Kisah Emak Nung Mengais Rejeki Dari Bendera Merah Putih Kini Khawatir Ongkos Pulang Ke Cirebon
Peringatan HUT Kemerdekaan ke-74 Republik Indonesia tinggal menghitung hari.
Momen yang jatuh pada tanggal 17 Agustus ini dimanfaatkan bagi beberapa orang untuk mengais rezeki tambahan dengan menjadi pedagang bendera musiman.
Seperti yang dilakukan Urnani (61) atau akrab disama Emak Nung asal Kabupaten Cirebon, Jawa Barat yang sengaja datang ke Kota Bogor untuk mengadu nasib berjualan bendera merah putih di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Tanah Sareal.
Ia bersama satu orang anak dan cucunya terbiasa setiap tahun berjualan perlengkapan merah putih di Kota Bogor.
“Dulunya yang jualan suami saya. Tapi sekarang suami saya sudah meninggal, jadi tahun ini saya yang menggantikan,” ucap Emak Nung kepada TribunnewsBogor.com, Jumat (9/8/2019).
Sambil duduk bersantai beralas spanduk di atas trotoar, Emak Nung menunggu pembeli.
Sembari menunggu, ia mengharap diantara kendaraan yang berlalu lalang, ada banyak yang mampir ke lapaknya untuk membeli bendera merah putih.
Dari pagi Emak Nung yang berusia lebih dari setengah abad ini berjualan hingga menjelang magrib.
Beruntungnya, ia tak perlu tersengat sinar matahari saat siang lantaran dinaungi pepohonan rimbun dan bentangan pernak-pernik merah putih.
Setibanya di Kota Bogor, keesokan harinya ia mulai menjajakan barang-barang perlengkapan kemerdekaan yang diambil di Tanah Abang, DKI Jakarta.
Di kota hujan ini, ia berharap dagangannya laris manis sehingga bisa pulang ke Cirebon dengan bibir yang terukir senyum.
Namun harapannya yang dibawa dari tempat tinggal tak sesuai dengan kenyataan.
Emak Nung mengaku tahun ini jumlah pembeli lebih sepi.
Ia memprediksi lantaran perayaan kemerdekaan kali ini berbarengan dengan Hari Raya Adha dimana beberapa orang menunaikan kewajibannya untuk berkurban.
Dibanding tahun lalu, biasanya dua minggu sebelum 17 Agustus sudah ramai pembeli.
“Sepi banget Nok, sehari cuman dapet 1 2 orang yang beli. Demi Tuhan Nok, Emak pernah sehari cuman jual satu bendera kecil yang harganya Rp 5 ribu,” ucap Emak Nung lirih.
Dengan penghasilannya tersebut, untuk makan sehari-hari, satu bungkus nasi Emak Nung makan berdua bersama cucu laki-lakinya.
Belum lagi ia harus memikirkan biaya ongkos yang tak murah untuk pulang ke Cirebon nanti.
Emak Nung menjelaskan, untuk satu orang saja ia menghabiskan Rp 90.000 untuk ongkos 1 kali bus dan 2 kali angkot.
Apalagi ia datang ke Bogor bersama anak dan cucu sehingga pengeluaran untuk ongkos pun lebih besar.
“Makan aja kadang dikasih sama warung dekat sini. Katanya kasihan sama Emak,” ceritanya.
Di Bogor, Emak Nung tidak memiliki saudara atau teman apalagi rumah.
Beruntung, masih ada yang mau menampungnya untuk tidur dan menyimpan barang-barang jualan di kantor partai politik yang lokasinya tak jauh dari tempat ia berjualan.
Sehari-hari jika bukan saat momen kemerdekaan, Emak Nung berjualan Nasi Jamblang kecil-kecilan di rumah.
Penghasilan yang didapat pun tak seberapa, sehingga saat bulan puasa ia harus mencari uang tambahan dengan berjualan taplak di Pasar Citayam, Kabupaten Bogor.
“Puasa kemarin Emak jualan taplak di Pasar Citayam sendirian. Ngontrak Rp 400 ribu sebulan,” tuturnya.
Ia masih terus berharap sebelum 17 Agustus tiba bendera dan umbul-umbul yang dia jajakan laris terjual.
Sehingga keuntungan yang didapat tidak hanya habis untuk ongkos saja namun juga untuk keseharian Emak Nung.
Sumber: tribunnews.com
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://islamidia.com/kisah-emak-nung-mengais-rejeki-dari-bendera-merah-putih-kini-khawatir-ongkos-pulang-ke-cirebon/