Soal Pelaporan Uas Cendikiawan Paramadina Alhamdulillah Uas Tenang
“Saya bersyukur Ustaz Abdul Somad tenang. Dia menanggapi soal viral ceramah videonya dengan sikap biasa saja,’’ kata Cendikiawan dan Guru Besar Universitas Paramadina, Prof DR Abdul Hadi WM. Budayawan yang sangat intens sekali mengamati dunia tarekat sufi ini berungkali mengucapkan syukurnya.
“Terus terang, kalau saya malah omongkan lagi saja ceramah itu sebab ini adalah jalan pikiran atau pendapatnya ketika ditanya seorang jamaah. Diucapkannya pun di tempat tertutup. Dia punya hak seperti ucapan pengkhutbah agama lain yang juga kini viral. di media sosial. Maka umat Islam santai saja. Ini bagian dari perang proxy saja,’’ kata Abdul Hadi dalam perbincangan dengan Republika, Minggu (18/8/2019).
Abdul Hadi menegaskan, khusus kepada umat Islam memang harus menahan diri. Kepada umat agama lainnya juga harus bersikap sama. Ingat sebab soal-soal yang kini ramai diviralkan itu soal biasa. Sudah menjadi pengetahuan umum.
“Kalau mau menengok secara jernih misalnya kasus novel Ayat-Ayat Setan-nya Salman Rushdi yang jelas jelas menghina Islam dan nabi Muhammad di tahun 1980-an dahulu. Dia ternyata tak diapa-apakan, bahkan dilindungi oleh Inggris dan dunia internasional atas nama HAM dan kebebasan berbicara. Kalau soal Ahok itu berbeda konteks karena dia adalah pejabat publik dan diomongkan di ruang publik terbuka. Dia bukan ustaz atau pendeta. Dia gubernur,’’ ujarnya.
Bagi Abdul Hadi, keriuhan yang sekarang terjadi pada soal viralnya ceramah UAS ini mengingatkannya pada suasana yang terjadi di tahun 1960-an. Kala itu terjadi perang ideologi yang dahsyat. Umat Islam kala itu terus berusaha dipancing dan disudutkan dengan berbagai isu. Kala itu hujatan-hujatan kepada agama Islam bermunculan. Ada ketoprak (teater rakyat), ludruk atau kesenian apa saja ydimunculkan dengan tujuan mengganggu keharmoninas hubungan antar umat beragama.
“Dahulu ungkapan Nietzsche tentang ‘Tuhan telah mati’ ramai ramai dimongkan. Ada ketoprak dan ludruk di sekitar Jawa Tengah dan Jawa timur dengan lakon ‘Patine Gusti Allah’, ‘Gusti Allah Mantu’, dan lainnya. Jadi sengaja ada yang buat panas. Nah, karena saya mengalaminya maka harus bersikap sabar. Sekali lagi umat Islam sabar dan jangan terpancing,’’ kata Abdul Hadi.
Lalu siapa pelaku yang ingin mengadu domba? Secara tak terduga Abdul Hadi mengatakan:’’Saya lihat dilakukan oleh sekolompok mereka yang atheis dan terindikasi sebagai kaum liberal. Mereka bicara HAM, kebebasan, dan demokrasi menurut ukurannya sendiri yang kebolak-balik. Dan saya merasa kepentingan modal di belakang keriuhan ini semua. Saya merasa itu,’’ tegasnya.
Sikap UAS
Sebelumnya, bertepatan dengan hari ulang tahuh kemerdekaan RI ke 74, sekelompok orang atas nama Brigade Meo Nusa Tenggara Timur (NTT) dikabarkan telah melaporkan Ustaz Abdul Somad (UAS) ke Kepolisian Daerah (Polda) NTT pada Sabtu (17/8). Mereka beralasan, Ustaz Abdul Somad diduga telah menghina lambang-lambang agama Kristen dan Katolik, seperti salib dan patung, sebagaimana terekam dalam video yang tersebar via media sosial.
Menanggapi kabar itu, Ustaz Abdul Somad (UAS) menegaskan, video tersebut menampilkan kejadian yang sudah lewat bertahun-tahun silam. Saat itu, lanjut UAS, sesi tanya-jawab berlangsung dalam kajian tertutup di suatu masjid di Pekanbaru, Riau.
Kajian itu dijadwalkan tiap Sabtu pada waktu subuh. Karena sifatnya tertutup, hanya kaum Muslimin saja yang hadir.
”Saya menjawab pertanyaan jamaah dalam kajian tertutup yang diadakan di Masjid Agung an-Nur Pekanbaru. Itu bukan tabligh akbar semisal di lapangan terbuka atau disiarkan melalui stasiun TV,” jelas Ustaz Abdul Somad kepada Republika.co.id, Sabtu (17/8).
Dalam kesempatan itu, UAS menjelaskan antara lain ihwal kedudukan Nabi Isa AS. Kemudian, penjelasan juga diberikannya mengenai soal patung dan jin. Hal ini agar hadirin dapat memahami bagaimana ajaran tauhid dan syariat Islam memandang Nabi Isa AS, hukum memiliki patung, dan makhluk bernama jin. Jadi, tujuannya hanya memberikan pemahaman keilmuan.
”Ada orang islam yang memotong-motong video itu. Dia mem-posting. Tujuannya supaya orang paham tentang hukum patung. Jadi, ini untuk internal saja (umat Islam –Red),” tegas alumnus Universitas al-Azhar (Mesir) itu.
Akan tetapi, UAS belakangan mengetahui bahwa video tersebut tersebar melalui jejaring internet. Karena itu, katanya, orang-orang non-Muslim pun mungkin saja mengaksesnya. Padahal, sekali lagi, sasaran dakwahnya semata-mata adalah kaum Muslimin.
Saat dikonfirmasi, Kepala Bidang Humas Polda NTT Kombes (Pol) Jules Abraham Abast juga telah memberi penjelasan. Menurut dia, sampai saat ini belum ada laporan yang dibuat ormas tersebut mengenai konten video dakwah UAS yang viral di media sosial. Bahkan, dia membantah pelaporan demikian.
“Isu pelaporan terhadap UAS itu tidak benar. Karena dari Brigade Meo tidak membuat laporan polisi terkait UAS atau hal lainnya sampai saat ini. Tidak ada laporan polisi, baik di SPKP maupun Reskrimsus Polda NTT,” ujar Kombes Pol Jules saat dihubungi Republika.co.id dari Jakarta, Sabtu (17/8).
Namun demikian, ia membenarkan soal kedatangan sejumlah orang yang mengatasnamakan diri dari Brigade Meo ke Polda NTT pada sore tadi, hari ini, Sabtu (17/8). Bagaimanapun, lanjut Jules, mereka ini hanya sebatas konsultasi dengan sejumlah penyidik di Polda NTT.
Ambivalensi Perlu Diakhiri
Berbagai aktivis gerakan demokrasi juga meminta umat Islam dan bangsa jangan terprovokasi dengan isu ini. Kepada umat Islam tak usah menanggapi pelaporan secara berlebihan. Biasa saja dan kalem melihat suasana yang tengah terjadi.
“Jangan balas, misalnya balik menagih janji tentang sikap polisi terhadap kasus penghinaan Viktor Laksodat yang kini menjadi Gubernur NTT. Atau juga jangan juga membalas dengan melaporkan seorang pendeta yang khutbahnya kini sudah viral di media sosial. Tenang saja. Jangan terpancing. Saya merasa ada pihak yang memainkannya untuk meraih keuntungan sendiri,’’ kata aktivis demokrasi Himawan Sutanto.
Aktivis lain yang menjadi salah satu penggerak forum ‘Indemo’, Isti Nugroho, menyatakan hal yang sama. Segala ambivalensi ini harus diakhiri. Dan pihak yang punya wewenang harus segera memadamkan soal ini karena bisa menjadi ‘api dalam sekam’. Tangkap pihak yang menviralkan ceramah ustadz Abdul Somad maupun pengkhutbah agama (pendeta) lainnya.
‘’Di sisi lain, saya lihat negara kita sekarang memang gak konsisten. Saya dahulu di penjara karena mendiskusikan novelnya Pramoedya, eh pada masa kini novel itu malah difilmkan. Ini lucu dan tragis bagi saya sebab TAP MPR No XXV tahun 1966 belum dicabut. Ingat saya dihukum selama delapan tahun akibat Tap MPR tersebut. Ini salah satu ambivaliensi hukum yang saya alami langsung,’’ kata Isti.
Celakanya, lanjut Isti Nugroho, ambivalensi juga terkait kasus yang lain seperti kasus yang menimpa Ariel ‘Peter Pan’, Habib Riziek, Viktor Laksodat, Ahok, Ahmad Dhani, dan lainnya.’’Pada Ariel selaku pelakunya dia dihukum. Penyebar videonya juga dihukum. Begitu juga pada kasus Ahok dan Ahmad Dhani. Tapi entah mengapa ambivalensi kemudian muncul pada kasus Habib Riziek. Pelakunya sampai sekarang tetap saja belum jelas karena belum ada pengadilan serta masih tuduhan. Dan yang penting pelaku penyebaran video juga belum ditangkap. Jadi ambivalensi terus berulang,’’ tegas Isti.
Menurut Isti Nugroho, soal ambivalensi sebenarnya juga tidak menjadi masalah karena sejatinya itu sikap dasar yang ada di setiap manusia. Dan ini baru bermasalah ketika beralih menjadi sikap hukum dan kekuasaan. Ini karena akan menimbulkan perpecahan dalam masyarakat.
“Jadi saya minta semuanya menahan diri. Waspadalah akan sikap ambivalensi ini. Jangan menjadi korban seperti saya ini. Sekali lagi ini memang perang Proxy,’’ tandas Isti Nugroho.
Sumber: ayobandung.com
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://islamidia.com/soal-pelaporan-uas-cendikiawan-paramadina-alhamdulillah-uas-tenang/