Diplomasi Santri Globalisme Dan Arus Baru Ma Rufnomics
Oleh:Nur Rohman
UNDANG Undang 37/1999 telah menjamin peran dan partisipasi aktor non negara dalam hubungan luar negeri. Pasal 1 menyebutkan bahwa hubungan luar negeri selain dilakukan oleh dilakukan Pemerintah juga dilakukan oleh aktor non-negara yaitu badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara Indonesia.
Bisa dikatakan, ruangnya sangat terbuka luas untuk melakukan sinergi dengan aktor non-negara, baik dari aktor non-negara di Indonesia maupun luar negeri dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahan dan keamanan.
Dalam tulisan ini akan mengulas tentang diplomasi santri dan arus ekonomi baru Islam di tengah pergaulan global. Arus baru ekonomi Islam ini selanjutnya akan disebut Ma'rufnomics.
Sebagaimana kita ketahui dalam berbagai literatur bahwa diplomasi adalah salah satu instrumen penting dalam mencapai kepentingan nasional. Jika kita mengacu pada mandatory berdirinya republik Indonesia, seluruh elemen bangsa dan negara turut serta menjaga ketertiban dunia.
Dalam konteks ini, Nahdlatul Ulama sebagai organisasi masyarakat Islam terbesar di dunia harus berperan aktif dalam kerja taktis bermanfaat dalam entitas global.
Secara spesifik santri yang jumlahnya sudah tak terhitung banyaknya, adalah sumberdaya manusia penting bagi keterlibatan peran diplomasi sebagai persenyawaan negara. Memberikan sumbangsih bahkan mewakili tugas negara mencapai kepentingan nasional, baik proses interaktif dua arah antara negara yang bertujuan sebagai jalan keluar dari setiap negara.
Santri
Sebelum kita jauh membahas tentang apa kaitan antara diplomasi, globalisasi dan juga arus baru ekonomi Islam, kiranya perlu diulas terlebih dahulu tentang santri dengan karakteristik utamanya.
Dalam satu kesempatan saat berdiskusi dengan Gus Syauqi Maruf Amin, kita kemudian menelorkan ide tentang spirit santri universal. Santri universal yang kami telorkan setidaknya harus mengandung 3 unsur kewarasan, diantaranya unition (persatuan), verbalitation (komunikasi), dan salvation (keselamatan).
Santri universal ini mengadopsi semangat rahmatan lil alamin, menjadi rahmat atau berkah kasih sayang bagi seluruh alam. Konteks-konteks keagamaan menjadi penting dan harus terajut dengan baik disamping sisi kebudayaan yang harus terarah. Bahwa membangun SDM dan maju bersama adalah semangat yang sesungguhnya harus dibawa kemana dan dimana saja.
Rajutan yang baik melalui komunikasi yang baik, santun, dan saling menghargai menjadi kunci dapat dibangunnya kesejahteraan bersama dan menjadi tanggung jawab bersama-sama, bukan hanya mewujudkannya tetapi juga dalam menjaganya.
Agama pada dasarnya membangunkan kesadaran, semangat kedamaian selalu menyertainya. Kegaduhan bukan diciptakan oleh agama, tapi hasrat dari manusia itu sendiri, yang lupa memperhatikan bahwa dampak yang diperbuatnya adalah kerusakan.
Tiga kewarasan yang harus dalam setiap santri seperti yang diungkap tadi, menjadi penting mewujud pada sikap penghargaan dan saling menghormati antara setiap individu dengan individu, agama dengan agama, kebudayaan dengan kebudayaan, sistem pendidikan dengan sistem pendidikan.
Bahkan tidak berlebihan jika dimunculkan pada sikap negara dengan negara, sehingga terwujudlah kedamaian dunia yang menghasilkan kemajuan bersama dan keseimbangan antara setiap invidu, kelompok, negara, dan apapun yang ada yang menjadi bagian di dunia ini.
Negara, kedaulatan negara dalam menjaga semangat implementasi dari gerakan kemajuan dan pembangunan SDM, senantiasa menjaga kualitas hidup masyarakat suatu negara yang berkedaulatan.
Tentunya dengan pendampingan pemerintahan untul mengawal sistem dan mekanisme pembangunan dan kemajuan sebuah negara. Basis kesadaran dengan menghargai kedaulatan negara-negara yang lain, menjadi bagian penting sebagai agen perdamaian dunia.
Globalisasi
Bicara dunia kiranya juga penting kita mengulas tentang apa itu globalisasi. Dalam pengertian yang lebih luas globalisasi diartikan sebagai suatu proses yang menempatkan masyarakat dunia bisa menjangkau satu sama lain atau saling terhubungkan dalam semua aspek kehidupan mereka, baik dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi maupun lingkungan.
Atas pengertian itulah, boleh dikatakan bahwa masyarakat dunia hidup dalam satu era di mana sebagian besar kehidupan sosial mereka sangat ditentukan oleh proses-proses global. Meski demikian pada saat bersamaan potensi memudarnya budaya nasional sedikit banyak akan terjadi.
Globalisasi merupakan sebuah proses munculnya masyarakat global yang terintegrasi secara fisik dengan melampui batas negara, baik ideologis dan lembaga politik dunia.
Dalam banyak literatur, disebutkan bahwa oroses globalisasi diawali oleh 3 faktor diantaranya revolusi di bidang teknologi, makin minimnya biaya transportasi dan juga kemunculan kelompok kanan baru di Inggris dan AS pada tahun 1970-an. Pada kesempatan lain kita sepertinya harus mengulas khusus tentang apa itu globalisasi dan sebab-sebab terjadinya globalisasi.
Tetapi disesuaikan dengan substansi tulisan ini, saya ingin mengulas bahwa globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah memunculkan masyarakat global, dimana ada sistem dunia yang terintegrasi secara fisik melampaui batas negara, blok ideologi, dan lembaga ekonomi politik dunia.
Globalisasi telah mendorong terjadinya apa yang biasa disebut dalam penstudi ilmu hubungan internasional dengan sebutan cross border of financial, physical and human capital.
Bahasa sederhanya adalah proses dimana arus finansial yang terkait dengan perdagangan barang dan jasa seperti transaski impor ekspor dan pengeluaran wisatawan, penanaman modal asing yang bukan hanya transfer modal, tetapi juga transfer modal fisik, teknologi, portofolio dan berbagai transkasi lainnya.
Salah satu imbas dari globalisasi adalah kemadirian dan kemampuan pemerintahan negara dalam mengambil sebuah keputusan maupun implementasi kebijakan moneter dan bisnis yang terkait dengan negara.
Contoh sederhananya mungkin bisa ditinjau dari fakta ekonomi politik belakangan di tengah pandemi coronavirus disease (Covid-19) seperti saat ini.
Sebagaimana kita tahu, pemerintah terkesan masih sangat memperhatikan betul faktor ekonomi ketimbang upaya penyelamatan masyarakat dari Covid-19. Suka tidak suka kita bisa sebut bahwa pemerintah terkesan ingin mencari jalan tengah bagaimana upaya pemulihan ekonomi sekaligus bebarengan dengan upaya penyelematan nyawa masyarakat.
Dalam konteks kasus negara yang diterpa bencana non alam virus mematikan asal Kota Wuhan, China ini, dua hal ini bisa dikatakan seperti minyak dan air.
Terma globalisasi seperti diulas di atas sepertinya compatible saat santri sebagai SDM Nahdlatul Ulama memberikan peranan penting, khususnya di bidang membangkitkan ekonomi dan kemudian menghasilkan produk ala santri yang bisa bersaing dan diperebutkan oleh masyarakat global.
Santri dan globalisme (paham tentang masyarakat global) kiranya menjadi isu yang relevan untuk digerakkan dalam rangka menciptakan tatanan dunia yang damai.
Arus Baru Ma'rufnomics
Apa kemudian kaitannya santri, globalisme dengan arus baru ekonomi islam yang digagas oleh Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin yang kerap disuarakan sejak 2016 lalu, yang disebutkan di awal sebagai Ma'rufnomics.
Konsep Ma'rufnomics yang kemudian bersandar pada sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (sila ke 5 Pancasila). Wujudnya adalah ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial. Bagaimana konsep ini menekankan pada bagaimana meratakan kesenjangan si kaya dengan si miskin, yang kuat dengan yang lemah, antar daerah, antara produk lokal dengan global.
Selain itu pula, bagaimana membangun suatu masyarakat ekonomi dengan membangun yang lemah tanpa melemahkan yang kuat. Membangun siapa yang lemah melalui berbagai upaya kolaborasi dan kemitraan antara yang kuat dan lemah. Muara dari gagasan Ma'rufnomics adalah kesejahteraan bagi seluruh rakyat dan masyarakat dunia tentunya.
Tema inilah kemudian yang saya tawarkan dalam forum webinar internasional antar Rois Syuriah PCINU semalam Selasa (15/9).
Bagaimana Nahdlatul ulama dengan resouces yang ada di tengah masyarakat global yang liberal kapitalis, santri kemudian bersenyawa sebagai agen dengan cara pandang arus ekonomi ala Ma'rufnomics. Mereka yang memiliki paradigma Ma'rufnomics bergerak massal memproduksi barang lokal dengan tujuan bersaing dan sekaligus bermitra dengan negara, lembaga, dan aktor non negara di seluruh dunia.
Apa yang kami lakukan beberapa tahun terakhir dengan gerakan santri usahawan (Gus Iwan) yang hari ini sudah tersebar di 154 kab atau kota di Indonesia sebagai program komintas Santri milenial centre (SiMaC) adalah salah satu ijtihad ekonomi politik sebagai santri yang memiliki cara pandang global.
Berijtihad membumikan semangat paradigma Ma'rufnomics dengan menitikberatkan pada menguatkan yang lemah tanpa harus mengebiri yang kuat.
Contoh konkret terkait dengan kontribusi santri di luar negeri yang kemudian menjalankan kerja-kerja diplomasi di Hongkong, termasuk PCI NU lainnya yang memiliki cara dan segmentasi beragam.
Di Hongkong ada 89 persen pekerja atau pekerja migran Indonesia yang kemudian mendapatkan fasilitas libur mingguan. Fasilitas itulah kemudian dibaca oleh PCI NU Hongkong dalam memberikan saudara PMI memfasilitasi ruang berorganisasi (berjamiyah).
Selain berfungsi menjalankan kerja diplomasi, santri-santri yang bernanung di PCI NU Hongkong melakukan berbagai macam kegiatan. Baik di level ranting maupun MWC. Data total WNI sebanyak 170 ribu orang, diantaranya 90 persen muslim da 76 persen meraka adalah kalangan nahdliyin.
PCI NU Hongkong bahkan melakukan kegiatan audensi, riset dan terjung langsung ke lapangan. Kita menyetap informasi peluang dan kebutuhan umat. Contoh konkretnya adalah mendirikan halal food, yang tentunya menjadi kebutuhan dasar seluruh umat Muslim di Hongkong.
Kedepan, PCI NU Hongkong akan terus menjalankan kerja keumatan yang kemudian berbasi pembangkitan produk santri berbasi unit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Selain pembumian ajaran Islam wasatiyah, kerja keumatan PCI NU Hongkong sekaligus harus bermuatan gerakan ekonomi.
Mempromosikan produk-produk lokal yang berskala ekspor dan dikonsumsi tidak hanya oleh para WNI, tetapi juga masyarakat Hongkong lainnya.
Alangkah lebih menarik apabila pola gerakan semacam ini diadopsi oleh seluruh PCI NU yang tersebar di seluruh dunia.
Ilustrasi tetang format gerakan ini sangat relevan dan mungkin direalisasikan, bermitra dengan berbagai stakeholder seperti Kemenlu, BP2MI, Kemendag dan pihak terkait lainnya.
Yang terpenting dari apa yang saya tawarkan ini adalah, bagaimana cara pandang ini benar-benar menjadi alternatif sebagai ruang diplomasi mewakili negara dengan mengedepankan kepentingan nasional.
Tak hanya itu, gerakan berparadigma Ma'rufnomics juga harus berdampak pada peningkatan derajat ekonomi seluruh masyarakat santri yang kemudian menjadi bagian dari masyarakat dunia.
Ilustrasi tentang berbagai gerakan santri Nahdlatul Ulama yang dapat menjalankan peran diplomasi di bidang ekonomi dalam masyarakat dunia kedepan akan menjadi fakta yang menakjubkan.
(Penulis merupakan Rois Syuriah PCINU Hongkong, dan juga Presiden Santri Milenial Centre (SiMaC) )
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://www.bagibagi.info/2020/09/diplomasi-santri-globalisme-dan-arus.html