Tito Sulistio Pasar Modal Indonesia Terancam Ambruk
Sebagai seseorang yang pernah pemegang otoritas tertinggi di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2015-2018, tentu saja pernyataan-pernyataan yang disampaikan melalui feed tersebut tidak bisa dianggap sebuah lelucon atau hanya sekedar galauan anak milenial semata.
Tito Sulistio selama ini dikenal sebagai salah satu praktisi pasar saham di Indonesia. Setelah tidak memimpin BEI lagi, Beliau kembali menjalani akvititasnya di dunia saham. Jadi tidak dapat diragukan lagi pengalaman Beliau selama ini.
Sewaktu masih menjabat, Tito Sulistio membuat program dinamakan IDX Incubator. Program ini dibuat untuk membantu para pebisnis pemula yang tengah membangun perusahaan rintisan (Start-Up). Melalui IDX Incubator sejumlah start-up dapat masuk ke bursa saham, dan mendapatkan permodalan.
Kondisi Pasar Modal Indonesia
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bagaimana feed yang dibuat Beliau harus ditanggapi serius karena tampaknya bursa saham Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Berikut merupakan kutipan feed di akun miliknya Tito Sulistio yang dilansir dari laman facebook Hersubeno Arief, silahkan disimak.
Bismilahirohmanirohim, tulis Tito memulai feed-nya.
“Ya Allah, ya Tuhan kami. Saat ini pasar modal Indonesia sedang dalam cobaan berat. Engkau nyalakan api membara meluluh lantakan harga saham. Angin kencang Engkau tiupkan mengkocar-kacirkan para pemodal. Gempa menggoyang, menghancurkan dan menjatuhkan para pelaku. Bahkan hawa dingin Engkau hembuskan, membekukan langkah para regulator dan otoritas,” tulisnya.
Dari unggahan itu kita dapat menangkap apa yang membuat risau Tito. Bursa saham sedang hancur-hancuran. Para pelakunya kocar-kacir. Sementara regulator dan otoritas (pemerintah) kebingungan. Tak melakukan apa-apa.
Feed berikutnya memberi signal kondisi eknomi Indonesia yang menggiriskan (menakutkan). Orang Jawa menyebutnya nggegirisi! Menakutkan, mengerikan!
“Ya Allah Yang Maha Kuasa. Industri pasar modal selalu menjadi signal perekonomian nasional. Saat ini panasnya api, dingin es, goyangnya gempa membuat industri pasar modal Indonesia penuh ketidak-pastian.”
“Ya Allah ketidakpastian ini berdampak sistemik ke tata kelola Industri finansial lainnya, baik perbankan maupun asuransi, pada akhirnya bisa melemahkan daya beli masyarakat,” tulisnya.
Bila kita cermati Tito menulis dengan penuh nada ketakutan. Harap-harap cemas, dan karena merasa mentok, akhirnya hanya bisa menyerahkan semuanya kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Rontoknya bursa saham memang sudah terbukti bersifat sistemik. Tahun 1929 bursa saham Wall Street di New York rontok. Peristiwa yang dikenal sebagai Black Tuesday ini mendorong hancurnya perekonomian negeri Paman Sam.
Krisis besar melanda. Amerika Serikat mengalami Great Depression (1930). Kemudian menyebar ke seluruh dunia. Hancurnya pasar saham Indonesia dampaknya pasti tidak sebesar kejatuhan bursa saham Wall Street. Namun dipastikan akan sangat serius bagi Indonesia.
Ekonomi hancur-hancuran akibat salah kelola, dihajar lagi dengan pandemi Corona. Wabah global juga menghancurkan ekonomi semua negara. Dunia diambang Great Depression Part 2.
Sulit bagi pemerintah untuk membayangkan akan mendapat bantuan dari negara-negara lain, atau otoritas perekonomian dunia. Semua negara sedang butuh bantuan.
Wajar bila Tito terkesan ketakutan. Kalkulasi manusia sudah tak mampu lagi menjawabnya. Tidak ada jalan lain kecuali mengadu kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Bagi yang kenal Tito sikap ini mengejutkan. Seorang teman yang mengaku kenal dekat secara bercanda menyatakan “luar biasa kalau Tito sudah mengadu ke Tuhan.” Pasti sudah sangat-sangat serius.
Dia bukan pribadi yang anti Tuhan. Bahkan ke media dia selalu mengaku kesuksesannya berkat doa Ibunya yang rajin salat tahajud. Tapi dia pribadi yang rasional dan tidak relijius-relijius amat.
Dengan meminjam sudut pandang Tito, kita memahami apa yang tengah terjadi. Kegalauan dan ketakutannya memperkuat kekhawatiran sejumlah kalangan. Ekonomi Indonesia sedang dalam bahaya.
Tidak seindah seperti digambarkan oleh Menko Marinvest Luhut Panjaitan. Bank Dunia status Indonesia dinaikan dari negara dengan penghasilan menengah ke bawah (middle lower income), menjadi menengah atas (upper middle income).
Apa artinya status itu, kalau masyarakat tak punya daya beli?
Ya Allah Yang Maha Pengasih, ampunilah kami. Ampunilah para pemimpin kami. Selamatkan bangsa kami. Amin… End (DW)
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://bloggerborneo.com/tito-sulistio-pasar-modal-indonesia-terancam-ambruk-crash/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=tito-sulistio-pasar-modal-indonesia-terancam-ambruk-crash