Makruh Memakai Masker Saat Sholat Tapi Boleh Jika
Badan Kesehatan Dunia, World Health Organization (WHO) telah mengumumkan virus korona (COVID-19) sebagai pandemi global.
Selaras dengan itu masyarakat di Indonesia meningkatkan kewaspadaan ketika beraktivitas, di antaranya dengan cara memakai masker saat sedang bekerja.
Lalu bagaimana hukumnya jika memakai masker saat salat guna menghindari penularan virus korona (COVID 19)? Dilansir dari lama Muslim.or.id pada Senin (16/03/2020),
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُغَطِّيَ الرَّجُلُ فَاهُ فِي الصَّلَاةِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang menutup mulutnya ketika salat.” [HR. Ibnu Majah. Dinilai hasan oleh al-Albani]
at-Talatstsum (التلَثُّم) adalah kebiasaan orang Arab yang menggunakan ujung imamah untuk menutup hidung dan mulut mereka seperti yang dikatakan al-Khaththabi dalam Ma’aalim as-Sunan (1: 433).
Mayoritas alim ulama menilai bahwa hukum at-talatstsum (menutup mulut dan hidung) dalam salat adalah makruh. Ibnu al-Mundzir mengatakan,
كثير من أهل العلم يكره تغطية الفم في الصلاة، وممن روي عنه أنه كره ذلك: ابن عمر ، وأبو هريرة، وبه قال عطاء ، وابن المسيب والنخعي ، وسالم بن عبد الله ، والشعبي ، وحماد بن أبي سليمان ، والأوزاعي ، ومالك، وأحمد ، وإسحاق
“Banyak alim ulama yang menilai bahwa menutup mulut ketika salat dimakruhkan. Di antara mereka yang menilai perbuatan itu makruh adalah: Ibnu Umar, Abu Hurairah, Atha’, Ibnu al-Musayyib, an-Nakha-i, Salim bin Abdillah, asy-Sya’bi, Hammad bin Abi Sulaiman, al-Auza’i, Malik, Ahmad, dan Ishaq.” [al-Ausath 3: 451]
An-Nawawi rahimahullah mengatakan,
ويكره أن يصلي الرجل متلثما أي مغطيا فاه بيده أو غيرها ويكره أن يضع يده على فمه في الصلاة
“Menutup mulut dan hidung (at-talatstsum) atau menutup mulut saja dengan tangan atau yang lain ketika salat, dimakruhkan. Dimakruhkan juga, menutup mulut dengan tangan.” [al-Majmu’ 3: 179]
Namun larangan menutup mulut saat salat tidak lagi berlaku jika terdapat hajat yang menuntut perbuatan itu dilakukan, misalnya karena bersin maka dia dituntut untuk menutup mulut.
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا تَثَاوَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيُمْسِكْ بِيَدِهِ عَلَى فِيهِ ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ
“Jika kalian menguap, maka tutuplah mulut dengan tangan karena setan akan masuk.”
Dalam redaksi lain tercantum,
إِذَا تَثَاوَبَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلَاةِ فَلْيَكْظِمْ مَا اسْتَطَاعَ
“Jika kalian menguap dalam salat, maka tahanlah sebisa mungkin.” [HR. Muslim].
Dengan demikian, dalam kondisi ada hajat yang menuntut, maka menutup mulut dalam salat diperbolehkan, bahkan diperintahkan seperti terlihat dalam redaksi hadits di atas.
An-Nawawi rahimahullah mengatakan,
ويكره أن يصلي الرجل متلثما أي مغطيا فاه بيده أو غيرها ويكره أن يضع يده على فمه في الصلاة إلا إذا تثاءب فإن السنة وضع اليد على فيه ففي صحيح مسلم عن أبي سعيد إن النبي صلى الله عليه وسلم … والمرأة والخنثى كالرجل في هذا وهذه كراهة تنزيه لا تمنع صحة الصلاة
“Menutup mulut dan hidung (at-talatstsum) atau menutup mulut saja dengan tangan atau yang lain ketika salat, dimakruhkan. Dimakruhkan juga, menutup mulut dengan tangan. Kecuali apabila seseorang bersin dalam salat, maka diperbolehkan menutup mulut karena dalam kondisi ini yang sesuai snnah adalah menggunakan tangan untuk menutup mulut sebagaimana pengajaran yang terdapat dalam hadits di Shahih Muslim (hadits Abu Sa’id al-Khudri di atas) … Wanita dan banci memiliki ketentuan yang sama dalam hal ini. Perbuatan ini hukumnya makruh tanzih, sehingga tidak menghalangi keabsahan salat.” [al-Majmu’ 3: 179]
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan,
يكره اللثام على فمه وأنفه بأن يضع «الغترة» أو «العمامة»، أو «الشماغ» على فمه ، وكذلك على أنفه؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم نهى أن يغطي الرجل فاه في الصلاة ، ولأنه قد يؤدي إلى الغم وإلى عدم بيان الحروف عند القراءة والذكر. ويستثنى منه ما إذا تثاءب وغطى فمه ليكظم التثاؤب فهذا لا بأس به ، أما بدون سبب فإنه يكره ، فإن كان حوله رائحة كريهة تؤذيه في الصلاة، واحتاج إلى اللثام فهذا جائز؛ لأنه للحاجة ، وكذلك لو كان به زكام ، وصار معه حساسية إذا لم يتلثم ، فهذه أيضاً حاجة تبيح أن يتلث
“Dimakruhkan melakukan al-litsaam pada mulut dan hidung, yaitu menutup mulut dan hidung menggunakan ghutrah, imaamah, atau syimaagh. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang seseorang menutup mulut ketika melaksanakan salat. Hal itu juga terkadang mengganggu dan mengaburkan lafadz ketika membaca ayat Alquran dan zikir salat. Namun, terdapat pengecualian jika seorang bersin dalam salat. Dalam hal ini tidak mengapa jika ia menutup mulutnya dengan tangan untuk meredakan bersin. Adapun jika hal itu dilakukan tanpa alasan, maka dimakruhkan. Apabila ada bau tidak enak di sekitar sehingga bisa mengganggu salat yang akan dilaksanakan, maka boleh melakukan al-litsaam karena ada hajat yang menuntut. Demikian pula jika orang sedang menderita pilek dan apabila ia tidak menutup mulut dan hidung justru akan memperparah, maka kondisi ini adalah hajat yang menuntut diperbolehkannya menutup mulut dan hidung ketika salat.” [asy-Syarh al-Mumti’ 3: 179]
Berdasarkan uraian di atas, maka di tengah kekhawatiran akan merebaknya pandemik Covid-19 (virus Corona), hukum memakai masker ketika salat diperbolehkan, bahkan bisa menjadi hal yang diperintahkan terutama bagi orang yang menunjukkan gejala-gejala seperti batuk, flu, pilek, dan selesma.
Wallahu ta’ala a’lam.
Sumber: okezone.com
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://islamidia.com/makruh-memakai-masker-saat-sholat-tapi-boleh-jika/