Koalisi Masyarakat Untuk Demokrasi Bebaskan 8 Aktivis Dan Hentikan Penyisiran Swiping
Kronologi Penangkapan Juru Bicara FRI-WP dan 7 Mahasiswa Papua
LENTERA NEWS — Koalisi Masyarakat untuk Demokrasi mendesak Polri agar bebaskan 8 orang yang ditangkap dan menghentikan penyisiran/sweeping atau hal-hal sejenisnya kepada asrama-asrama mahasiswa Papua di seluruh Indonesia.
Penangkapan terhadap 8 orang aktivis pro-demokrasi yang salah satunya adalah juru bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) Surya Anta, oleh Kepolisian Negara Republik lndonesia. Kedelapan aktivis kini berada, di Mako Brimob, Depok.
Begini kronologi penangkapan 8 orang aktivis pro-demokrasi.
Hari Sabtu, 31 Agustus 2019 sekitar pukul 20.30 Surya Anta ditangkap oleh 2 orang polisi yang berpakaian preman di Ptaza Indonesia. Ia kemudian dibahwa ke Polda Metro Jaya. Saat penangkapan, polisi menjelaskan pasal yang disangkakan adalah makar terkait Papua.
Penangkapan Satya Anta adalah kejadian keempat. Peristiwa pertama adalah penangkapan 2 orang mahasiswa Papua pada tanggal 30 Agustus 2019 di sebuah asrama di Depok. Penangkapan ini dilakukan dengan mendobrak pintu dan menodongkan pistol. Penangkapan kedua dilakukan saat akai solidaritas untuk Papua, di depan Polda Metro Jaya, Sabtu sore 31 Agustus 019
Sedang penangkapan ketiga dilakukan oleh aparat gabungan (TNI dan Polri) terhadap 3 orang perempuan, pada 31 Agustus 2019 di kontrakan mahasiswa asal Kabupaten Nduga di Jakarta. Penangkapan dilakukan tanpa surat izin penangkapan dari polisi.
Aparat gabungan juga mengancam tidak boleh ambil video atau gambar, sementara mereka boleh mengambil gambar ataupun video dan aparat gabungan sempat memukul salah satu perempuan saat meronta.
Sejauh ini 8 orang ditangkap dan ditahan. Berikut adalah nama-nama mereka:
Carles Kossay
Dano Tabuni
Ambrosius Mulait
lsay Wenda
Naliana Wasiangge
Ariana Lokbere
Norlnoe Kogoya
Surya Anta
Menurut keterangan tulis yang diterima pada Minggu (1/9/2019) dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi, kedelapan yang ditangkap telah dipindahkan ke Mako Brimob di Kelapa Dua.
Kata Asep Komarudin salah satu yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi, selain penangkapan, polisi juga mulai mendatangi asrama asrama Papua untuk melakukan sweeping tanpa alasan yang jelas.
“Peristiwa-peristiwa di atas menunjukan adanya upaya menjadikan orang Papua sebagai target, khususnya mahasiswa Papua. Hal ini jelas berbahaya bagi demokrasi. Selain dapat mengarah pada diskriminasi etnis, hal ini juga dapat meningkatkan tensi yang akan berujung membahayakan keselamatan warga sipil,” ungkap Asep Komarudin.
Berdasarkan hal-hal tersebut Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi, menyatakan beberapa hal, di antaranya:
Menghentikan penyisiran/sweeping atau hal-hal sejenis ini kepada asrama-asrama mahasiswa Papua.
Menghentikan penangkapan secara sewenang-wenang dan mengambil inisiatif dialog yang berkelanjutan sebagai upaya menyelesaikan konflik di Papua secara damai.
Mendesak aparat keamanan khususnya kepolisian dapat bertindak profesional dengan mengedepankan prinsip-prinsip HAM dalam menyikapi peristiwa yang terjadi.
“Kami menghkhawatirkan upaya berlebihan yang dilakukan kepolisian yang dapat memperburuk masalah terkait Papua yang yang tengah terjadi,” pungkasnya. (Red/inikata)
Sumber:http://www.news.lentera.co.id/2019/09/01/2450-kronologi-penangkapan-juru-bicara-fri-wp-dan-7-mahasiswa-papua/
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://phaul-heger.blogspot.com/2019/09/koalisi-masyarakat-untuk-demokrasi.html