Tega Bunuh 4 Saudaranya Untuk Rebut Warisan Edi Ungkap Watak Sesungguhnya Minah Sang Kakak
Edi Pranoto menjadi satu-satunya saudara Saminah yang tersisa setelah Minah membunuh tiga saudara yang lain.
Ini kesaksian Edi yang selama bertahun-tahun hanya bisa menduga keberadaan para saudaranya yang dibunuh Minah.
Edi sudah lama meninggalkan rumah Misem (lokasi) pembunuhan, tepatnya setelah ia menikah.
Kasus pembunuhan yang melibatkan tersangka Saminah alias Minah (53), bersama tiga anak kandungnya yaitu Sania Roulita, Irvan Firmansyah, dan Achmad Saputra alias Putra membuat heboh warga Banyumas.
Minah dan tiga anak kandungnya tega menghabisi saudara kandung Minah, antara lain Supratno atau Ratno (56), Sugiyono alias Yono (51), dan Hari Setiawan alias Heri (46).
Satu korban lainnya adalah Fifin Dwi Loveana alias Pipin (27, anak kandung Ratno).
Belakangan polisi mengungkap motif pembunuhan adalah rebutan tanah warisan Misem, ibu kandung korban dan tersangka.
Kasus ini terungkap setelah jenazah para korban ditemukan secara tidak sengaja di halaman belakang rumah Misem.
Kala itu Rasman (tetangga Misem) membersihkan lokasi tersebut, Sabtu (24/8) lalu.
Tribun berkesempatan melakukan wawancara khusus dengan anak keempat Edi Pranoto, yang lolos dari pembunuhan karena tak tinggal serumah dengan Misem.
Berikut wawancara lengkapnya:
Bagaimana reaksi setelah tahu ternyata saudara-saudara meninggal karena dibunuh?
Saya sedih sekali dan sama sekali tidak menyangka tersangka pembunuhan adalah saudara sendiri. Tidak bisa dibayangkan dan tidak tahu harus berkata-kata apa lagi.
Apakah ada firasat terkait kejadian ini?
Kebetulan saya sudah tinggal terpisah dengan ibu (Misem) dan saudara-saudara yang lain, di Banyumas. Saya sejak menikah memilih tinggal bersama mertua di Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor.
Saya tidak kepikiran jika Saminah dan anak-anaknya itu masih saudara sendiri, kakak kandung saya, tidak mungkin tega membunuh.
Sesama saudara sendiri mana tega, tetapi ternyata malah mereka sendiri yang membunuh.
Sebagai saudara saya pernah bertanya kepada Saminah, namun jawabannya pasti tidak tahu.
Ya sudahlah orang namanya tidak tahu bagaimana lagi. Semenjak itu saya jarang bertanya, terkait keberadaan saudara-saudara yang lain.
Bagaimana suasana hubungan keluarga besar Misem sebelum ada kejadian ini?
Hubungan dengan kakak (Minah) memang kurang baik.
Tetapi, terkait dengan pertengkarannya saya kurang paham.
Ketika saya memutuskan untuk pergi dan memilih tinggal bersama mertua, keadaan rumah waktu itu sudah ramai, karena dalam satu rumah ada kakak (Supratno) dan (Sugiyono) adek (Heri) dan satu orang keponakan, yaitu (Vivin/Pipin).
Saya memilih pergi dan tinggal bersama mertua karena justru ingin meringankan beban orangtua.
Saya kira satu rumah berlima sudah cukuplah.
Bukan saya mau sombong, karena sudah ada penghasilan, tetapi setidaknya rezeki saya ada saja dan alhamdulillah lancar meski sedikit-sedikit, oleh karena saya memilih memisahkan diri.
Seperti apa gambaran sifat Minah yang Anda kenal?
Minah “Ora tau ngomong” (Jarang ngomong) tertutup apalagi saya lebih sering di tempat mertua jadi tidak tahu persis seperti apa kebiasan-kebiasannya.
Selepas saya menikah saya langsung pindah ke rumah mertua.
Kejadian (pembunuhan) terjadi setelah saya di rumah mertua terus. Jadi saya otomatis tidak mengerti secara persis.
Setelah kejadian saya baru tahu ternyata ada pembunuhan. Karena saya berpikiran di sini (Rumah Misem) sudah ada kakak, adik, keponakan jadi cukuplah tidak usah tinggal terlalu ramai, cukup saya di rumah mertua saja.
Benarkah pengakuan Minah bahwa para tersangka takut dibunuh korban?
Kalau itu saya juga tidak tahu secara persis.
Saat sering terjadi ribut itu saya tidak tahu dan tidak menyaksikan langsung karena posisi saya ada di rumah mertua.
Saya berkunjung ke rumah ibu (Misem) terkadang jika ada waktu libur, kadang Sabtu Minggu, untuk mengantar makanan.
Saat mengantar makanan itu, Saminah ya tidak ada omongan apa-apa, karena memang diam dan tertutup.
Saat mencari-cari saudara-saudara itu tak ketemu, apakah menduga sesuatu?
Saya sempat bertanya ke ibu (Misem), harus kemana mencari mereka (korban).
Lalu saya sempat diberi saran untuk pergi ke Purwokerto, akhirnya saya mencari ke Purwokerto.
Selama lima tahun saya bertanya-tanya kemana mereka sebenarnya.
Ibu juga memang memerintahkan untuk mencari ke sana (Purwokerto), saya jawab iya nanti saya cari ke Purwokerto karena Purwokerto itu luas.
Karena kebetulan anaknya Supratno kan kuliah di STAIN Purwokerto. Selepas hilang satu minggu itu saya pernah mencoba menghubungi nomor kakak (Supratno) tetapi tidak nyambung.
Sebagai saudara saya jelas ikut khawatir dan mencari. Saya juga sempat melaporkan ke kepolisian.
Semuanya sudah, pokoknya seminggu setelah menghilang itu saya lapor polisi.
Pernahkah curiga ada kejadian mengerikan ini?
Saya sama sekali tidak ada curiga dan kepikiran jika Saminah dan anak-anaknya itu membunuh.
Istilahnya masa sesama saudara sendiri tega.
Setiap kali bertanya kepada Minah kemana mereka pergi, tetapi jawabannya waktu itu tidak tahu.
Karena kami jarang berkomunikasi akhirnya saya tidak menanyakan lagi terkait hal itu.
Saya waktu itu tidak mau panjang lebar.
Apalagi saya juga sudah punya keluarga, tetapi bagaimanapun juga saya masih suka berbagi waktu datang ke sini.
Pernahkah mimpi tentang saudara-saudaranya yang sudah lama tiada ini?
Saya hanya selalu kepikiran saja kemana mereka pergi. Bagaimanapun juga mereka itu adalah saudara kandung saya.
Jadi setiap kali itu seperti kebayang-bayang mereka terus dan saya terkadang masih suka bertanya dan mencari ke sesama teman mereka.
Misalnya saja teman kerja Supratno, kemudian ke Purwokerto bertanya ke teman Vivin (Pipin).
Kapan terakhir bertemu mereka saat masih hidup?
Ya ketika Lebaran pasti saya sempatkan datang dan ketemu mereka.
Waktu mereka hilang dan ibu sendirian di rumah, yang suka membawa makanan juga saya.
Jadi yang beli-beli makanan apa saja itu saya.
Kadang saat libur ibu kepikiran banget, saya ngomong kalau nanti berjodoh lagi ya nanti pasti pulang.
Apakah tidak khawatir akan dihabisi juga?
Kalau dulu biasa-biasa saja karena jarang ngomong-ngomongan (saling berbicara panjang) dengan Saminah.
Kalau sekarang karena tahu kejadiannya seperti ini ya takut.
Oleh karena itu hukumannya ya seumur hidup, karena kalau tidak, maka berpotensi bisa mengancam orang lain terutama ibu dan saya.
Kalau hukumannya ringan nanti otomatis akan timbul, dua kali kejahatan.
Orang kalau sudah jelek maka bisa berpotensi, bukan saya menuduh, maksudnya adalah mengantisipasi itu.
Pernahkah Minah mengajak bicara warisan dengan Pak Edi?
Tidak pernah, kalau sama saya tidak pernah, termasuk yang katanya lahan itu diagunkan dan di foto-foto oleh pihak bank saja, saya juga tidak tahu.
Sehingga tidak ada omongan warisan dengan saya.
Setelah kejadian ini Misem tinggal seorang diri, bagaimana?
Nanti rencana ya akan ikut saya, kalau misalnya begitu, tetapi saya tidak mau memaksakan, karena saya tinggal juga bersama mertua.
Beda jika saya mengontrak, karena saya masih bersama mertua. Besok-besok saya akan coba tawarkan ke ibu maunya seperti apa.
Sumber: tribunnews.com
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://islamidia.com/tega-bunuh-4-saudaranya-untuk-rebut-warisan-edi-ungkap-watak-sesungguhnya-minah-sang-kakak/