Habib Idrus Bin Salim Al Jufri Dan Syair Kemerdekaan Indonesia
Kalau kita mengenal Nahdlatul Ulama yang berpusat di Jawa, Nahdlatul Watanyang berporos di Nusa Tenggara dan Persatuan Tarbiyah Islamiyyah yang berkembang di Sumatera Barat.
Maka di Sulawesi Tengah kita memiliki lembaga pendidikan al-Khairat yang didirikan pertama kali oleh Habib Idrus bin Salim al-Jufry.
Habib Idrus bin Salim al-Jufri sendiri merupakan salah seorang keturunan Nabi Muhammad saw. yang lahir di Taris Hadramaut Yaman pada tanggal 15 Maret 1892.
Sosok faqih yang akrab disapa Guru Tua ini, selain dikenal sebagai tokoh pendidikan Islam di Sulawesi Tengah, juga dikenal sebagai tokoh nasionalis anti penjajahan yang militan.
Kesetiaan dan kekagumannya pada Soekarno, diungkapkan dalam sebuah sya’ir kemerdekaan yang ditulis Habib Idrus tahun 1945.
Lahir dari keluarga ulama di Yaman, kakeknya, Habib Alwi al-Jufry merupakan salah seorang ulama masyhur yang disebutkan oleh Sayyid Abdurrahman al-Masyhur dalam Kitab Bughyatul Musytarsyidin.
Kakeknya yang lain, Habib Saqqah adalah seorang faqih yang menjadi qadhi di Yaman. Ayahnya, Habib Salim bin Alwi al-Jufry juga dikenal sebagai allamah yang menguasai banyak bidang keilmuan.
Lingkungan keulamaan ini mengantarkan Habi Idrus hafal al-Qur’an sekaligus mampu mengurai ayat-ayat hukum di dalamnya.
Di usia yang sangat muda, kepada ayahandanya, Habib Idrus belajar ilmu agama dasar dan tata bahasa.
Tak berhenti di sana, Habib Idrus memulai perjalanan keilmuannya dengan belajar kepada beberapa ulama besar di Yaman; Habib Muhsin bin Alwi Assegaf, Habib Abdurrahman bin Alwi Assegaf, Habib Muhammad bin Ibrahim Bifaqih dll.
Di tahun 1909, bersama sang ayah, Habib Idrus muda berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Kurang lebih 6 bulan Habib Idrus dan sang ayah menetap di Tanah Suci.
Waktu ini tidak disia-siakan sang ayah. Habib Idrus muda diajak dan belajar kepada beberapa ulama awliya’ yang tinggal di Hijaz.
Menjadi Qadhi di Yaman lalu Pindah ke Indonesia
Tahun 1916, setelah wafatnya sang ayah, oleh Sultan Mansur Habib Idrus diangkat sebagai mufti dan qadli di Taris Yaman di usianya yang masih 25 tahun.
Idealismenya sebagai seorang ulama muda membawanya kepada gaya hidup sederhana dan istiqamah dalam menentang imperialisme Inggris yang saat itu menguasai Yaman.
Perjalanan pertama Habib Idrus ke Indonesia dialaminya tahun 1908 bersama sang ayah. Tujuannya hanyalah menjenguk sang ibu dan kedua saudara kandungnya yang terlebih dahulu pergi ke Indonesia.
Di tahun 1922, untuk kedua kalinya Habib Idrus pergi ke Indonesia. Kali ini misinya berbeda, selain untuk bertemu ibu dan saudaranya, imperialisme Inggris yang selama ini ditentangnya menjadikan Habib Idrus menetapkan langkahnya untuk berdakwah di Indonesia.
Awalnya beliau menetap di Pekalongan sambil berjualan batik. Di kota ini Habib Idrus menikah dengan Syarifah Aminah binti Thalib al-Jufri.
Setelah itu beliau pindah ke Solo dan di tahun 1926, beliau pindah ke Jombang dan berkenalan dengan Hadratussyeikh Hasyim Asyari. Keduanya menjalin persaudaraan dan keakraban yang sangat erat.
Setelah itu beliau pun hijrah ke Indonesia Timur. Beliau menjelajahi kecamatan Bacan, Jailolo, Morotai, Patani, Weda dan Kayoa di Maluku.
Setelah itu beliau juga menjelajahi daerah-daerah di Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan dan Irian Barat.
Tahun 1929 beliau menginjakkan kaki di Manado dan berkonsolidadi dengan Syeikh Nasar bin Khams al-Amri, seorang pimpinan komunitas Arab di Manado, terkait keinginannya untuk mendirikan madrasah di kota Palu Sulteng.
Di tahun 1930 Habib Idrus pun pindah ke Palu. Tepat pada tanggal 30 Juni, Madrasah al-Khairat resmi berdiri berdasarkan ijin dari pemerintahan Hindia-Belanda saat itu.
Namun, hal itu tidak menjadikan al-Khairat bebas. Pengawasan tetap dilakukan pihak penjajah. Bahkan al-Khairat sempat dilarang sewaktu penjajah khawatir terhadap ajaran anti-kolonial sang Guru Tua.
Selama masa hidupnya, Habib Idrus senantiasa berjuang dalam ranah pendidikan dan perjuangan kemerdekaan.
Madrasah al-Khairat yang beliau dirikan, selain sebagai media dakwah Islam, juga menjadi pusat perlawanan dan doktrinasi nilai-nilai nasionalisme.
Sya’ir yang beliau susun di tahun 1945 dikenal sebagai sya’ir perjuangan sarat nasionalisme. Meskipun lahir dan berdarah Arab, Habib Idrus mengungkapkan cintanya pada Indonesia dengan cara yang sangat luar biasa.
Syair Kemerdekaan
راية العز رفرفي في سمآء * أرضها وجبالها خضرآء
Raayatu al-‘Izzi rafrafii fi as-samaa’ * ardhihaa wa jibaalihaa khodroo’
Berkibarlah bendera kemuliaan di angkasa * daratan dan gunung-gunungnya hijau
إن يوم طلوعها يوم فخر * عظمته الأبآء والأبنآء
Inna Yauma Thuluu’ihaa Yaumu Fakhrin * ‘azhamathu al-aabaa’ wa al-anbaa’
Sungguh hari kebangkitannya adalah hari kebanggaan * orang-orang tua dan anak-anak memuliakannya
كل عام يكون لليوم ذكرى * يظهر الشكر فيها والثنآء
Kullu ‘Aamin li al-yaumi dzikraa * Yazhharu as-syukru fiihaa wa at-tsanaa’
Tiap tahun hari itu menjadi peringatan * muncul rasa syukur dan pujian-pujian padanya
كل أمة لها رمز عز * ورمز عزنا الحمراء والبيضآء
Kullu Ummatin lahaa ramzu ‘izzin * wa ramzu ‘izzinaa al-hamraa’ wa al-baydhoo’
Tiap bangsa memiliki simbol kemuliaan * dan simbol kemuliaan kami adalah merah dan putih
يا سوكارنو حييت فينا سعيدا * بالدواء منك زال عنا الدآء
Yaa Sukarno Huyiyta fiinaa sa’iida ** bi ad-dawaa’ minka zaala ‘anna ad-daa’u
Wahai Sukarno! Engkau telah jadikan hidup kami bahagia * dengan obatmu telah hilang penyakit kami
أيها الرئيس المبارك فينا * عندك اليوم للورى الكميآء
ayyuhaa ar-ra’iis al-mubaaraku fiina * ‘indaka al-yauma li al-wara’ al-kamyaa’
Wahai Presiden yang penuh berkah untuk kami * engkau hari ini laksana kimia bagi masyarakat
باليراع وبالسياسة فقتم * ونصرتم بذا جائت الأنبآء
bi al-yaraa’ wa bi as-siyaasati fuqtum * wa nushirtum bidzaa jaa’at al-anbaa’
Dengan perantara pena dan politikmu kau unggul * telah datang berita engkau menang dengannya
لا تبالوا بأنفس وبنين * في سبيل الأوطان نعم الفدآء
Laa Tubaaluu bi Anfusin wa Baniin * fi Sabiil al-Awthaani ni’ma al-fidaa’
Jangan hiraukan jiwa dan anak-anak * demi tanah air alangkah indahnya tebusan itu
خذ إلى الأمام للمعالي بأيدي * سبعين مليونا أنت والزعمآء
khudz ila al-amaam li al-ma’aali bi aydii * sab’iina milyuunan anta wa az-zu’amaa’
Gandengkan menuju ke depan untuk kemuliaan dengan tangan-tangan * tujuh puluh juta jiwa bersamamu dan para pemimpin
فستلقى من الرعايا قبولا * وسماعا لما تقوله الرؤسآء
fa satulqii min ar-ra’aayaa qabuula * wa samaa’an limaa taquuluhu ar-ru’asaa’
Pasti engkau jumpai dari rakyat kepercayaan * dan kepatuhan pada apa yang diucapkan para pemimpin
واعمروا للبلاد حسا ومعنى * وبرهنوا للملا أنكم أكفآء
wa’miruu li al-bilaadi hissan wa ma’nan * wa barhihuu li al-malaa annakum akiffaa’
Makmurkan untuk Negara pembangunan materil dan spiritual * buktikan kepada masyarakat bahwa kamu mampu
أيد الله ملككم وكفاكم * كل شر تحوكه الأعدآء
ayyada Allahu mulkakum wa kafaakum * kulla syarrin tahuukuhu al-a’daa’u
Semoga Allah membantu kekuasaanmu dan mencegahmu * dari kejahatan yang direncanakan musuh-musuh seteru.
Sumber: bincangsyariah.com
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://islamidia.com/habib-idrus-bin-salim-al-jufri-dan-syair-kemerdekaan-indonesia/