menentu. Terkadang ia bisa membawa uang lebih banyak di hari libur.
Tak jarang juga ia pulang dengan tangan kosong karena tidak mendapatkan satu penumpang pun.
“Kadang dapat, kadang tidak, Ya kalau ramai liburan sehari bisa dapat Rp 50.000 sampai Rp 100.000. Ya bagi saya, berapapun, cukup tidak cukup tetap harus disyukuri,” tandasnya.
Walupun begitu, ia juga pernah mendapat penumpang yang baik hati. Mereka terkadang tidak mau menerima kembalian, bahkan memberikan uang lebih padanya.
Dahulu, Wawan harus menyisikan penghasilannya sebesar Rp10 ribu untuk biaya sewa becak. Karena dulu ia memang tidak memilikinya.
Kemudian ia berusaha untuk menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membeli becaknya sendiri.
“Nabung sebisanya mas, kadang Rp 1.000 kadang ya Rp 5.000. Satu tahun lalu, Saya bisa beli becak ini, harganya Rp 700.000,” tuturnya sambil tersenyum.
Yatim Piatu yang Mandiri
Kedua orang tua Wawan Setiawan sudah meninggal sejak ia masih kecil. Mereka meninggal karena sakit. Saat itu ia masih berusia 3 tahun.
Di saat anak-anak seusianya sedang aktif bermain, Wawan terpaksa harus mencari nafkah.
Berjualan koran, menjadi tukang semir sepatu di jalanan Magelang, Jawa Tengah. Itu semua ia lakoni demi menyambung hidup.
“Saya tidak sekolah, umur 7 tahun hidup di jalan, cari uang agar bisa makan. Pokoknya cari uang, tapi yang tidak merugikan orang lain,” tegasnya.
Kaki Diamputasi
Wawa mengaku musibah yang menghilangkan kaki kanannya itu terjadi di Magelang. Saat itu ia hendak menuju Yogyakarta pada malam hari.
Ia sedang berjalan dan kemudian terperosok lubang sedalam lutut orang dewasa.
Lubang itu ternyata merupakan bekas orang membakar sampah.
“Tahun 2013 Saya jatuh, langsung tidak sadarkan diri, tahu-tahu sudah di rumah sakit. Cerita orang yang menolong, saya jatuh di lubang bekas orang bakar sampah dan masih panas,” kata Wawan.
Akibatnya, kaki kanan dan kirinya mengalami luka bakar. Ia bahkan harus dirawat di rumah sakit hingga beberapa hari.
Usai keluar dari rumah sakit, Wawan tetap melanjutkan pekerjaannya sebagai pengayuh becak.
Menurutnya, kakinya sering terasa sakit saat digunakan untuk mengayuh becak.
Namun, karena keterbatasan biaya, ia hanya menahan rasa sakitnya itu. Beruntungnya, pada tahun 2014 ada orang yang melihat keadaan Wawan.
Ia kemudian menawarkan bantuan untuk mengobati kaki Wawan itu ke rumah sakit.
“Amputasinya tahun 2014 di Hardjolukito (RSPAU dr S Hardjolukito), dibiayai oleh sedekah rombongan. Saya dirawat 16 bulan, ya bersyukur dibantu,” kata Wawan.
Meski harus mengayuh dengan satu kaki, Wawan mengaku belum mau mengganti becaknya itu dengan becak motor.
“Tidak mau ganti bentor, karena belum ada izin. Ya kalau becak listrik, tidak apa-apa pungkasnya.
Sumber: sosok.grid.id
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://islamidia.com/perjuangan-hidup-wawan-setiawan-yatim-piatu-sejak-kecil-hingga-rela-kayuh-becak-dengan-satu-kaki-demi-hidupi-anak-istri/