Pengacara Sebut Petinggi Kami Dijerat Pasal Hoax Kebohongannya Mana
Tim kuasa hukum sejumlah petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menyebut kliennya dijerat pasal hoax. Mereka pun mempertanyakan dasar polisi menjerat kliennya dengan pasal hoax.
"Kan saya bilang sampai sekarang kan belum mendapatkan, kalau saya tanyakan kebohongannya tuh gimana. Pasal yang digunakan tuh pasal kebohongan, itu 14 ayat 1, 2, dan 15 ayat 1 itu kan pasal penyebaran kebohongan yang menyatakan intoleran. itu ke saya, yang mana yang bohong? Itu saja saya tanya, satu saja," kata Koordinator Tim Advokasi KAMI, Abdullah Alkatiri di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (14/10/2020).
Abdullah menilai bukti percakapan melalui pesan singkat, serta posting-an media sosial yang dikumpulkan Polri tak menunjukkan adanya unsur pidana seperti yang disangkakan pada anggota dan petinggi KAMI.
"Kemudian kami ini bilang, kalau orang dikatakan bohong, tapi ada pembanding 'Ini loh benar, ini yang bohong', gitu. Saya tanya kebohongannya apa, tidak dijawab," ungkapnya.
Menurut Abdullah, percakapan dalam aplikasi media sosial kliennya juga tak ada yang memenuhi kategori perbuatan melawan hukum. Aplikasi media sosial yang disebutkan Abdullah di antaranya WhatsApp, Facebook, dan Instagram.
"Chat WA-nya itu menurut kami yang mendampingi, tidak ada satu pun yang bisa dikategorikan perbuatan melawan hukum. Ada Facebook kemudian ada Instagram dan sebagainya semuanya itu," lanjutnya.
Abdullah juga menyebut polisi menyita barang bukti yang tak terkait dengan pasal sangkaan, seperti pisau kecil.
"Ya aneh saja datang, kemudian ditangkap, kemudian barang-barang disita dan sebagainya yang mana kami juga tanyakan kepada mereka bahkan ada barang-barang yang sebenarnya tidak ada hubungan dengan yang apa yang didakwakan, disangkakan itu disita. Jadi contohnya ada pisau kecil dan sebagainya. Di dalam rumah kan pasti ada pisau," tutur dia.
Abdullah mengatakan dia merupakan kuasa hukum 6 dari 8 anggota-petinggi KAMI yang ditangkap. Namun dia tak menjelaskan siapa saja keenam kliennya.
Diberitakan sebelumnya, polisi mengamankan 8 orang pimpinan dan anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Ketua Komite Eksekutif KAMI, Ahmad Yani, mengatakan pihaknya akan memberikan pendampingan hukum kepada mereka.
"(Ke Bareskrim beri pendampingan hukum saja) Iya nggak ada yang lain, kita berikan pendampingan hukum atau kita melakukan gugatan perlawanan," kata Yani di Bareskrim Polri, Selasa (13/10).
Yani menuturkan, petinggi dan anggota KAMI ditangkap dengan kasus yang berbeda. Dikatakan Yani, untuk kasus KAMI Medan terkait aksi, sementara untuk di Jakarta terkait cuitan di media sosial.
"(Penangkapan) Ini kan kasus yang berbeda-beda, bukan kasus yang berhubungan. Kasus di Medan itu aksi, beda dengan Syahganda soal Twitter, kasus Jumhur kita nggak tau sama sekali. Kalau Pak Jumhur statusnya apa juga kita nggak tahu. Beda dengan Pak Syahganda yang wajib harus didampingi," tuturnya.
Seperti diketahui, Polri menangkap 8 orang anggota dan petinggi KAMI terkait demo menolak omnibus law UU Cipta Kerja yang berakhir ricuh di beberapa daerah. Penangkapan itu dilakukan dalam kurun 9-13 Oktober 2020.
"Medan KAMI: Juliana, Devi, Khairi Amri, Wahyu Rasari Putri. Jakarta: Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur, Kingkin," ungkap Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (13/10).
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://www.bagibagi.info/2020/10/pengacara-sebut-petinggi-kami-dijerat.html