Menghabisi Wanita Dayak Mm Didenda 4 120 Guci Senilai Rp1 6 Miliar
Inilah yang dihadapi MM, pemuda yang kini ditahan di Polres Kutai Barat. Pria berusia 21 tahun itu harus mempertanggungjawabkan perbuataannya, tidak hanya dihadapkan berdasarkan hukum positif negara tapi juga hukum adat.
Tersangka MM ditangkap karena kasus pembunuhan seorang perempuan lokal yang menjadi temannya. Karena tidak mau diajak berhubungan badan, MM jadi meluap emosinya hingga terjadi perkelahian yang berbuntut tewasnya wanita berinisial MS.
Kasusnya, menurut Kapolres Kubar AKBP.Irwan Yuli Prasetyo merupakan pidana murni. Tidak ada terkait sama sekali menyangkut asal usul suku pelaku yang memang adalah pendatang di Kutai Barat, maupun asal korban MS yang berasal dari Suku Dayak. Lantaran itu jajaran Polres tetap memproses sesuai dengan hukum negara, yaitu menjerat dengan Pasal 340 KUHP Subsider Pasal 338 KUHP Subsider Pasal 351 Ayat 3 KUHP.
Namun para tetua adat Dayak Tunjung Benuaq berpandangan MM harus diproses secara adat yang berlaku di kampung itu. Maka, Kamis (04/2/2021) bertempat di Taman Budaya Sendawar Jalan Sendawar Raya, sidang adat digelar oleh Lembaga Adat Kabupaten (LAK) Kutai Barat.
Dalam sidang itu hadir para kepala suku dan juga tokoh-tokoh adat. Kepala Adat Besar Lembaga Adat Kabupaten Kutai Barat, Manar Imansyah Gamas, membenarkan bahwa peristiwa pembunuhan yang dilakukan MM kepada MS yang kebetulan dari Suku Dayak adalah kasus kriminal, tidak terkait dengan unsur SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan).
“Peristiwa ini merupakan tindakan kriminal murni. Tidak ada kaitannya dengan persoalan Suku, Agama, Ras dan Antar golongan,” tegas Manar. Hal senada juga dikatakan Hengki, Ketua Sempekat Tonyoi Benuaq (STB) Klimantan Timur (Kaltim).
Setelah melewat persidangan adat, hakim adat akhirnya memutuskan pemuda berinisial MM yang membunuh MS dijatuhi hukuman adat berupa sanksi menyerahkan 4.120 Antang (Guci), yang jika dinilaikan rupiah menjadi sebesar Rp1.648.000.000. Ditambah lagi biaya acara adat kematian korban MS (20) sebesar Rp250.000.000. Jadi seluruhnya menjadi sebesar Rp1.898.000.000.
Atas putusan adat itu, pihak keluarga pelaku agar dapat melaksanakan tuntutan yang telah dijatuhkan dalam kurun waktu 6 bulan ke depan.
“Biarlah adat dapat berdiri sendiri,” tutur Manar Imansyah Gamas.
Mewakili pemerintah Kabupaten Kutai Barat, Sekretaris Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), Ishak Pongsama, menuturkan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada Lembaga Adat Kutai Barat yang segera mengambil langkah berupa sidang adat.
“Pemerintah Kabupaten Kutai Barat mengimbau kepada seluruh elemen masyarakat untuk tetap menjaga kondusifitas yang sudah terbangun, kita juga menyampaikan apresiasi kepada pihak keamanan untuk menjaga Kutai Barat, sehingga tetap aman, tentram dan damai,” ucapnya.
Komandan Kodim (Dandim) 0912 Kutai Barat, Letkol.Inf.Anang Sofyan Effendi juga hadir dalam acara sakral tersebut. Termasuk Kasat Intelkam Polres Kubar, AKP.Komank Adhi Andika, Kasi Intel Kejari Kubar Ricki Rionart Panggabean, Perwakilan ormas Gerakan Pemuda Asli Kalimantan (GEPAK) Matias Genting, Perwakilan Laskar Pemuda Adat Dayak Kaltara Ruli Rieska Risandi, Perwakilan Gerakan Pemuda Dayak (GERDAYAK) Husor Situmorang, Perwakilan Ikatan Paguyuban Keluarga Jawi (Ikapakarti) Puncan Karna dan sejumlah pengurus ormas-ormas lainnya yang ada di Kubar.
GARA-GARA TIDAK MAU BERCINTA
Kejadian berdarah itu terjadi Senin (1/2/2021) malam di rumah pelaku MM di Kampung Sumber Sari Kubar. Cerita yang diperoleh jajaran Reskrim menyebutkan motif pembunuhan adalah seks.
Tersangka MM kecewa dengan teman wanitanya berinisial ME (21) yang tinggal di Linggang Bigung Kubar, lantaran tidak mau saat diajak berhubungan seks.
“Tersangka merasa kecewa dan sakit hati karena korban menolak melakukan persetubuhan layaknya suami istri. Padahal tersangka mengaku sudah pernah memberikan uang sebesar 2 juta rupiah kepada korban,” jelas Kapolres AKBP Irwan Yuli Prasetyo kepada awak media dalam rilis, Selasa (2/2/2020) di Mapolres Kubar.
Kronologi kejadian dimulai saat kedua anak muda itu bertemu tanggal 17 Januari, sekitar jam 21.00 Wita di sebuah warung angkringan di Kampung Sumber Sari. Saat itu korban menyampaikan keinginannya meminjam uang sebesar Rp2 juta karena ada keperluan.
Tersangka yang diduga sudah naksir dengan ME dan berharap bisa berhubungan seks segera menyerahkan uang tersebut. Tapi, rupanya pada malam itu harapannya bisa bersenang-senang berhubungan seks dengan ME tidak kesampaian.
Setelah mendapatkan uang Rp2 juta sebagai pinjaman, SE tidak mau diajak bersetubuh dan hal itu membuat MM menjadi kesal.
Beberapa hari kemudian, Senin 1 Februari 2021 sekitar pukul 13.00 Wita, tersangka berencana mengajak lagi SE melakukan hubungan seks. Dia menghubungi korban melalui WhatsApp. Pelaku merayu ME akan memberikan uang Rp600 ribu asal mau bercinta dengannya.
Korban setuju dan akhirnya dijemput menggunakan sepeda motor dari daerah Busur di depan SD Negeri Kelurahan Barong Tongkok. Kedua anak muda itu berboncengan menuju kediaman pelaku di Kampung Sumber Sari.
“Setibanya di rumah pelaku di Kampung Sumber Sari, korbanpun meminta uang yang dijanjikan yakni sebesar Rp 600 ribu, Namun pelaku tidak menyerahkan uang tersebut karena memang tidak memiliki uang. Korbanpun sontak menolak melakukan hubungan intim dengan pelaku,” cerita Kapolres.
Saat itulah kemarahan MM memuncak. Dia mengambil pisau dan mengancam korban. Namun rupanya ME bukannya takut malah berusaha merebut pisau yang dipegang ME. Ketika berhasil meraih pisau itu, ME menusukkan ke bagian kaki pelaku dengan maksud agar menjauh dari korban.
Namun, bukannya menjauh. Tersangka MM malah mengambil kembali pisau itu dan langsung menusuk korban di bagian leher. Luka besar yang dialami ME membuatnya meninggal dunia. #
Wartawan: Henry, Kutai Barat
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://www.bagibagi.info/2021/02/kematian-medelin-bikin-suku-dayak-murka_10.html