Pengetahuan Dimiliki Manusia Sangat Terbatas
Pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu seperti ditegaskan dalam satu ayat yang bermaksud: ”(Sesungguhnya) pengetahuan Tuhanku meliputi setiap sesuatu, tidakkah kamu (insaf) mengambil pelajaran?” (Surah al-An’am: 80)
Pengetahuan Allah meliputi segala aktiviti zahir dan batin. Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati. Bahkan Dia mengetahui segala sesuatu yang akan berlaku sebelum ia berlaku. Demikian luasnya pengetahuan Allah sehingga tidak satu makhluk pun yang boleh mengukur atau mengira ilmu-Nya.
Sebaliknya, pengetahuan yang dimiliki manusia sangat terbatas. Bahkan pengetahuan itu adalah kurnia pemberian Allah SWT. Kita selalu membaca sebuah ayat yang diucapkan malaikat yang bermaksud: “Maha Suci Engkau (Ya Allah) Kami tidak mempunyai pengetahuan, selain daripada apa yang Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkau jualah Yang Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana.” (Surah al-Baqarah: 32).
Dengan sifat manusia yang memiliki semua keterbatasan, maka sudah sewajarnya mereka tidak menyombong diri, berasa kuat dan megah bahkan meremehkan ketentuan dan peraturan Allah. Sebagai manusia, kita mesti reda dengan qada dan qadar Ilahi yang mengetahui baik buruknya apabila ia mengenai kita.
Saidina Umar pernah berkata: “Inilah aku. Tidak pernah aku menuntut, malah aku menikmati apa yang sudah ditetapkan dalam qada.”
Belajar adalah ibadat yang bernilai pahala. Namun, tujuan menuntut ilmu itu mestilah mencari keredaan Allah tanpa sikap sombong kerana menyedari bahawa ilmunya adalah anugerah Allah yang mesti dimanfaatkan.
Sabda Nabi SAW bermaksud: “Siapa yang menuntut ilmu untuk bermegah-megah/menunjuk-nunjuk kebolehannya di hadapan ilmuwan atau untuk berbantah-bantahan dengan yang jahil, maka dia di neraka.” (Hadis riwayat Tirmizi);
Menjadi manusia yang bermanfaat dan berguna bagi masyarakat. Dia tidak akan mensesiakan ilmunya melainkan dengan mengamalkannya seperti Baginda Rasulullah dalam doanya yang bermaksud: “Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu daripada ilmu yang tidak bermanfaat, daripada hati yang tidak khusyuk, dari diri yang tidak kenyang; dan dari doa yang tidak dimakbulkan.” (Hadis riwayat Muslim)
Akhirnya, ketika kita menerima apa jua ketentuan Allah di situlah letaknya keilmuwan kita. Tetapi sebaliknya, ketika kita menolak apa jua ketetapan Allah di situlah letak kejahilan kita. Pythagoras pernah berkata: “Jika engkau tidak sanggup menahan penat belajar, engkau harus menanggung pahitnya kebodohan.”
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
http://bicaramentari.blogspot.com/2020/01/cde.html