Hukum Membakar Bendera Hti
BANSER BAKAR BENDERA HTI BUKAN KALIMAT TAUCHID
Viral video Banser Garut diiringi lagu Syubbanul Wathon membakar bendera ormas terlarang yang mereka klaim bendera Rasul Ar-Rayah. Pujian mengalir deras dengan tindakan Banser tersebut meski ada sebagian kecil menghujat dan mengatakan itu adalah kebodohan.
Cacian muncul dari kelompok pecinta HTI dan sejenisnya, ada juga dari kalangan orang yang mangaku paling NU tapi kaku. Merekalah yang paling geram bendera terindikasi teroris dibakar.
Pembakaran tersebut dilakukan Banser semata-mata menjaga kalimat Tauhid agar tidak disalah gunakan, disamping menjaga keutuhan negeri dari perongrong berkedok agama yang menularkan penyakit berbentuk dogma serta anti Pancasila.
Habib Luthfi bin Yahya sangat geram jika dalam acaranya ada bendera terlarang dikibarkan, tak segan beliau memerintahkan agar segera diturunkan. Apakah Anda akan mengatakan beliau anti kalimat Tauhid?
Tentu tidak bukan, karena eksistensinya Tauhid itu dibaca dan disimpan didalam dada bukan sekedar simbol belaka.
Maka apa yang dilakukan Banser tidaklah salah dan bukan merupakan penghinaan, tak ubahnya membakar sobekan Al-Quran sebagai kehati-hatian. Menjaga Indonesia agar terus damai, jauh dari virus kelompok yang ingin merusak tatanan kenegaraan.
SEMANTARA HTI MENGINJAK-INJAK BENDERA TAUCHID
DOSAKAH MEMBAKAR BENDERA HTI?
Bendera hitam putih yang kerap dibawa aktivis HTI merupakan simbol gerakan pemberontakan (bughat) terhadap daulah Islamiyah (NKRI). Itulah bendera Khilafah ala HTI yang terinspirasi oleh hadits-hadits Nabi Saw tentang liwa rayah. Liwa rayah merupakan bendera simbol kenegaraan kaum muslimin pada hubungan internasional saat itu. Di Indonesia umat Islam sepakat menggunakan bendera Merah Putih sebagai simbol kenegaraan mereka. Itulah liwa rayah kaum muslimin di Indonesia. Bendera pemersatu umat dari Sabang sampai Merauke.
Sebagai muslim/muslimah yang memiliki KTP, SIM dan Buku Nikah NKRI, makan minum, menggunakan mata uang Indonesia fasilitas jalan, bandara, pelabuhan, sekolah, rumah sakit, dsb udah seharusnya aktivis HTI mengusung bendera Merah Putih. Liwa rayah kita semua. Toh Nabi Saw sendiri tidak memerintahkan umatnya menggunakan liwa rayah hitam putih yang bertuliskan dua kalimat syahadat. Bukankah semua hadits tentang liwa rayah hanya bersifat khabariyah informatif tanpa ada qarinah (indikasi) wajib menggunakannya. Sesungguhnya Nabi Saw sudah tau, perihal bendera negara diserahkan kepada sepenuhnya kesepakatan umatnya.
Aksi pamer bendera HTI di wilayah NKRI menimbulkan kegaduhan, fitnah dan memecah belah umat Islam. Bukan hanya NU, Ansor dan Banser, ormas Islam lainnya pembentuk NKRI risih dengan bendera HTI. Sudah pasti tujuan HTI mendirikan Khilafah Tahririyah termasuk bughat. Setiap kegiatan dan atribut yang mengarah kepada bughat dihukumi haram. Sesuai kaidah ushul fiqih yang juga diadopsi HTI yang berbunyi: al-washilatu ila harami muharramah aw haramun.
Langkah-langkah Banser menindak peragaan bendera HTI tidak lain dan tidak bukan demi menjaga persatuan dan kesatuan umat, bangsa dan negara. Yang demikian itu sesuai dengan maqashidusy syariah yakni hifdzul umat, mujtama wa daulah. Inilah esensi dari penerapan syariah.
*Utsman Membakar al-Qur'an*
Pada saat terjadi perang irminiyah dan perang adzrabiijaan, Hudzaifah Ibnul Yaman yang saat itu ikut dalam dua perang tersebut melihat perbedaan yang sangat banyak pada wajah qiraah beberapa sahabat. Sebagiannya bercampur dengan bacaan yanag salah. Melihat kondisi para sahabat yang beselisih, maka ia melaporkannya kedapa Utsman radhiyallahu ‘anhu. Mendengar kondisi yang seperti itu, Utsman radhiyalahu ‘anhu lalu mengumpulkan manusia untuk membaca dengan qiraah yang tsabit dalam satu huruf (yang sesuai dengan kodifikasi Utsman). (lihat mabaahits fi ‘ulumil Qur’an karya Manna’ al Qaththan: 128-129. Cetakan masnyuratul ashr al hadits).
Setelah Utsman radhiyallahu ‘anhu memerintahkan kepada sahabat untuk menulis ulang al Qur’an, beliau kemudian mengirimkan al Qur’an tersebut ke seluruh penjuru negri dan memerintahkan kepada manusia untuk membakar al Qur’an yang tidak sesuai dengan kodifikasi beliau. (lihat Shahih Bukhari, kitab Fadhailul Qur’an bab jam’ul Qur’an, al Maktabah Syamilah)
Perbuatan Utsman disepakati oleh Ali Ibnu Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Beliau dengan tegas berkata:
لو لم يصنعه عثمان لصنعته“Jika seandainya Utsman tidak melakukan hal itu maka akulah yang akan melakukannya.” (lihat al Mashahif, Bab Ittifaaqun naas ma’a Utsman ‘ala Jam’il Mushaf, hal. 177).
Mush’ab Ibnu Sa’ad berkata, “aku mendapati banyak manusia ketika Utsman membakar al Qur’an dan aku terheran dengan mereka. Dia berkata, Tidak ada seorang pun yang mengingkari/menyalahkan perbuatan Utsman. (lihat al Mashahif: 178)
Ibnul ‘Arabi berkata tentang jam’ul Qur’an dan pembakarannya, “itu adalah kebaikan terbesar pada Utsman dan akhlaknya yang paling mulia, karena ia menghilangkan perselisihan lalu Allah menjaga al Qur’an melalui tangannya. (lihat hiqbatun min at tarikh : 57 dan lihat al ‘awashim minal qawashim: 80)
Demi menjaga persatuan dan kesatuan umat dalam hal qiraat (langgam) al-Qur'an saja, para Sahabat mujma' akan kebolehan membakar mushaf yang tidak standar. Oleh karena itu Tentu saja membakar bendera HTI yang berisi dua kalimat demi menjaga persatuan dan kesatuan umat pasti boleh, bahkan wajib. Jadi tidak ada dosa seujung rambutpun perbuatan orang yang membakar bendera HTI
Hukum mebakar kayu ukiran lafal kalimah Tauchid
و يكره (إحراق خشب نقش به) أي بالقرآن، نعم إن قصد به صيانة القرآن فلا كراهة وعليه يحمل تحريق عثمان رضي الله عنه المصاحف. وقد قال ابن عبد السلام من وجد ورقة فيها البسملة ونحوها لايجعلها في شق ولا غيره لأنه قد تسقط فتوطأ وطريقه أن يغسلها بالماء أو يحرقها بالنار صيانة لاسم الله تعال عن تعرضه للامتهان“Dimakruhkan membakar kayu yang terdapat ukiran Al-Qur’an di permukaannya. Akan tetapi, tidak dimakruhkan (membakar) bila tujuannya untuk menjaga Al-Qur’an. Atas dasar itu, pembakaran mushaf-mushaf yang dilakukan Utsman bin Affan dapat dipahami. Ibn Abdil Salam mengatakan, orang yang menemukan kertas bertulis basmalah dan lafal agung lainnya, janganlah langsung merobeknya hingga tercerai-berai karena khawatir diinjak orang. Namun cara yang benar adalah membasuhnya dengan air atau membakarnya dengan tujuan menjaga nama Allah dari penghinaan.”
SOLUSI TERHADAP MUSHAF AL-QUR'AN YANG SUDAH RUSAK/LAPUK
PERTANYAAN:
Tentang bagaimana solusinya ketika kita mendapati lembaran-lembaran Alquran atau kitab yang sudah lapuk dan menumpuk, entah itu di masjid atau mushalla atau bahkan di rumah kita. Bolehkah kita membakarnya? Atau.. apa yang harus kita lakukan? Silahkan pencerahan nya. "Terima kasih"
JAWABAN :
Menghilangkan mushaf (Al-Qur’an) dengan cara mencuci huruf-hurufnya atau membakarnya makruh jika masih memungkinkan untuk menjaganya. Namun jika tidak mampu menjaganya karena akan semakin rusak, maka boleh bahkan wajib apabila tidak ada cara menjaga kehormatannya kecuali dengan membakar atau mencucinya.
Sebagian ulama’ berpendapat, mencuci huruf-hurufnya lebih afdhol dari pada membakar dengan syarat tidak jatuh air cuciannya ke tanah. Namun sebagian ulama’ berpendapat membakarnya lebih afdhol daripada mencucinya karena sulit dihindari air cucian itu tidak jatuh ke tanah.
إعانة الطالبين – (ج 1 / ص 84) (قوله: وتمزيقه) معطوف على تمكين أيضا.أي ويحرم تمزيق المصحف لانه ازدراء به. وقوله: عبثا أي لا لقصد صيانته. وعبارة فتاوي ابن حجر تفيد أن المعتمد حرمة التمزيق مطلقا، ونصها: سئل رضي الله عنه عمن وجد ورقة ملقاة في طريق فيها اسم الله تعالى، ما الذي يفعل بها ؟ فأجاب رحمه الله بقوله: قال ابن عبد السلام: الاولى غسلها، لان وضعها في الجدار تعرض لسقوطها والاستهانة بها. وقيل: تجعل في حائط. وقيل: يفرق حروفها ويلقيها. ذكره الزركشي. فأما كلام ابن عبد السلام فهو متجه، لكن مقتضى كلامه حرمة جعلها في حائط والذي يتجه خلافه، وأن الغسل أفضل فقط. وأما التمزيق، فقد ذكر الحليمي في منهاجه أنه لا يجوز تمزيق ورقة فيها اسم الله أو اسم رسوله، لما فيه من تفريق الحروف وتفريق الكلمة، وفي ذلك ازدراء بالمكتوب. فالوجه الثالث شاذ إذ لا ينبغي أن يعول عليه. حواشي الشرواني – (ج 1 / ص 155) قوله: (وتمزيقه) أي تمزيق الورق المكتوب فيه شئ من القرآن ونحوه شيخنا قوله: (وترك رفعه الخ) المراد منه أنه إذا رأى ورقة مطروحة على الارض حرم عليه تركها بقرينة قوله بعد وينبغي الخ وليس المراد كما هو ظاهر أنه يحرم عليه وضع المصحف على الارض والقراءة فيه ع ش وقوله: (ورقة الخ) أي فيها شئ من نحو القرآن قوله: (وينبغي أن لا يجعله الخ) وطريقه أن يغسله بالماء أو يحرقه بالنار صيانة لاسم الله تعالى عن تعرضه للامتهان شرح الروض وانظر هل المراد بالانبغاء هنا الندب أو الوجوب والاقرب الاول تحفة المحتاج في شرح المنهاج – (ج 2 / ص 147) وَيُكْرَهُ حَرْقُ مَا كُتِبَ عَلَيْهِ إلَّا لِغَرَضِ نَحْوِ صِيَانَةٍ وَمِنْهُ تَحْرِيقُ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لِلْمَصَاحِفِ وَالْغَسْلُ أَوْلَى مِنْهُ عَلَى الْأَوْجَهِ بَلْ كَلَامُ الشَّيْخَيْنِ فِي السِّيَرِ صَرِيحٌ فِي حُرْمَةِ الْحَرْقِ إلَّا أَنْ يُحْمَلَ عَلَى أَنَّهُ مِنْ حَيْثُ كَوْنُهُ إضَاعَةً لِلْمَالِ ، فَإِنْ قُلْت مَرَّ أَنَّ خَوْفَ الْحَرْقِ مُوجِبٌ لِلْحَمْلِ مَعَ الْحَدَثِ وَلِلتَّوَسُّدِ وَهَذَا مُقْتَضٍ لِحُرْمَةِ الْحَرْقِ مُطْلَقًا قُلْت ذَاكَ مَفْرُوضٌ فِي مُصْحَفٍ وَهَذَا فِي مَكْتُوبٍ لِغَيْرِ دِرَاسَةٍ أَوْ لَهَا وَبِهِ نَحْوُ بِلًى مِمَّا يُتَصَوَّرُ مَعَهُ قَصْدُ نَحْوِ الصِّيَانَةِ وَأَمَّا النَّظَرُ لِإِضَاعَةِ الْمَالِ فَأَمْرٌ عَامٌّ لَا يَخْتَصُّ بِهَذَا عَلَى أَنَّهَا تَجُوزُ لِغَرَضٍ مَقْصُودٍ وَلَا يُكْرَهُ شُرْبُ مَحْوِهِ ، وَإِنْ بَحَثَ ابْنُ عَبْدِ السَّلَامِ حُرْمَتَهُ
حواشي الشرواني – (ج 1 / ص 155) قوله: (ما كتب الخ) أي من الخشب نهاية ومغني أي مثلا فالورق كذلك قليوبي قوله: (إلا لغرض نحو صيانة) أي فلا يكره بل قد يجب إذا تعين طريقا لصونه وينبغي أن يأتي مثل ذلك في جلد المصحف أيضا ع ش قوله: (والغسل أولى منه) أي إذا تيسر ولم يخش وقوع الغسالة على الارض وإلا فالتحريق أولى بجيرمي عبارة البصري قال الشيخ عز الدين وطريقه أن يغسله بالماء أو يحرقه بالنار قال بعضهم إن الاحراق أولى لان الغسالة قد تقع على الارض انتهى ابن شهبة اه فتح المعين – (ج 1 / ص 84)
ويكره حرق ما كتب عليه إلا لغرض نحو صيانة، فغسله أولى منه.
أسنى المطالب – (ج 1 / ص 335)
قَوْلُهُ : صِيَانَةً لِاسْمِ اللَّهِ تَعَالَى عَنْ تَعَرُّضِهِ لِلِامْتِهَانِ ) ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ : إنَّ الْإِحْرَاقَ أَوْلَى مِنْ الْغُسْلِ لِأَنَّ الْغُسَالَةَ قَدْ تَقَعُ عَلَى الْأَرْضِ .وَقَالَ الْحَلِيمِيُّ فِي الْمِنْهَاجِ : لَا يَجُوزُ تَمْزِيقُ الْوَرَقَةِ الَّتِي فِيهَا اسْمُ اللَّهِ تَعَالَى أَوْ اسْمُ رَسُولِهِ لِمَا فِيهِ مِنْ تَقْطِيعِ الْحُرُوفِ وَتَفْرِيقِ الْكَلِمَةِ لِمَا فِيهِ مِنْ إزْرَاءِ الْمَكْتُوبِ ( قَوْلُهُ : بِخِلَافِ ابْتِلَاعِ قِرْطَاسٍ
Semoga bermanfaat
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
http://prabuagungalfayed.blogspot.com/2018/10/hukum-membakar-bendera-hti.html