5 Cara Berpikir Tentang Papua Yang Membuat Kita Tak Merasa Menjadi Penjajah
5 Cara Berpikir tentang Papua Yang Membuat Kita Tak Merasa Menjadi Penjajah
1. Jika merdeka, apa kehidupan mereka akan lebih baik? 2. Papua merdeka adalah agenda asing. 3. Semua daerah akan minta merdeka. 4. Apakah SDM-nya siap? 5. Pejabat Papua juga korup.
Mari kita bahas satu-satu.
1. “Apakah jika Papua merdeka, kehidupan mereka akan lebih baik?”
Apakah bersama NKRI kehidupan di Papua lebih baik? Apakah setelah merdeka dari Belanda ---yang membangun berbagai infrastruktur, sistem pendidikan, kesehatan, birokrasi, bahkan sistem hukum--- kehidupan rakyat Indonesia lebih baik?
Jika jawabannya “iya”, berarti Papua berhak punya peluang yang sama. Jika jawabannya “tidak”, mengapa kita memaksa mereka ikut tidak bahagia bersama kita?
2. “Papua merdeka adalah agenda asing.”
Papua bersama NKRI lebih terbukti agenda asing. Amerika lah yang menekan Belanda agar menyerahkan Papua kepada Indonesia lewat PBB (1962). Lalu Amerika pula yang masuk dengan Freeport ke Papua (1967), dua tahun sebelum Papua dikuasai Indonesia (1969).
Orde Baru memulai debutnya di Papua setelah mengantongi UU Penanaman Modal Asing di masa transisi (1967).
Presiden Sukarno menggalang dukungan asing lewat Konferensi Asia Afrika (1955) agar ikut menekan Belanda keluar dari Papua, dan menggantikannya di sana. Indonesia juga meminta bantuan peralatan perang dari Uni Soviet untuk menghadapi Belanda di Papua.
Bahkan kemerdekaan Indonesia pun banyak campur tangan asing. Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan RI, menjadikan Indonesia memenuhi syarat “Pengakuan Internasional” sebagai negara. India membantu dengan beras. Buruh-buruh pelabuhan Australia menolak mengangkut perbekalan pasukan NICA Belanda yang ingin kembali ke Indonesia.
Jadi bagian mana dari sejarah NKRI yang tidak asing? Sudah tahu siapa pendiri Kopassus?
Jika benar banyak pihak asing mendukung Papua merdeka, entah motif solidaritas atau mengincar kekayaan alamnya, apa bedanya dengan sejarah NKRI?
3. “Kalau Papua merdeka, semua daerah akan minta merdeka. Indonesia bisa bubar.”
Sudah berapa daerah yang ikut merdeka setelah Timor Leste dinyatakan menang Referendum oleh PBB, 20 tahun lalu?
Nol.
Artinya, kemerdekaan satu daerah tak menular semudah virus influenza. Seperti halnya Yogya, Aceh atau Papua punya sejarahnya sendiri. Ada kondisi yang konsisten yang membuat Aceh dan Papua bergolak paling keras.
Ada masalah sejarah yang dimanipulasi, ada kekerasan politik dan pelanggaran HAM yang terus menerus tanpa ada keadilan bagi korban, ada penghisapan atau eksploitasi ekonomi, ada diskriminasi, dan ada pemicu serta momentum.
Mengapa Yogya tak memainkan narasi ingin merdeka? Pernah. Saat polemik RUU Keistimewaan (2010). Tapi tak menjadi gerakan politik yang serius karena kondisi-kondisi lain tidak terpenuhi. Sehingga lebih mirip gertakan untuk menaikkan posisi tawar dengan Jakarta.
Nah, apakah jika Papua merdeka, tiba-tiba Bali, Lampung, atau Gorontalo juga minta merdeka?
Silakan dicek, apakah kondisi-kondisi yang laten dan manifes di atas terpenuhi. Tidak semudah itu, Ferguso.
4. "Jika Papua merdeka hari ini, apakah SDM-nya siap?"
Sudah tahu berapa jumlah rakyat Indonesia yang buta huruf saat merdeka dari Belanda? 95 persen!
Lagipula UUD 1945 menyebut 4 tujuan berdirinya Indonesia yang salah satunya: “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Itu artinya kita belum cerdas-cerdas amat saat merdeka dari Belanda.
5 “Kalau Papua merdeka, masalah mereka akan sama saja. Lihat saja pejabat daerahnya juga korup.”
Apakah setelah merdeka dari Belanda, Indonesia bebas korupsi?
Dandhy Dwi Laksono
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://phaul-heger.blogspot.com/2019/09/5-cara-berpikir-tentang-papua-yang.html