Ada Wajahmu Di Kaki Langit Fiersa Besari
Tadi malam gunung diterpa hujan angin.
Dalam tenda aku berdialog dengan Tuhan
- meski sebetulnya hanya satu arah.
Setelah mendoakan bapak,
aku mendoakanmu baik - baik saja di sana.
Di tengah badai,
aku memeluk kenangan kita.
Kita pernah melengkapi langkah satu sama lain,
walau ujungnya berbeda.
Degup kita pernah seirama.
Doa kita pernah satu rupa.
Tangan kita pernah tak hendak melepas.
Kita lebih purba dari sang waktu.
Apa yang pernah kita punya tak terdefinisikan.
Wajar saja kalau aku mengingatmu sewaktu-waktu.
Kau adalah seseorang yang pernah ku kejar mati-matian,
sebelum ujungnya membuat jiwaku mati sungguhan.
Dan tatkala hujan berhenti,
aku bergegas melangkah keluar mencari kaki langit.
"Di langit yang engkau tatap,
ada rindu yang aku titip", katamu dahulu kala.
Apa kabar?
Sedang apa?
Begitu banyak hal yang hendak aku tanyakan,
namun bibir ini kelu.
Aku hanya mampu menitipkan sepucuk surat di sudut cakrawala.
Berharap akan kau baca.
Atau jika pun,
kau tahu bahwa hari ini aku memikirkanmu - tak berlebihan,
tak kekurangan.
Akhirnya, "waktu" menimbun aku dengan debunya;
perlahan membuat mu tak lagi mengingat aku.
Aku tidak tahu lagi kau ada di mana.
Sudah lama kita tidak lagi berusaha untuk saling menghubungi.
Ini yang dulu aku mau bukan?
Adalah gengsi yang membuatku tidak mau menyapamu.
Mungkin kau pun sama, bertahan di tepian keangkuhan,
tak mau jadi orang pertama yang mengucap salam.
Walau, kurasa ini yang terbaik.
Untuk apa kita saling menyiksa diri?
Kembali untuk memperbaiki kesalahan dengan kembali untuk mengulangi kesalahan memang beda tipis.
Dan aku tahu kita tidak mau terjebak euforia sesaat.
Seorang sahabat menghampiriku lalu menepuk pundakku,
"Untuk bersyukur, ada kalanya kita perlu memandang,
ada kalanya kita perlu terpejam,
ada kalanya kita perlu menengadah,
dan ada kalanya kita perlu bersujud.
Jika tidak banyak lagi yang bisa kita lakukan, berdoalah.
Berdoalah dengan segenap-genapnya hati.
Tuhan tidak pernah terlalu sibuk untuk mendengarkan doa-doa kita.", ujarya.
Aku kembali memandang langit.
Aku tau disana dapat kutemui dirimu.
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://kanvasdakwat.blogspot.com/2019/04/ada-wajahmu-di-kaki-langit-fiersa-besari.html