Hukum Indonesia Tidak Pernah Memihak Kepada Orang Papua
KNPNnews;Opini_Kematian Orang Papua diakibatkan peluru ini belum juga berakhir? Mungkinkah di suatu hari kelak tidak ada lagi anak-anak negari yang mati karena peluruh yang kejam, getir rasanya. Peluruh selalu meranpas nyawa orang Papua yang kerap kali selalu menjadi pertanyaan.
Kamatian negeri Papua belum berakhir menegaskan bahwa perjalanan kaum yang dikalakan yang dijiwai oleh darah perjalanan sejarah adalah perjalanan menuju menyatunya ideology menjadi kapitalisme liberal. Semantara sejarah Papua bergerak menuju pengakuan sebagai warga Negara yang bermartabat dengan warga Negara yang lain di dunia. Sebagai manusia yang merdeka, bukan hanya merdeka dari ketakutan akan peluruh yang tiba-tiba melezat dan merampas hidup orang Papua, tetapi rakyat Papua bisa menentukan nasib sendiri melalui jalur REFERENDUM, sebagai demokrasi yang bermartabat mekanisme internasional.
Orang Papua pun juga bisa menikmati hak-haknya, bukan menyaksikan hak-haknya diambil. Inilah artinya merdeka sebagai manusia, menyaksikan dan merasakan sejarah para korban kita mencium bau anyir darah, tidak ada suka cita kemenangan, tetapi duka cita karena kematian melanda negeri Papua yang sangat murah itu. Tidak ada sorak-sorai, tari-tarian, yospan, wiyanii, pesak, uga, bahkan senyumpun tidak.
Pejuang Papua ditangkap, ditahan, dihukum, di penjarakan, diikat dengan borgol, ditarik seperti seekor binatang. Penjara pindah penjara, dari kota ke kota, sampai buang di tempat pembuangan atau buang di tempat sampah masyarakat, dan distikma dengan Sepratis, GPK, KSB, dll air mata orang Papua tak pernah berhenti. Hukumpun tidak memihak kepada orang Papua.
Dan mengapa orang Papua selalu berduka cita terus menerus, tidak ada suka cita? Orang Papua selalu sakit dan sedih, tak pernah tersenyum? Karena yang terjadi di atas Tanah ini adalah: borjuasi kecil atau perpanjangan kaki tangan colonial Indonesia orang Papua jajah orang Papua sendiri. Hal ini dilakukan hanya untuk mendapatkan sebatang rokok dan sepiring nasi. Maka jeritan orang Papua tak pernah berakhir dan yang ada hanyalah menangis dan menderita.
Orang Papua menderita di sudut-sudut kampong dan pingirang kota di seluruh plosok tanah Papua, Orang Papua duduk menangis di tempat sambil menonton orang kuras harta kekayaannya. Bukannya ini sejarah yang tidak pernah di catat, bahwa mereka belum menjadi pelaku aktif yang bagi sejarahnya sendiri? Yah, mereka mengingat kekalahan yang menyesalkan sejarah yang kita kanal hampir selalu berkisah tentang pahlawan, kemenangan, dan peristiwa yang monumental.
Sehingga diabaikan kematian anak-anak negari yang di rekam-pun hanya milik mereka yang agung, tetapi para budak dan serdadu-serdadu yang terlihat hampir tak pernah bahkan tidak pernah sama sekali di sebut namanya, hidup mereka-pun tidak berharga untuk satu huruf-pun dalam kitab sejarah, agaknya untuk menimbang arah sejarah Papua kita tidak perlu mendogak para petinggi negeri, bisa-bisa malah merasa ngeri, lihatlah peluruh sedang mencari nyawa orang Papua, korban berjatuhan terus, darah orang Papua mengalir terus-menerus bagaikan sungai yang mengalir siang dan malam.
Para petinggi negeri tidak kasih tanda biru, selalu tanda merah dan hitam saja. Sejarah kita bangun sendiri, kekalahan dan kekalahan, kegetiran yang kadang silih berganti akan membuat dahaga kita akan kemanusian yang akan merdeka semakin besar, arus sejarah akan semakin deras dan mungkin tak lagi akan terbendung rasa kala tidak perlu mengemuka. Sebagai dendam tidak ada gunanya, dendam kecuali akan membuat kita semakin terburuk dan sejarah menjadi lebih mengerikan.
Dendam akan membuat tanah Papua menjadi kerajaan kekerasan, dalam arena kekerasan, Tak pernah seorang pun tampil sebagai pemenang, sejarah akan bergerak pada terciptanya, tata kehidupan yang berkeadilan, yang mengakui nilai-nilai kehidupan yang mungkin anak-anak bertumbuh, berkembang dan mendorong terciptanya manusia dapat menghayati kemanusian tanpa terancam atau mengancam manusia lain.
Mecky Yeimo,
Penulis: Aktifis KNPB Sekjend I KNPB Pusat
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://phaul-heger.blogspot.com/2019/03/hukum-indonesia-tidak-pernah-memihak.html