Menghilang 155 Tahun Ibis Sendok Raja Kembali Terlihat Di Sulawesi
Tepat di bekas batas wilayah kerajaan Gorontalo dan Limboto, pinggir Danau Limboto, 3 ekor ibis sendok raja (Royal Spoonbill) dilihat Hanom Bashari, seorang relawan penggiat lingkungan dari Perkumpulan Biodiversitas Gorontalo (BIOTA), Jumat (18/8/2019).
Dengan menggunakan binokulernya, ia melihat sekumpulan burung tengah mencari makan menjelang senja di samping Pos Jokowi, sebuah bangunan sederhana yang pernah digunakan Presiden Joko Widodo untuk mengecek proyek revitalisasi Danau Limboto, salah satu dari 15 danau kritis di Indonesia.
Hanom Bashari mendapati burung bernama latin Platalea regia ini berada di kerumuman kuntul kecil (Egretta garzetta), kuntul besar (Ardea alba), gagang bayam belang (Himantopus himontopus), trinil kaki hijau (Tringa nebularia), berkik ekor lidi (Gallinago stenura), biru laut ekor blorok (Limosa lapponica), biru laut ekor hitam (Limosa limosa), trinil semak (Tringa glareola), blekok sawah (Ardea speciosa), ibis rokoroko (Plegadis falcinellus), dara laut kumis (Chlidonias hybrid).
“Awalnya kami mencari kuntul cina (Egretta eulophotes) di Danau Limboto, Kabupaten Gorontalo. Menjelang magrib kami menemukan sekelompok burung yang sedang mencari makan di genangan air berlumpur halus, ada burung mirip kuntul dengan bulu putih yang agak lain warnanya, ini tidak biasa,” kata Hanom Bashari, yang juga Protected Area Specialist, Enhancing the Protected Area System in Sulawesi for Biodiversity Conservation (E-PASS) Bogani Nani Wartabone.
Dengan menggunakan teropongnya, Hanom Bashari berusaha mengenali burung yang berbeda ini.
Cara burung ini mencari makan tidak seperti kuntul besar atau kuntul kecil.
Cara mencari makan burung ini mirip bebek atau burung ibis rokoroko yang mencelupkan paruhnya ke dalam air dan menggerakkan-gerakkan sambil berjalan.
Burung-burung ini berkumul dalam genangan air dengan beberapa gundukan eceng gondok (Eichhornia crassipes) di sampingnya.
Berkik ekor lidi lebih memilih berada dekat tanaman ini, sementara gagang bayam belang yang bersuara rebut lalu lalang mencari makan bersama kuntul besar dan kuntul kecil.
Beberapa trinil kaki hijau lebih memilih menyembunyikan kepala di balik sayapnya setelah kenyang makan.
“Ternyata paruhnya panjang besar mirip paruh bebek, ini yang mengagetkan kami,” ujar Hanom Bashari, Senin (21/10/2019).
Untuk memastikan jenisnya, ia membuka buku Field Guide to the Waterbirds of ASEAN yang memuat burung-burung air di kawasan ASEAN, Brunei, Cambodia, Laos, Malaysia, Myanmar, Philipna, Sinagpura, Thailand, Vietnam dan teritori yang berdekatan.
Ada 2 gambar yang mirip dengan burung yang ditemukannya ini, ibis sendok kecil atau Black-faced spoonbill (Platalea minor) dan Royal Spoonbill (Platalea regia).
Kedua jenis ini sangat mirip, perbedaannya hanya warna gelap di wajahnya, Black-faced spoonbill ada bagain bulu putih di dahinya, namun sepintas keduanya mirip.
“Kami berharap dari 3 individu ini merupakan 2 jenis, ibis sendok raja atau Royal Spoonbill dan ibis sendok kecil atau Black-faced spoonbill. Ternyata hanya jenis pertama,” kata Hanom Bashari.
Kehadiran burung ibis sendok raja ini di Danau Limboto ini mengejutkan pera penggiat lingkungan Perkumpulan BIOTA, ini merupakan catatan pertama kali mereka kehadiran jenis ini di danau kritis ini.
Perkumpulan BIOTA merupakan lembaga nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan konservasi dan pendampingan masyarakat.
Lembaga ini sudah melakukan pengamatan burung di Danau Limboto sejak tahun 2015.
Dari lembaga inilah kemudian terlahir data burung di Danau Limboto yang berjumlah 94 spesies. Jumlah ini akan bertambah seiring temuan ibis sendok raja di lokasi ini.
Perjumpaan dengan burung yang memiliki wajah hitam dengan paruh besar mirip moncong platipus, hewan semi-akuatik yang lazim ditemukan di bagian timur benua Australia, ini membuat gembira penggiat lingkungan di Gorontalo.
Tidak banyak catatan di Pulau Sulawesi yang ditemukan saat mengembangkan informasi tentang ibis sendok raja ini.
Hasil penelusuran di internet memunculkan informasi yang berasal dari jurnal tahun 1907, catatan ini berada di museum Leiden, Belanda.
Dalam jurnal ini dikatakan terdapat tengkorak ibis sendok raja yang sudah tidak sempurna yang dikirim dari Sulawesi oleh Carl Benjamin Hermann Baron von Rosenberg, seorang naturalis yang pernah mengunjungi Gorontalo tahun 1865. Tahun sebelumnya ia mengunjungi Negeri Minahasa.
“Dikatakan penemuan ibis sendok raja ini didapat di persawahan Langowan, Minahasa. Itu sudah lama sekali, 155 tahun lalu, ” kata Hanom Bashari.
Hanom Bashari berusaha mencari informasi kehadiran ibis sendok raja di Pulau Sulawesi pascalaporan Carl Benjamin Hermann Baron von Rosenberg tersebut, namun belum menemukan.
“Tidak ada lagi catatan kehadiran ibis sendok raja di Sulawesi setelah itu,” kata Hanom Bashari.
Namun bagi Hanom Bashari dan juga penggiat lingkungan Perkumpulan BIOTA Gorontalo, catatan kehadiran burung ibis sendok raja di danau Limboto pada bulan Oktober ini malah membingungkan.
Kehadirannya di Danau Limboto, Gorontalo yang berada di Pulau Sulawesi ini dipandang aneh karena pada bulan ini bukan masa migrasi burung dari benua Australia. Selama ini juga tidak pernah dicatat kemunculannya di Gorontalo.
“Di Danau Limboto baru saja dikunjungi banyak burung migran yang berasal dari belahan utara bumi, seperti cerek kernyut (Pluvialis fulva), cerek pasir besar (Charadrius leschenaultia), berkik ekor lidi, biru laut ekor blorok atau lainnya. Kok tiba-tiba di hadapan kami muncul ibis sendok raja yang berasal dari Australia yang belum masuk musim dingin. Ini fenomena menarik,” kata Debby Hariyanti Mano, Direktur Perkumpulan BIOTA.
Hanom Bashari mengakui ibis sendok raja merupakan satwa yang lazim berada di Benua Australia, namun sedikit catatan untuk Indonesia seperti di Jawa, Nusa Tenggara dan Timor.
Catatan lama Carl Benjamin Hermann Baron von Rosenberg pada 1864 seakan membangkitkan kembali ingatan betapa lengan utara Pulau Sulawesi sangat penting dalam siklus kehidupan satwa liar, terutama burung air.
Rosenberg dalam bukunya Reistogten in de Afdeeling Gorontalo banyak menceritakan perjalanannya di Danau Limboto dan kekayaan hayatinya, termasuk buaya penghuni danau.
Secara spesifik ia juga menuturkan ragam jenis burung di danau termasuk sebutan dalam bahasa Gorontalo, bahkan di reruntuhan Benteng Nassau dikisahkan burung-burung beterbangan terlihat dekat dengan orang.
Dalam tulisannya ia menyebut Trichoglossus ornatus, Perkici Dora sebagai Ulolito, Eclectus mülleri, Nuri Bayan disebut Auliha, Loriculus stigmatus, Serindit Sulawesi dinamakan Tindito, Centropus rectunguis, bubut hutan dinamakan Alu’u, Coracias temminckii, Tiong-lampu Sulawesi adalah Lunggungeu,Eurystomus orientalis, Tiong-lampu biasa atau hendingo-opo, dan lainnya.
Danau Limboto merupakan danau endapan yang kaya substrat. Diperkirakan awalnya danau ini memiliki luas yang terbentang dari lembah Paguyaman di Kabupaten Boalemo hingga di kaki Gunung Tilong Kabila, Kabupaten Bone Bolango sekarang ini.
Gerak lempeng bumi yang terus mengangkat dasar laut Gorontalo membuat danau ini semakin mengecil, namun faktor yang paling menentukan adalah pasokan sedimen yang mengalir sepanjnag tahun ke danau ini.
Danau Limboto menjadi muara bagi 23 sungai dan anak sungai yang sepanjang tahun membawa lumpur.
Tidak heran jika danau kebanggaan masyarakat Gorontalo mengalami pendangkalan dan penyempitan yang masif.
Dari danau berlumpur inilah hewan invertebrata, ikan, serangga dan lainnya berlimpah. Satwa inilah yang menjadi santapan lezat burung-burung air.
Hanom Bashari dan relawan lainnya bekerja secara mandiri tanpa digaji atau fasilitas lainnya. Mereka meluangkan waktu luangnya untuk mengamati burung di danau ini dari berbaai titik yang telah ditentukan.
Mereka mencatat setiap melakukan pengamatan, berapa banyak individu dan jenisnya. Jika menemukan kesulitan identifikasi mereka tidak segan menanyakan ke ahlinya. Ini sering mereka lakukan agar mendapat data yang akurat.
Kehadiran ibis sendok raja di tepi Danau Limboto pada akhir pekan lalu sangat mengejutkan pemerhati burung di Gorontalo.
Tidak hanya karena penampilan fisiknya yang aneh, berparuh panjang seperti platypus, mamalia khas benua Australia.
“Selama ini kami tahu bentuk paruh burung itu yang seperti biasanya meskipun beda ukuranya, namun yang ini terlihat seperti makhluk purba, tiba-tiba ada di Danau Limboto,” kata Indra Dunggio, seorang fotografer Gorontalo yang melihat hasil dokumentasi kehadiran ibis sendok raja ini.
Kehadiran burung berparuh besar ini membuat Bupati Gorontalo Nelson Pomalingo turun langsung ke danau untuk melihat dari dekat.
Nelson Pomalingo selama ini dikenal peduli dengan pelestarian danau, ia bahkan membuat lembaga Pusat Informasi Danau (PID) di Kabupaten Gorontalo dan membentuk Forum Danau Limboto.
Juga Kepala Badan Perencanaan Penelitian pembangunan Daerah (Bapppeda) Provinsi Gorontalo, Budiyanto Sidiki tak segan turun ke danau ini untuk menghalangi sekelompok pemburu saat mengetahui kemunculan 3 ekor ibis sendok raja ini.
“Jangan sampai mereka menghabisi burung unik ini. Kami harus menjaga kelestarian keanekaragaman hayati ini,” kata Budiyanto Sidiki.
Kini Danau Limboto semakin ramai dengan kehadiran beragam burung, dari yang jenis penetap (resident) hingga pendatang (migratory).
Hanom Bashari mencatat dari 94 jenis burung di Danau Limboto, 41 di antaranya adalah jenis pendatang.
Kekayaan alam yang berlimpah dalam kawasan 3000 hektar ini juga tengah dibuntuti bahaya sepanjang tahun, perburuan.
Tidak ada upaya perlindungan yang berarti dari pemerintah meskipun danau ini telah berstatus Kawasan Strategis Nasional (KSN).
Sumber: kompas.com
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://islamidia.com/menghilang-155-tahun-ibis-sendok-raja-kembali-terlihat-di-sulawesi/