Pemimpin Dan Kuasa Dalam Islam 9061
Ambisi Kekuasaan dalam Perspektif Islam
Sabtu, 19 Januari 2019 10:07
Foto: Ambisi kekuasaanKIBLAT.NET – Sepekan yang lalu kita dikejutkan dengan adanya seorang caleg yang meminta kepada keluarganya untuk memindahkan kuburan. Hal itu dilakukan karena keluarganya tadi tidak mendukung dia. Di tempat lain ada pula yang meminta kembali uang bantuan yang diberikan saat kampanye, karena dirinya tidak terpilih.
Fenomena seperti ini sering kita temui di musim pemilu. Jika kita tarik benang merahnya, maka fenomena seperti itu erat kaitannya dengan ambisi mencari kekuasaan.
Bagaimana ambisi terhadap kekuasaan di dalam Islam?
Pernah suatu ketika, dengan niat ingin memberi kontribusi yang lebih besar kepada umat, Abu Dzar al-Ghifari datang kepada Rasulullah SAW dan meminta agar dilantik menjadi pejabat.
Sambil menepuk pundak Abu Dzar, Nabi SAW berkata, “Wahai Abu Dzar, engkau seorang yang lemah, sementara kepemimpinan itu adalah amanat. Pada hari kiamat nanti, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambil dengan haknya dan menunaikan apa yang seharusnya ia tunaikan dalam kepemimpinan tersebut,” (HR Muslim)
Di lain kesempatan, Rasulullah SAW juga pernah memberi nasihat kepada Abdurrahman bin Samurah,
يَا عَبْدَ الرَّحْمنِ بن سَمُرَةَ لاَ تَسْألِ الإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيْتَها عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا وَ إِنْ أُعْطِيْتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْها
“Wahai Abdurrahman bin Samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepadamu karena diminta, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepadamu bukan karena diminta, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (HR. Bukhari-Muslim)
Masih dalam makna yang sama, Abu Musa al-Asy’ari pernah meriwayatkan bahwa suatu ketika aku dan dua orang dari kaumku datang menghadap Nabi saw. Salah seorang mereka berkata, “Ya Rasulullah angkatlah kami sebagai pejabatmu!” Satu orang lagi juga mengatakan perkataan yang sama. Lalu Rasulullah SAW bersabda:
لَنْ أَوْ لاَ نَسْتَعْمِلُ عَلَى عَمَلِنَا مَنْ أَرَادَهُ
“Kami tidak akan memberikan jabatan pemerintahan ini kepada orang yang meminta dan berambisi untuk mendapatkannya,” (HR. Bukhari-Muslim)
Beratnya Tanggungjawab Pemimpin
Ya, dalam Islam memimpin atau menjadi pemimpin bukanlah perkara yang ringan. Tanggung jawabnya berat. Tidak hanya mengatur kesejahteraan hidup rakyat saja, tapi lebih daripada itu, seorang pemimpin juga harus memastikan tegaknya syariat Allah Ta’ala dalam aturan hidup rakyatnya.
Sebagaimana yang ditegaskan oleh para ulama bahwa secara umum ada dua tugas utama seorang pemimpin, yaitu: menjaga agama dan mengatur urusan dunia dengan aturan agama.
Karena itu, tanggungjawab seorang pemimpin terhadap rakyatnya cukuplah besar. Tidak hanya ditanya tentang kesejahteraan hidup rakyatnya tapi juga bertanggungjawab terhadap tegaknya agama di tengah-tengah mereka. (Lihat: Al-Ahkamus Sulthaniyah, 1/3)
Karena kesulitan itu, seorang Muslim tidak diperkenankan meminta jabatan atau amanah apapun pada orang lain. Dulu, para Sahabat dan orang-orang shaleh setelahnya selalu menghindar dan merasa keberatan menjadi seorang pemimpin. Mereka merasa potensi yang dimiliki sangat jauh dari kriteria seorang pemimpin.
Tak sedikit bahkan harus disiksa oleh penguasa zhalim karena menolak tawaran tersebut. Semua itu tidak lain karena mereka paham konsekuensi yang harus ditanggung ketika menjadi seorang pemimpin. Terutama ketika dimintai pertanggungjawaban oleh Allah kelak di akhirat.
Kesadaran semacam ini cukup mempengaruhi jiwa para sahabat, karena itu ketika Umar bin Khatab diangkat menjadi khalifah, beliau pernah berujar, “Seandainya seekor keledai terperosok di kota Baghdad niscaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya kelak, seraya akan ditanya, mengapa tidak kau ratakan jalan untuknya?”
BACA JUGA Serangan ke Kuala Batu Aceh, Invasi Militer Pertama AS
Demikianlah tanggung jawab seorang pemimpin. Hakikat pemimpin itu sendiri dijelaskan oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya:
إِنْ شِئْتُمْ أَنْبَأْتُكُمْ عَنِ الإِمَارَةِ وَمَا هِيَ؟ أَوَّلُهَا مَلامَةٌ، وَثَانِيهَا نَدَامَةٌ، وثَالِثُهَا عَذَابٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلا مَنْ عَدَلَ
“Jika kalian mau, aku akan memberitahu kalian tentang kepemimpinan (al-imârah), apakah itu? Awalnya adalah celaan. Yang kedua adalah penyesalan Yang ketiganya adalah azab pada Hari Kiamat kecuali orang yang berlaku adil,” (HR. al-Bazar dan ath-Thabrani)
Berambisi Terhadap Kekuasaan
Tampaknya, apa yang pernah disampaikan oleh Rasulullah SAW di atas sudah banyak dilupakan oleh banyak umat Islam hari ini. Kepemimpinan menjadi ajang rebutan banyak orang. Ia menjadi sesuatu yang cukup menggiurkan. Dengan menjadi seorang pemimpin, siapapun akan mudah memenuhi tuntutan hawa nafsunya berupa kepopuleran, penghormatan dari orang lain, kedudukan atau status sosial yang tinggi di mata manusia.
Tidak mengheranan bila kemudian untuk mewujudkan ambisi tersebut, banyak elit politik yang tidak segan-segan melakukan politik uang dengan membeli suara masyarakat pemilih atau mayoritas anggota dewan. Atau ‘sekedar’ uang tutup mulut untuk meminimalisir komentar miring saat berlangsungnya kampanye, dan sebagainya.
Bahkan ada yang ekstrim, ia pun siap menjegal siapapun yang dianggap sebagai rival dalam perebutan kursi kepemimpinan tersebut. Bahkan tali persaudaraan pun tidak lagi dihiraukan. Mayat yang sudah dalam liang kubur sekalipun, ketika keluarganya yang berbeda pilihan politik dengan sang pemilik tanah, mayat tersebut disuruh bongkar dan dipindahkan dari tanah miliknya. Nasalullaha al‘afiah!
Karena itu, Rasulullah SAW menggambarkan kerakusan terhadap jabatan melebihi dua ekor serigala yang kelaparan lalu dilepas di tengah segerombolan kambing.
Beliau ﷺ bersabda, “Tidaklah dua ekor serigala yang lapar dilepas di tengah gerombolan kambing lebih merusak daripada merusaknya seseorang terhadap agamanya karena ambisinya untuk mendapatkan harta dan kedudukan yang tinggi (HR. Tirmidzi)
Namun fitnah seperti ini memang sudah menjadi bagian dari nubuwat Nabi SAW sepeninngal beliau, bahwa akan ada kondisi di mana kepemimpinan menjadi ajang rebutan banyak orang. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa nabi SAW bersabda:
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الْإِمَارَةِ، وَسَتَصِيرُ نَدَامَةً وَحَسْرَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya kalian akan berambisi akan jabatan kepempimpinan. Padahal kelak di hari kiamat ia akan menjadi penyesalan.” (HR. Bukhari)
Maka Rasulullah SAW menasihati—terutama bagi yang tidak mampu—agar tidak meminta-minta diangkat menjadi pejabat. “Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepadamu karena diminta, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepadamu bukan karena diminta, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya,” (HR. Bukhari-Muslim)
Menjelaskan hadis tersebut, Ibnu Hajar berkata, “Siapa yang mencari kekuasaan dengan begitu tamaknya, maka ia tidak ditolong oleh Allah.” (Fathul Bari, 13: 124)Masih dalam pembahasan yang sama, Ibnu Hajar juga menukil perkataan Al Muhallab, dimana ia berkata, “Meminta kepemimpinan di sini tidak dibolehkan ketika seseorang tidak punya kapabilitas di dalamnya. Termasuk pula tidak dibolehkan jika saat masuk dalam kekuasaan, ia malah terjerumus dalam larangan-larangan agama. Namun siapa saja yang berusaha tawadhu’ (rendah hati), maka Allah akan meninggikan derajatnya.” (Fathul Bari, 13: 125)
BACA JUGA Pasca Kedubes Cina Didemo, Sejumlah Ormas Islam Diajak ke Cina Diperlihatkan Kamp Uighur Tapi Palsu
Syaikh As-Sa’di juga berkata, “Kepemimpinan atau bentuk penguasaan (kedudukan) apapun terhadap makhluk, tidak sepantasnya diminta oleh seorang hamba atau menjadi ambisi yang terus dikejar-kejar. Justru yang harus dilakukannya adalah memohon keselamatan kepada Allah.
Sebab, dia tidak tahu apakah kekuasaan itu berujung baik atau buruk baginya?Aapakah dia mampu atau tidak mengembannya? Maka ketika ia meminta atau berambisi untuk memperolehnya maka dia akan memikul sendiri beban tersebut, dan dalam keadaan tersebut Allah tidak akan memberi taufiq dan pertolongan dalam setiap urusannya.
Sebab ambisinya dibangun atas dua hal yang harus dihindari:
Pertama: Tamak terhadap dunia dan kedudukan. Ketamakan tersebut akan menjadikannya terus menumpuk harta serta merasa tinggi di atas manusia yang lain.
Kedua: merasa diri paling mampu dan lupa memohon pertolongan kepada Allah.
Sedangkan bagi mereka yang tidak berambisi terhadapnya, dan jabatan itu diberikan kepadanya tanpa meminta bahkan ia merasa dirinya tidak mampu memikulnya, maka Allah akan menolongnya dan tidak membiarkan beban tersebut dipikulnya sendiri. Sebab, urusan kepemimpinan duniawi itu mencakup dua hal: memperbaiki kemaslahatan agama dan kesejahteraan dunia rakyatnya.
Maka kekuasaan itu bertanggungjawab bagaimana rakyatnya mau melaksanakan kewajiban dan meninggalkan larangan agama. memenuhi segala hak rakyatnya, mengatur bagaimana amalan jihad bisa terus dijalankan, karena itu dia merupakan fadhu kifayah yang membebani banyak tanggungjawab.” (As-Sa’di, Bahjah Qulubil Abrar, 106)
Semakna dengan penjelasan di atas, Ibnu Qayim menerangkan lebih lanjut bahwa, “Perbedaan antara orang yang berambisi dengan kekuasaan dengan orang yang cinta menjadi pemimpin demi dakwah kepada Allah seperti antara orang yang mengangungkan perintah Allah dan menyeru kepada-Nya dengan orang yang mengangungkan hawa nafsu dan menuruti keinginannya.
Orang yang menyeru kepada Allah, mencintai dan mengagungkan-Nya wajib baginya menaati perintah-Nya dan tidak bermaksiat kepada-Nya. Meninggikan kalimat Allah dan menjadikan agama seluruhnya hanya milik Allah.
Orang seperti ini mencintai kepemimpinan dalam agama. bahkan dia memohon kepada Allah agar menjagi imam bagi orang-orang yang bertaqwa. Dan ini sangat berlawanan dengan orang-orang yang meminta jabatan, mereka hanya berambisi untuk mendapatkan kedudukan dan kekuasaan di dunia. Sehingga orang-orang mengagumi dan mengidolakan mereka, melayani setiap kepentingan mereka sebagai pejabat tinggi yang punya kekuasaan atas rakyatnya.
Dari sini awal terjadinya berbagai macam kerusakan. (Ibnu Qayyim, Ar–Ruh, 202-203)
Dari penjelasan Ibnu Qayyim di atas, kita mampu memahami kisah Nabi Yusuf yang meminta kekuasaan sebagaimana disebut dalam ayat,
اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ
“Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir).” (QS. Yusuf: 55). Begitu pula dengan doa Nabi Sulaiman,وَهَبْ لِي مُلْكًا“Dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan.” (QS. Shad: 35).
Maknanya, ketika dia mendapat kepercayaan dari masyarakat dan melihat dirinya mampu mengemban amanah serta bisa membawa kemaslahatan umat, baik dalam urusan dunia maupun agama, maka tidak mengapa berdoa atau meminta agar dijadikan sebagai pemimpin.
Sebagaimana ketika sosok Ustman bin Affan memohon kepada Nabi SAW, “Wahai Rasulullah jadikanlah aku sebagai pemimpin bagi kaumku! Beliau bersabda: “Engkau adalah pemimpin bagi mereka, perhatikanlah orang yang paling lemah di antara mereka, dan angkatlah seorang muadzin dan jangan upah dia karena adzannya.” (HR. Abu Daud dan Ahmad)
Penulis: Fakhruddin
Editor: ArjuAmbisi Kekuasaan dalam Perspektif Islam - Kiblat
PBB Intensif Pantau Perkembangan Idlib Pasca Perluasan Kontrol HTS
Sabtu, 19 Januari 2019 07:14
Foto: Bendera HTSKIBLAT.NET, New York – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) masih terus memantau kondisi Idlib setelah Hai’ah Tahrir Al-Syam (HTS) mengusir faksi-faksi oposisi lain di wilayah yang mayoritas dibebaskan itu. Saat ini, HTS mengendalikan 75 persen provinsi Idlib.
Juru bicara Sekjen PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric, Kamis lalu (17/01), mengatakan bahwa dampak perluasan kontrol HTS atas Idlib saat ini belum jelas.
“Belum jelas saat ini pengaruh kontrol penuh HTS atas Idlib,” kata Dujarric dalam konferensi pers di kantornya di New York.
Ia menambahkan bahwa pihaknya dan sekutu terus memantau intensif untuk memastikan tindakan kemanusiaan yang terus dilanjutkan secara “independen dan netral”.
Provinsi Idlib awal Januari menyaksikan pertempuran antara faksi-faksi oposisi, menyebabkan perluasan kontrol HTS di pedesaan Idlib selatan dan dataran hutan di Hama barat. Serangan HTS itu memaksa faksi Nurudin Zanky dan Ahrar Al-Syam menyerah dan dipindahkan ke wilayah kontrol faksi-faksi dukungan Turki.
HTS sendiri membantah serangannya itu bertujuan mengalahkan faksi-faksi oposisi lain. Gerakan itu mengklaim bahwa langkah ini dilakukan untuk mempersatukan wilayah oposisi di bawah pemerintahan independen yang memiliki kemampuan mengatur wilayah.
Pertempuran tersebut menyebabkan sejumlah sipil tewas. Operasi kemanusiaan PBB juga dihentikan sementara.
PBB telah memasukkan HTS ke daftar kelompok teroris karena dinilai metamorfose dari Jabhah Nusrah (JN). JN masuk daftar hitam AS karena menyatakan baiat kepada Organisasi Al-Qaidah.
BACA JUGA Penjelasan Abu Jabir Al-Syaikh Soal Konstelasi HTS dengan Faksi-faksi di Idlib
Sumber: Enabbaladi.net
Redaktur: Sulhi El-Izzi
PBB Intensif Pantau Perkembangan Idlib Pasca Perluasan Kontrol HTS
19 January 2019
Putrajaya vs Kelantan...
Arahan kabinet kepada Peguam Negara agar mengambil tindakan (saman) ke atas kerajaan Kelantan kerana menceroboh tanah Orang Asli Temiar di negeri itu satu kes kajian yang cukup baik.
Sebelum ini kerajaan Kelantan berkeras mengatakan Orang Asli tidak ada hak ke atas tanah atau kawasan kediamannya di Kelantan kerana negeri itu tidak mewartakan tanah untuk mereka.
Berpegang kepada itu kerajaan negeri selama ini enak melakukan apa sahaja tanpa memikirkan tindakannya menganggu atau menceroboh kawasan didiami Orang Asli sejak berdekad lalu.Tindakan saman sivil ke atas kerajaan Kelantan itu akan menjadi percedent di masa akan datang. Kita juga ingin mengetahui apakah kerajaan negeri terlindung dengan akta tanahnya yang dianggap istimewa selama ini, atau pun kerajaan itu sebenarnya telah lama melakukan kekhilafan.
Justeru semua pihak di Kelantan khasnya, diharap sabar apakah pertimbangan mahkamah nanti. Dalam konteks politik pula tindakan pertama kali itu dilihat sebagai satu perubahan dan tanggungjawab kerajaan PH dalam memelihara hak asasi dan juga alam sekitar.
Apa punya hipokrit manusia2 penunggang agama ni... - mso
Di Cameron Highlands, merekalah 'juara' kononnya memperjuangkan hak2 dan kepentingan org asli... Sebaliknya...di kpg halaman sendiri.. manusia yg sama lah juga yg menjadi 'juara' menarah hutan yg menjadi tempat cari makan dan sumber air org asli...
Putrajaya sues Kelantan Government.
NajibRazak Aka King Kleptocrate dipuji Israel. Sedang Tun di keji negara Yahudi yang menindas rakyat Palestin dengan dasar Zionist yang merampas tanah milek rakyat Arab Palestin. Tiba2 PAS dengan tiada rasa malu secara terang2 membantu dan menyokong UMNO yang secara terbuka sokong dasar Zionis ini...
Walaupun Malaysia tidak hebat dengan kuasa tentera,tapi kita berani kerana benar...
Anaknya sokong Yahudi sama dgn paknya..
Apa langkah Azmin Ali seterusnya?
Dia tidak mempunyai masa untuk bertemu peneroka FELDA. Dia tidak mempunyai masa untuk {mencuri} mengagih-agihkan RM77 juta yang telah diluluskan oleh Lim Guan Eng sebagai peruntukkan untuk peneroka yang diluluskan pada 20 Disember 2018. Dan pastinya dia tidak mempunyai masa untuk merancang ekonomi negara juga.
Dia tidak mempunyai masa untuk merancang masa depan Malaysia kerana dia terlalu sibuk merancang masa depannya sendiri. Beliau terlalu teramat-amat sibuk bertemu dengan Kerabat Di Raja Johor. Beliau juga terlalu sibuk bertemu dengan Kerabat Di Raja Pahang. Jangan lupa, terlalu sibuk bertemu dengan Kerabat Di Raja nun di Kota London.
Beliau juga terlalu sibuk bertemu menteri-menteri kabinet di negara kelahirannya iaitu, mana lagi kalau bukan Singapura. Dan pastinya dia terlalu sibuk merancang dan mengarahkan Leftenannya yang bernama Zuraida untuk membuat kenyataan menyerang Presidennya sendiri, Anwar Ibrahim.
Dia terlalu sibuk dengan segala-galanya aktiviti kepentingan peribadi kecuali melakukan tugas rasminya sebagai Menteri Hal Ehwal Ekonomi. Orang ramai yang tidak sukakan Anwar bimbang dan mengkritik Anwar kononnya tergesa-gesa nak jadi Perdana Menteri.
Nampaknya kebimbangan orang ramai itu salah, mereka seharusnya lebih bimbang dengan sikap tergesa-gesa ahli KEADILAN yang satu ini. Kritikan semakin meningkat. Malah Tun Mahathir merasa kurang senang.
Dia tidak mahu legasinya tercemar dengan ekonomi yang buruk dan merudum. Tun Mahathir adalah seorang ketua yang pentingkan tanggungjawab dan hasil yang baik lagi positif. Dan sekarang Tun Mahathir mula memahami bahawa Azmin ini hanya pandai bercakap atau cakap tak serupa bikin.
Seperti saya, ahli Kartel yang lain mula menyedari bahawa dengan Azmin yang diamanahkan menguruskan ekonomi akan menyebabkan ekonomi negara lingkup. Jika sekiranya ini berterusan dan tiada pembaikan, pastinya PH akan hilang kuasa kerana rakyat tidak akan mampu lagi membeli makanan dan siapa harus dipersalahkan?
Sebab itu Baru Bian yang cukup setia dan Xavier Jayakumar yang hebat jilatannya telah bertukar kem. Sebab itu jugalah Edmund Santhara dan juga Afif Bahardin diam-diam merangkak kembali untuk memohon pengampunan atas kesilapan sokongan mereka selama ini.
Jadi apa agaknya langkah Azmin Ali seterusnya?
Terlalu banyak kritikan mengenai beliau dan FELDA yang berjaya dikesampingkan selama ini. Kita tunggu apakah kenyataan dan tai-chi beliau mengenai FELDA dan bagaimana dia akan membersihkan aibnya.
Itulah wayang kulit tahap tertinggi menunjukkan bahawa seseorang tidak melakukan tanggungjawab dan tugasnya sebagai seorang menteri, dan dia pastinya akan menyedari satu hari nanti, sama ada dia suka atau tidak, yang dia harus melakukan sesuatu.
Seperti kita semua, dia seharusnya mengutamakan tugasnya melaksanakan tanggungjawab rasminya. Sebaliknya hanya agenda peribadi saja yang kini jadi keutamaannya. Memastikan Anwar digagalkan buat kali kedua dan dirinya sendiri mendapat ‘laba’ hasil memijak ‘bos’ sendiri yang kononnya ‘setia’ hingga mencecah 20 tahun lamanya. Kesian Azmin Ali. - Mantan Kartel
Malaysia and Israel trade barbs over Paralympics ban...
A war of words has erupted between Israel and Malaysia, days after the Southeast Asian country stood defiant on its decision to ban Israeli participation in all sporting events it hosts.
Israel on Thursday condemned Malaysia’s stance as “shameful” and emblematic of Prime Minister Mahathir Mohamad’s “rabid anti-Semitism”.
That sharp statement saw a swift retort from Malaysia late on Friday, with Foreign Minister Saifuddin Abdullah declaring he was “deeply disgusted” by the comments from a spokesperson of Israel’s foreign ministry.
“For more than half a century, Israel has continued to disregard the inalienable rights of the Palestinian people, while committing inhumane policies and practices that are in clear violation of international laws,” Saifuddin said in a three-paragraph statement.
“Israel has no right to talk about moral values when they themselves are the exact opposite.”
Israel’s statement had said Malaysia – which does not have diplomatic ties with the Middle Eastern nation – acted against the Olympic spirit by banning its athletes from competing in a Paralympics swimming qualifier that is to be held in the city of Kota Kinabalu.
Malaysia said its decision was based on “humanitarian reasons” and was about “fighting on behalf of the oppressed”.
Saifuddin had also said his country would bar Israelis from taking part in any future events in Malaysia.
The swimming event, the World Para Swimming Championships, is to be held in July and is a qualifying event for the 2020 Tokyo Paralympics.
Israel said it had asked the International Paralympic Committee to overturn the Malaysian decision, or change the event venue. The world body, too, had last week condemned the Malaysian ban.
Mahathir for years has brushed off accusations that he is an anti-Semite, insisting instead that he is simply an ardent defender of Palestine.
He shaped Malaysia’s current hardline policy against Israel – and in support of Palestine – during his first stint in power, from 1981 through 2003.
That policy has come back to the fore since his return to power last year.
Speaking at the United Nations General Assembly in October, Mahathir blasted Israel for its occupation of Palestinian land, and showed little remorse when asked in a subsequent BBC interview about his past reputation as an anti-Semite.
“If you are going to be truthful, the problem in the Middle East began with the creation of Israel. That is the truth. But I cannot say that,” he said.
Asked why he had referred to Jews as “hook-nosed” in his 1970 book “The Malay Dilemma”, Mahathir said: “They are hook-nosed. Many people called the Malays fat-nosed. We didn’t object, we didn’t go to war for that.”
The Palestinian people for decades have been struggling to establish a sovereign state in the West Bank and Gaza – controlled by Hamas – with east Jerusalem as its capital. Both Israel and the Palestinian people claim that part of the ancient city.
Israel says its national capital is Jerusalem, although just a minority of the world’s sovereign nations recognise this. US President Donald Trump and Australian Prime Minister Scott Morrison were heavily criticised last year for officially recognising Jerusalem as the Israeli capital. - scmp
Mat Sabu 10 years challenge, Pak Lebai bila lagi...
cheers.Posted by ali allah ditta at 12:45:00 AM tumpang sekole...?: Putrajaya vs Kelantan...
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
http://peceq.blogspot.com/2019/01/pemimpin-dan-kuasa-dalam-islam-9061.html