Menanti Berlabuhnya Jakarta
HIRUK pikuk putaran pertama pemilukada DKI Jakarta telah usai. Namun, ia masih menyisakan tanya di benak segenap warga Ibu Kota, siapakah sang gubernur terpilih? Berhembus kuat di media, pasangan Jokowi-Basuki (Ahok) mendapat urutan pertama dari perhitungan sementara. Sedangkan di posisi kedua adalah tempat sang incumbent berdiri, Foke-Nara. Kedua pasangan masih menanti hasil resmi yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum KPU mengenai jumlah suara. Tentu, sembari persiapkan amunisi menuju putaran kedua yang tak lama lagi digelar.
Adu Kekuatan Pendatang dan Incumbent
Foke dan Nara, adalah pasangan yang mendapat dukungan kuat dari Partai Demokrat. Selain itu, Foke, sang cagub, telah memiliki pengalaman sebelumnya dalam memimpin Jakarta. Terdapat plus minus mengenai hal ini. Plusnya, pengalaman yang dimiliki Foke tentu menjadi bekal yang tidak dimiliki pasangan rival. Ungkapan ‘pengalaman adalah guru terbaik’ menjadi tambahan poin kekuatan Foke. Logikanya, Foke telah mengetahui benar seluk beluk masalah Ibu Kota sehingga perbaikan ke depannya pun tinggal melanjutkan saja. Di samping itu, Fokelah sesatunya cagub yang merupakan putra asli Betawi. Sedikit banyak hal ini turut mempengaruhi peningkatan perolehan suaranya.
Tetapi, tidak semudah itu. Pemimpin yang mendapat kesempatan kedua dari masyarakat realitanya tak semua memberi hasil memuaskan. Masyarakat dalam hal ini berhak memiliki point of view lain. Track record kepemimpinan sebelumnya bisa menjadi tiket masyarakat untuk keluar dan memilih pemimpin yang baru.
Pasangan Jokowi-Basuki (Ahok) bisa dibilang pendatang di Ibu Kota. Namun, siapa sangka kedatangan Jokowi yang didukung penuh oleh PDIP mampu menarik hati masyarakat Ibu Kota dengan cepat. Pencitraan awal yang sempat berhembus tentang mobil Esemka mendongkrak nilai Jokowi di mata masyarakat. Di samping itu, efek kesederhanaan yang ditampilkan Jokowi yang masih menjadi wali kota Solo menjadi pemikat tersendiri bagi warga Ibu Kota. Slogan “Jakarta Baru” agaknya membuka peluang warga Ibu Kota untuk menggantungkan harapan padanya.
Di samping itu, ada faktor lain yang logis menjadi sebab mencuatnya suara Jokowi. Jakarta, meski menjadi rumah bagi warga Betawi, diisi sebagian besarnya oleh warga Jawa. Dominasi warga Jawa di Jakarta kian menguat seiring kemudahan urbanisasi. Walhasil, efek kedaerahan ini turut menjadi tuas naiknya suara Jokowi yang juga warga Jawa.
Namun tetap saja, Jokowi adalah pendatang. Karakter daerah yang sebelumnya dia pimpin, Solo, tentunya jelas berbeda dari karakter Ibu Kota. Perlu upaya ekstra untuk mendongkrak kemampuan adaptif Jokowi dalam menata Jakarta jikapun natinya terpilih.
Ke Mana Jakarta Berlabuh?
Penentuan siapa yang menjadi pemimpin Jakarta tetap berada di tangan masyarakat. Semestinya, tidak ada (lagi) intervensi pihak mana pun dalam hal ini, utamanya dari aspek money politic.
Segala daya dan upaya semestinya digencarkan kedua pasangan sebagai penanda keseriusan dalam itikad membenahi Jakarta. Masyarakat telah sama-sama mendengar dan mencatat setiap visi-misi kedua pasangan di kampanye putaran pertama.
Saatnya kita sama-sama menanti perubahan yang terjadi di Jakarta dengan gubernur yang lolos dari pemilukada kali ini. Bukan hanya warga Jakarta yang menanti, seluruh masyarakat Tanah Air pun juga setia menunggu keluarnya hasil putaran kedua. Jika Jakarta sebagai pusat negara ini beranjak menuju perbaikan signifikan maka hal itu akan disertai perbaikan pula di seluruh daerah.
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://www.casmair.com/2012/07/menanti-berlabuhnya-jakarta.html?utm_source=feedburner&utm_medium=feed&utm_campaign=Feed:+Liga_sport+(Liga_Sport)