Genggaman Sang Istri Lepas Saat Digulung Ombak 3 Menit
Hampir sekujur tubuh Widiono terluka seperti bekas sayatan. Wajahnya, dua tangannya, kakinya, juga perutnya.
Perban putih yang dibebatkan pada kepalanya pun dipenuhi bercak darah yang mulai mengering. Begitu pula kaki kirinya yang juga diperban.
Plastik kresek putih dibebatkan ke kaki itu agar tak terkena air.
“Mungkin patah kaki saya,” ujar Widiono.
Widiono adalah salah seorang korban yang berhasil lolos dari maut akibat tsunami yang menerjang Pantai Carita, Pandeglang, Banten, Sabtu malam (22/12). Tapi, tidak demikian sang istri, Ilham Suhartini.
Ilham menjadi salah seorang korban meninggal dunia bencana yang juga menghembalang Serang dan Lampung Selatan itu.
Padahal, Widiono sudah berupaya menyelamatkan belahan jiwanya tersebut saat tiba-tiba datang ombak besar.
Itu ombak pertama sebelum ombak berikutnya yang menggulung Widiono, istri, dan empat anak mereka.
Yakni Willy Erwan Mikrad, 19; Noni Ersa Mikrad, 18; Hawidya Nur Kholifah, 13; dan Jagad Setyo Abadi, 12.
Mereka berada di Carita untuk mengikuti family gathering bersama sejumlah kawan Widiono semasa SMP. Total ada sekitar 130 orang yang turut serta di acara tersebut.
“Ma, ayuk (ayo) kabur yuk, Ma. Cabut,” kata Widiono kepada istrinya setelah ombak tinggi pertama datang.
Mereka sempat menjauh dari pantai. Meninggalkan halaman penginapan tempat family gathering.
“Tidak ada yang menyangka bakal ada tsunami. Semalam itu justru menurut saya cuacanya bagus. Bulan bagus, ndak ada angin, hujan pun tak ada,” jelas Widiono.
Lalu datanglah ombak kedua yang lebih besar. Tingginya sekitar 2 meter. Ombak itulah yang menggulung Widiono bersama keluarga.
Dia sudah tidak tahu apa yang terjadi dalam ombak yang hanya berlangsung tiga menit tersebut. Istrinya lepas dari genggamannya.
“Saat itu saya hanya bisa berdoa. Ya Allah, berilah kami kekuatan. Itu posisi kaki kecepit kayu mungkin,” ungkap dia.
Saat aliran ombak kembali ke laut, Widiono tahu empat anaknya selamat. Posisi mereka tak jauh dari tempatnya tergeletak. Yang tidak diketahui adalah nasib istrinya.
“Saya bisa lolos, bisa naik ambil udara, bisa napas. Kalau telat lima menit mungkin ya sudah,” katanya.
Di Pulau Sangiang, pulau kecil di Selat Sunda, Fahri, yang tengah berkemah bersama lima kawan, terbangun saat merasa ada yang mengganggu tidurnya. Dia tak tahu apa persisnya.
Karena itu, pelajar SMP berusia 14 tahun asal Kota Cilegon, Banten, tersebut mengecek ke luar tenda. Betapa kagetnya, dari arah pantai dia melihat gelombang setinggi 5 meter menerjang ke arah tenda.
Fahri sudah tak sempat membangunkan lima kawannya. Tubuhnya terbawa arus. Dia selamat setelah berhasil berpegangan pada pohon kelapa. Dengan sekuat tenaga.
“Saya sadar selamat sekitar jam 10-an (malam). Kayaknya itu air datang jam 9-an,” kata Fahri kepada Radar Banten (Jawa Pos Group) setelah dievakuasi ke Pelabuhan Indah Kiat, Pulomerak, Kota Cilegon, Minggu (23/12).
Dua kawan Fahri, Rizki Kurniawan, 16, dan Umar, 15, juga selamat. Seperti Fahri, keduanya juga dievakuasi ke Pulomerak. Tapi, nasib dua teman lainnya belum jelas.
Di Pantai Carita, dengan bantuan warga, Widiono dibawa warga dengan diboncengkan motor menuju tempat yang lebih tinggi.
Anak-anaknya, sepengetahuan dia, diselamatkan warga lain ke lokasi yang berbeda.
Oleh salah seorang warga, Widiono diberi baju ganti. Kaus polo hitam dan sarung warna cokelat.
Dalam kondisi lemah, dia pun akhirnya menginap di rumah warga tersebut. Kepalanya terasa pusing sekali karena kehilangan banyak darah. Kepala bagian belakangnya berdarah.
Kemarin pagi, sekitar pukul 05.00, Widiono dibawa ke Puskesmas Carita untuk mendapatkan perawatan. Sekitar pukul 13.00 dia melihat banyak jenazah yang sudah diletakkan di halaman puskesmas itu.
Di sanalah dia bertemu kembali dengan sang istri. Yang sudah dibungkus kantong jenazah.
“Itu di kantong nomor 34,” katanya dengan suara pelan.
Seperti Widiono, Ahmad, seorang wisatawan asal Jakarta yang sedang berlibur ke Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, juga sempat digulung ombak bersama mobilnya. Hingga terpental ke perbukitan.
“Alhamdulillah, kami semua selamat,” kata Ahmad yang bermobil bersama dua rekan kepada Radar Banten.
Ahmad dan dua kawan itu berada di Cinangka dalam rangka menyurvei lokasi liburan untuk keluarga mereka di akhir tahun nanti.
Pada Sabtu malam itu mereka berada dalam perjalanan balik ke Jakarta. Tapi, tiba-tiba ombak besar dari arah pantai naik ke jalan raya.
“Mobil saya langsung tergulung,” katanya.
Sementara itu, di Puskesmas Carita, Widiono bertemu dengan Willy. Anak pertamanya itu pun dia minta mencari adik-adiknya.
Sekitar pukul 16.00, setengah jam setelah Willy yang diantarkan seorang rekan mencari adik-adiknya, Widiono meminjam ponsel Jawa Pos. Namun, ketiga anaknya yang lain ternyata belum ditemukan juga.
Di tengah gerimis yang tak berhenti mengguyur, Widiono akhirnya memutuskan untuk segera membawa jenazah istrinya ke rumah mereka. Dengan dibantu mobil jenazah milik Dompet Dhuafa.
“Sudah terlalu lama di sini, saya bawa pulang dulu istri saya. Anak-anak saya yang lain masih dicari sama kakaknya,” jelas Widiono.
Sumber: jawapos.com
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://islamidia.com/genggaman-sang-istri-lepas-saat-digulung-ombak-3-menit/