Bertawasul Dengan Sahih Bukhari Untuk Elak Covid 19
1-Membaca Shahih Al Bukhari saat Kekeringan
Jika para ulama menggunakan wasilah pembacaan Hadits secara umum dalam menghadapi cobaan. Para ulama secara khusus membaca Shahih Al Bukhari untuk hal yang sama. Al Hafidz Ibnu Katsir berkata mengenai Imam Al Bukhari dan kitabnya Ash Shahih,”Dan kitabnya Ash Shahih, dengan membacanya diharapkan turunnya hujan dari mendung.” (Al Bidayah wa An Nihayah, 6/290)
Ketika Aljazair dilanda kekeringan dan rakyatnya pun mulai khawatir, Hasan Al Basya (1251 H) selaku pemimpin Muslim memerintahkan para ulama untuk membaca Shahih Al Bukhari di masjid Zaituna. Saat itu, mereka berhasil mengkhatamkan Shahih dalam satu hari. Hasan Al Basya orang pertama yang mengawalai kebiasaan baik ini di Aljazair, yakni mengadakan pembacaan Shahih Al Bukhari ketika terjadi bencana. (Syajarah An Nur Az Zakiyah, 2/191)
2-Membaca Shahih Al Bukhari saat Peperangan
Pada saat pasukan Mongol menyerang, Malik Al Manshur bersama pasukannya keluar untuk menghadapi mereka, serta mengirim perintah ke Kairo, agar para ulama berkumpul membaca Shahih Al Bukhari. Saat itu, Al Hafidz Ibnu Daqiq Al `Ied bertanya kepada para ulama,”Apa yang kalian lakukan dengan Bukhari kalian?” Para ulama pun menjawab,”Masih tersisa waktu kita akhirkan, agar kita mengkhatamkan pada hari ini.” Ibnu Daqiq Al `Ied pun menyampaikan bahawasannya pasukan Muslim sudah memperoleh kemenangan. (Thabaqat Asy Syafi’iyyah Al Kubra, 9/211)
Hal yang sama dilakukan di masa Utsmaniyah, di mana ketika pasukan Utsmaniyah bertempur mengadapi Russia, pihak Utsmaniyah mengirim perintah ke Kairo, agar dibaca di masjid Al Azhar Shahih Al Bukhari. Akhirnya, para ulama, termasuk di dalamnya Syeikh Ahmad Al Arusyi selaku Syeikh Al Azhar membaca Shahih Al Bukhari di masjid itu. (Aja`ib Al Atsar, 2/275)
Di saat Inggris dan Perancis bersatu berencana menyerang Istanbul, Sultan Abdul Hamid II meski saat itu berada di pengasingan juga ikut berdoa untuk kemenangan pasukan Utsmaniyah dengan membaca Shahih Al Bukhari. Sultan Abdul Hamid II menyampaikan,”Pada suatu hari saat aku membaca Shahih Al Bukhari, aku mendapati di salah satu halamannya bab mengenai sifat-sifat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Dari sifat-sifat itu, bahawa dari jasad mulianya keluar bau harum. Saat aku membacanya, aku mencium bau harum, yang aku tidak tahu datang dari mana.” Setelah peristiwa itu, terdengar khabar bahawasannya pasukan Utsmaniyah berhasil mengalahkan pasukan Inggris dan Perancis, pasukan musuh gagal memasuki selat Janaq Qal’ah. (Dzikrayat Ash Shulthan Abdul Hamid Ats Tsani, hal. 285)
3 Membaca Shahih Al Bukhari Saat Wabak Menyebar
Pada tahun 790 H terjadi wabah tha`un di Mesir. Qadhi Nashiruddin Muhammad mengajak sekelompok dari umat Islam untuk membaca Shahih Al Bukhari di masjid Al Azhar untuk berdoa agar Allah mengangkat tha`un. (Nail Al Amal fi Dzail Ad Duwal, 2/258)
Pada tahun 881 H kembali terjadi wabah tha`un di Kairo. Pembacaan Shahih Al Bukhari, Shahih Muslim din Kitab Asy Syifa diadakan di masjid Al Azhar, yang dihadiri oleh para ulama dan para penuntut ilmu, atas perintah sultan. Setelah itu mereka berdoa agar Allah mencegah balak atas mereka, yakni tha`un. (Nail Al Amal fi Dzail Ad Duwal, 7/174)
Pada tahu 1202 H, tha`un terjadi di Kairo. Pembacaan beberapa bahagian dari Shahih Al Bukhari juga dilakukan. (Aja’ib Al Atsar, 2/53)
Pada tahun 1228 H tha`un kembali terjadi di beberapa kota, terutama Al Iskandariyah. Sultan segera melalkukan kurantin, baik di pelabuan seperti di Dimyath serta mencegah perjalanan darat. Sultan juga memerintahkan agar pembacaan Shahih Al Bukhari dilakukan di masjid Al Azhar. Namun pembacaan itu hanya berlangsung tiga hari, di mana mereka mulai bosan, hingga aktivit itu terhenti. (Aja’ib Al Atsar, 3/395) BACA SEMUANYA
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
http://www.ustazcyber.com/2020/11/bertawasul-dengan-sahih-bukhari-untuk.html