Toxic Positivity
Hidup sebagai penganggur graduan 2020 di musim pandemik itu sangatlah membebankan. Bukan setakat keluarga, diri sendiri pun dah tak nampak hala tuju hidup. Masyarakat, tak payah tanyalah perspesi mereka.
Jujurnya,...aku give up! Sampai rasa dah malas nak mencuba sebelum mencuba. Sebabnya dah tak nampak sisi positif sampai rasa macam kalau ada positif tu pun ianya bertoksik! Ergh....God what I've done???
Okaylah, aku tak suka sebenarnya bila menjadi agen penyebar aura negatif ni, tapi what if dalam aku cuba jadi positif, sebenarnya ia negatif? Atau, patut aku terima saja hidup seadanya...tak perlu nak berkerah sangat fikirkan masalah dunia hari ni. Ekonomi, kewangan, sosial, politik...
Apa itu Toxic Positivity?
The phrase toxic positivity is the culture of portraying yourself as being happy no matter what. You're basically switched off to anything which might be viewed as negative.
Yeah, aku selalu buat macam ni. Tak sedar pun aku pernah buat....rupanya, dah jadi makanan dah pun. Ingatkan aku bagus sangat nak selalu stay positive. Rupanya, hampeh! Huh...penat kan jadi dewasa....dia penat tapi seronok, tapi penat tapi....ergh...Aku pun dah takde point sebenarnya untuk terusan berharap yang harapan itu sentiasa ada. Lagi-lagi dalam waktu sekarang. Jadinya, aku lebih suka "let by gone, be by gone" or "let it be it"...(okay, ni tanda aku hidup dalam TP...lolz!)
Tanda-tanda Toxic Positivity
Hiding/Masking your true feelings
Trying to “just get on with it” by stuffing/dismissing an emotion(s)
Feeling guilty for feeling what you feel
Minimizing other people’s experiences with “feel good” quotes or statements
Trying to give someone perspective (e.g., “it could be worse”) instead of validating their emotional experience
Shaming or chastising others for expressing frustration or anything other than positivity
Brushing off things that are bothering you with an “It is what it is”
When you deny or avoid unpleasant emotions, you make them bigger
Huh! hurm....does it?
Kalau orang yang baru kenal aku, diorang selalu cakap yang aku ni sejenis manusia yang tak pernah ada masalah. Statement ni dari sekolah aku selalu dengar. Sampai aku takde idea macam mana diorang boleh fikir yang aku takde masalah. Well, everbody has their own problem, but the way they deal with it, is representable their level of maturity right? Right?
Mungkin sebab zaman kanak-kanak aku dulu langsung ditarik dan memaksa aku untuk dewasa belum pada usianya yang membuatkan aku telan pil toxic positivity ni kot...So, kalau korang yang dah lebih dari empat tahun kenal aku, you will see me crying A LOT!
Tak semua rasa tu aku dapat hambur pada buku semata (which is aku selalu lempiaskan) Dan aku rasa bertuah sebab ada kawan yang setia zaman tawa dan duka...
By avoiding difficult emotions, you lose valuable information
Aku pernah deal jugaklah dengan barang bernama emosi ni. SELALU! Lagi-lagi bila ia berkaitan dengan hati. Yeah, right.
Tapi, kebanyakan waktunya, aku akan elak. Sebab ia menakutkan. Aku tak suka rasa macam manusia yang terlalu bergantung hidup pada emosi. No wonder aku tak tahu langsung pasal semua tu. Aku tak suka rasa rendah (yang secara fizikalnya sedia ada rendah), rasa memerlukan, dan pelbagai rasa yang memaksa aku perlukan bantuan. Bila rasa-rasa macam ni wujud selain dari pengharapan pada Tuhan, aku rasa aku manusia paling loser. Loser giler!
Dan aku tak pernah bincang segala apa yang aku rasa. Sebabnya, bila dibincang, perbualan itu akan berputar dalam kepala berulang kali. Tanpa Henti. Of course walau aku kata aku tak bincang, aku akan bincang sebab keperluan pada kebenaran. hahahahaha Better swallow the bitter truth der!
When people don't pay attention to negative feelings, and then come across to others like they don't have them, it makes them less approachable and relatable
Hahahahahaha...gelak je mampu.
Tapi bagus jugaklah. Orang akan elak pilih kita untuk dijadikan kamceng kaki bawang. Yang tak bestnya, orang tak de idea nak borak topik apa dengan kita....huhuhu je lah...
Antara kesan lain Toxic Positivity dalam hidup:
Hiding or denying feelings leads to more stress on the body and/or increased difficulty avoiding the distressing thoughts and feelings
Encourage a person to keep silent about their struggles
When we don’t want to show a part of ourselves, we create a fake face or public persona for the world
Suppressed emotions can later manifest in anxiety, depression, or even physical illness
Begin to live inauthentically with ourselves and with the world
What we should do when we stuck in the loop of toxic positivity?
Accepting difficult emotions helps with coping and with decreasing the intensity of those emotions
Think of the emotion as guidance
Acknowledge and listen to our emotions when they aren’t as pleasant
Am for balance and the acceptance of both good and bad emotions rather than all-or-nothing thinking
Set healthy boundaries with anyone who passes judgment on your authentic experience and speak your truth
[caption id="attachment_5616" align="aligncenter" width="1024"]
Toxic Positivity - Examples of Non-Toxic[/caption]
///
Konklusinya, hidup itu pilihan. Untuk berubah atau tidak, terpulang pada kita. Untuk memahami sebuah kehidupan, kita wajib mendalami diri sendiri...
Untuk aku, baik buruk kau, kau tetap aku yang dulu.
sumber: Psychology Today | The Psychology Group
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://www.sofieadie.com/2020/06/toxic-positivity.html