Mentakwil Jangan Tekstual
Lucunya BANI TEKSTUAL (HABITAT KAUM ANTI TA'WIL)
Contoh :
"Orang yg masih ngerokok gk boleh ngimami sholat,,!!!"
"Betul itu, waktu ngimami tapi di luar imam silahkan bos, Haaa ha ha..."
"Haram!, mendoakan orang mati"
Sorang Kyai yang baru saja pulang dari kuburan kedatangan seorang pemuda HTI dengan gaya khasnya, jenggot kriting dan celana cingkrang.
Dengan gaya mengetes, si pemuda bertanya, “Pak Kiai, apa hukum mendoakan orang mati?”
“Haram!”
Si pemuda kaget. Jawaban Kiai Durrahman di luar dugaan.
“Alasannya, Kiai?”
“Islam mengajarkan, mendoakan orang harus yang baik-baik. Harusnya kita mendoakan orang banyak rezeki, sehat, atau panjang umur. Jangan sampai kita mendoakan orang mati, itu doa buruk.”
Si pemuda ngeloyor pulang.
Simak teks arab dari Doa RASULULLAH Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam kepada sahabat Ibnu Abbas Radhiallu'anhu :
اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِيْ الدِّيْنِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيْلَ
Ya ALLAH , buatlah dia menjadi Faqih di dalam Agama ini, dan ajarilah dia ilmu Ta'wil.
.
[HR. Bukhari : 75 & Muslim : 2475].
.
Dan di Shahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam kitabnya [Silsilah Ash-Shahihah : no. 2589]
Tahukah kalian wahai Bani Tekstual, jika ALLAH Ta'ala juga mengajarkan ilmu Ta'wil dengan tujuan mensucikan dirinya dari sifat Makhluk & memalingkan makna Dzahir
RASULULLAH Bersabda :
عَنْ ابِى هُريْرَةَ ، قَألَ : قَالَ رَسُولُ الله ( صلى الله عليه وسلم ) : ” إِن الله – عَزَّ وَجَلَّ – يَقُولُ يَوْمَ القِيَامَة : يَا بْنَ ادمَ ، مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِى. قَألَ : يَارَبِّ كَيْفَ أَعُودُكَ وَأَنْتَ رَب العالَمِينَ ؟ قَالَ : َ امَا عَلمْتَ أَنَّ عَبْدى فُلألا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ ، امَا عَلمْتَ انَكَ لَوْ عُدْتَهُ لَوَجَدْتَنِى عنْدَهُ ؟ يَا بْنَ آَدَمَ ، اسْتَطَعًمْتُكَ فَلَمْ تُطعمْنِى. قَألَ : يَارَب ، وَكَيْفَ أُطعمُكَ وَأَنْتَ رَبُّ العَالمنَ ؟ قَألَ : أمَا عَلِمْتَ أَنَّهُ اسْتَطعَمَكً عَبْدى فُلاَنو فَلَمْ تُطعِمْهُ ، أَمَاَ عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ أَطعَمتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلكَ عنْدى ؟ يَا بْنَ اَدمَ ، اسْتًسْقَيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِنِىقَالَ : يَارَبِّ ، كَيْفَ أَسْقِيكَ وَأَنْتَ رَبُّ العالَمَيَنَ ؟ قَالَ :اسْتَسْقَاكَ عبْدِى فُلاَنو فَلَمْ تَسْقِ! أَمَاْ إِنَّكَ لَوْ سَقَيْتَهُ وَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِى لما
Sesungguhnya ALLAH (dalam hadits Qudsi) berfirman :
Hai Anak Cucu Adam, Aku sakit tetapi kamu tidak menjenguk-Ku”
Lalu berkata (Anak Cucu Adam) :
Ya Robb, bagaimana aku menjenguk-Mu, sedangkan Engkau adalah Tuhan Semesta Alam?”
ALLAH menjawab :
Apakah engkau tidak mengetahui, sesungguhnya ada hamba-Ku Fulan sedang sakit tetapi engkau tidak menjenguknya, tidakkah engkau tahu sesungguhnya ketika engkau menjengukya Aku pun berada di sisinya
Kemudian ALLAH kembali berfirman :
Hai Anak Cucu Adam, Aku kelaparan tetapi engkau tidak memberi-Ku makan
Menjawab (Anak Cucu Adam):
Ya Robb, bagaimana aku memberi-Mu makan sedangkan Engkau adalah Tuhan Semesta Alam?
ALLAH menjawab:
Apakah engkau tidak mengetahui sesungguhnya kelaparan hamba-Ku si Fulan tetapi engkau tidak memberinya makan, tidakkah engkau tahu sesungguhnya ketika engkau memberinya makan di sana juga ada Aku
Lalu ALLAH berfirman :
Hai Anak Cucu Adam, Aku haus tetapi engkau tidak memberi-Ku minum
Menjawab (Anak Cucu Adam) :
Ya Robb, bagaimana aku memberi-Mu minum sedangkan Engkau adalah Tuhan Semesta Alam?
ALLAH menjawab :
Engkau (tahu) hamba-Ku meminta minum kepadamu tetapi tidak engkau berikan kepadanya, tidakkah engkau tahu ketika engkau memberinya minum di sana pun ada Aku.
[HR. Muslim : 264]
TA'WIL IBNU ABBAS
IBNU ABBAS menta'wil Ayat :
ﻭَﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀَ ﺑَﻨَﻴْﻨَﺎﻩﺍَﺑِﺄَﻳْﺪٍ ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﻟَﻤُﻮﺳِﻌُﻮﻥَ
Dan langit itu Kami bangun dengan kekuatan (Kami) dan Sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa.
[QS. Adz-Dzariyat : 47]
Kata ﺃَﻳْﺪٍ secara lahiriyah adalah Telapak Tangan atau tangan dari ujung jari jemari hingga lengan
ia bentuk jama’ dari kata
ﻳَﺪBaca Al Qamus al Muhith dan Taj al ‘Arus : 10/417.)
Akan tetapi Ibnu Abbas Menta’wil arti kata TANGAN dalam ayat Adz-Dzariyat ini dengan KEKUATAN.
.
Apakah menurut anda IBNU ABBAS SESAT karna telah menta'wil karna tidak menetapkan Sifat yg ALLAH tetapkan.?
.
TA'WIL IMAM AHMAD BIN HANBAL
.
IMAM IBNU KATSIR mengatakan :
وكلامه في نفي التَّشبيه وتَرْك الخوضِ في الكلام والتّمسّك بما ورد في الكتاب والسنَّة عن النَّبي صلى الله عليه وسلَّم وعن أصحابه روى البيهقي عن الحاكم عن أبي عمرو ابن السمّاك عن حنبل أنَّ أحمد بن حنبل تأوّلَ قوله تعالى: (( وَجَاءَ رَبّكَ )) أنَّه جاء ثوابه ، ثمَّ قال البيهقي : وهذا إسناد لا غبار عليه
Dan ucapan beliau (imam Ahmad) tersebut adalah tentang menafikan tasybih dan menjauhi pembahasan mendalam (tentang ayat mutasyabihat) dan berpegang teguh terhadap al-Quran dan sunnah dari Nabi saw dan para sahabatnya. Al-baihaqi meriwayatkan dari al-Hakim dari Abi Amr Ibnu as-sammak dari Hanbal bahwasanya imam Ahmad bin Hanbal mentakwil firman Allah Swt :
Dan telah datang Tuhanmu dengan artian Telah Datang Pahala Tuhanmu.
Kemudian Al-Baihaqi mengatakan :
Isnad ini tidak ada debu sama sekali atasnya (Shahih dari Imam Ahmad Bin Hanbal).
[Al-Bidayah Wa An-Nihayah : Juz 10, Halaman 354]
TA'WIL IMAM AL-BUKHARI
.
Imam al Bukhari menta'wil firman Allah :
هُوَ ءَاخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا (هود: 56).
Makna WAJAH ALLAH ini dita'wil oleh beliau dalam makna : Kerajaan dan Kekuasaan ALLAH.
.
[Lihat Shahih Al-Bukhari, Tafsir Surat Hud]
.
Terakhir adalah Ta'wil dari IBNU TAIMIYAH yang menta'wil Makna WAJAH ALLAH menjadi DZAT ALLAH
IBNU TAIMIYAH Berkata :
Maka kepada dasar inilah firman LAH Subhanahu Wa Ta’ala dikembalikan.!
"Tiap-tiap sesuatu pasti binasa kecuali Wajah-Nya".
Sebagaimana ayat :
"Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.”
.
Sesungguhnya kekalnya wajah ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala adalah kekalnya Dzat-Nya.”
[Majmu’ Fatawa : II/262]
Catatan :
Dalam kitab-kitab ilmu bahasa Arab, mulai dari kemunculannya hingga awal abad kelima, pengertian takwil hanya berkisar pada dua pengertian. Pertama, takwil bermakna, al-‘Aqibah wa al-Marja’ wa al-Mashir (akibat, tempat rujukan dan tempat kembali) lihat (QS. An-Nisaa [4]: 59), (QS. Al-‘A’raf [7]:53). Dan, kedua, takwil bermakna al-Tafsir wa al-Bayan (tafsir dan penjelasan) lihat (QS. Yusuf [12]: 36) dan (QS. Ali-Imran [3]: 7).
Syaikh Ibn Taimiyah (w. 728 H) menjelaskan pengertian takwil. Beliau mengutip pendapat ulama-ulama belakangan dari kalangan ahli fikih, ahli kalam, ahli hadis, dan tasawuf serta ulama-ulama yang sepakat dengan mereka. Mereka menyimpulkan, takwil adalah mengalihkan suatu lafaz dari makna yang rajih (kuat) kepada makna yang marjuh (lemah) karena ada alasan tertentu yang menyertainya.
Di dalam kitab al-Nihayah karya Ibn al-Atsir (w. 606 H), takwil adalah megalihkan teks lafaz dari makna asalnya (secara eksplisit) kepada makba yang memerlukan suatu indikasi. Jika indikasi itu tidak ada, maka makna eksplisit tidak boleh diabaikan. Oleh karenanya, hadis yang ditakwil adalah hadis yang tidak dapat dipahami secara tekstual akan tetapi harus dengan makna yang lain.
Selain ayat al-Quran, di dalam hadis pun kita sering sekali menemukan lafaz yang sukar untuk dipahami atau lafaz hadis yang mutasyabih (penjelasannya tidak konkrit). Hal ini mendorong para ulama untuk melakukan takwil dalam pemaknaannya. Tujuannya supaya terhindar dari makna yang bertentangan dengan makna ayat al-Quran atau hadis yang lain. Contohnya seperti hadis yang menjelaskan Allah Swt sakit.
عَنْ ابِى هُريْرَةَ ، قَألَ : قَالَ رَسُولُ الله ( صلى الله عليه وسلم ) : ” إِن الله – عَزَّ وَجَلَّ – يَقُولُ يَوْمَ القِيَامَة : يَا بْنَ ادمَ ، مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِى. قَألَ : يَارَبِّ كَيْفَ أَعُودُكَ وَأَنْتَ رَب العالَمِينَ ؟ قَالَ : َ امَا عَلمْتَ أَنَّ عَبْدى فُلألا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ ، امَا عَلمْتَ انَكَ لَوْ عُدْتَهُ لَوَجَدْتَنِى عنْدَهُ ؟ يَا بْنَ آَدَمَ ، اسْتَطَعًمْتُكَ فَلَمْ تُطعمْنِى. قَألَ : يَارَب ، وَكَيْفَ أُطعمُكَ وَأَنْتَ رَبُّ العَالمنَ ؟ قَألَ : أمَا عَلِمْتَ أَنَّهُ اسْتَطعَمَكً عَبْدى فُلاَنو فَلَمْ تُطعِمْهُ ، أَمَاَ عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ أَطعَمتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلكَ عنْدى ؟ يَا بْنَ اَدمَ ، اسْتًسْقَيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِنِىقَالَ : يَارَبِّ ، كَيْفَ أَسْقِيكَ وَأَنْتَ رَبُّ العالَمَيَنَ ؟ قَالَ :اسْتَسْقَاكَ عبْدِى فُلاَنو فَلَمْ تَسْقِ! أَمَاْ إِنَّكَ لَوْ سَقَيْتَهُ وَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِى لماDari sahabat Abu Hurairah, Rasulullah Saw Bersabda dalam hadis qudsi, “Sesungguhnya Allah (dalam hadits Qudsi) berfirman: “Hai Anak Cucu Adam, Aku sakit tetapi kamu tidak menjenguk-Ku”. Lalu berkata (Anak Cucu Adam): “Ya Rab, bagaimana aku menjenguk Mu, sedangkan Engkau adalah Tuhan Semesta Alam?”
Allah menjawab: “Apakah engkau tidak mengetahui, sesungguhnya ada hamba-Ku Fulan sedang sakit tetapi engkau tidak menjenguknya, tidakkah engkau tahu sesungguhnya ketika engkau menjenguknya Aku pun berada di sisinya”. (Kemudian Allah kembali berfirman)“hai anak cucu Adam, Aku kelaparan tetapi engkau tidak memberi-Ku makan”. Menjawab (Anak cucu Adam): “Ya Rab, bagaimana aku memberi-Mu makan sedangkan Engkau adalah Tuhan Semesta Alam?”
Allah menjawab: “Apakah engkau tidak mengetahui sesungguhnya kelaparan hamba-Ku si Fulan tetapi engkau tidak memberinya makan, tidakkah engkau tahu sesungguhnya ketika engkau memberinya makan di sana juga aka Aku”. (lalu Allah berfirman) Hai anak cucu Adam, Aku haus tetapi engkau tidak memberi-Ku minum”.
Menjawab (Anak Cucu Adam): “Ya Rab, bagaimana aku memberi-Mu minum sedangkan Engkau adalah Tuhan Semesta Alam?” Allah menjawab: “Engkau (tahu) hamba-Ku meminta minum kepadamu tetapi tidak engkau berikan kepadanya, tidakkah engkau tahu ketika engkau memberinya minum di sana pun ada Aku”. (Hadis diriwayatkan Imam Muslim, Ibn Hibban dan al-Baihaqi).
Terkait hadis di atas Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya Al-Thuruq al-Shahihah fi Fahmi al-Sunnah al-Nabawiyah mengutip pendapat Ibn Jama’ah (w.727 H) yang berbendapat: “Ulama bersepakat dalam menakwilkan hadis tersebut, Karena Allah Swt menyatakan bahwa Diri-Nya sakit, meminta minum dan makan. Imam Nur al-Din al-Malaharawi al-Qari (w. 1014 H) berkata hadis: “Aku sakit namun kamu tidak menjengukku,” secara lafaz atau tekstual maknanya adalah Allah Swt sakit.
Menjenguk orang sakit :
Allah ta’ala memang terbiasa hadir bersama orang-orang yang sepi baik karena dizalimi atau sepi karena sakit. Pada mereka Allah hadir. Demikian Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari dalam kitab Irsyadul Ibad mengutip hadits qudsi yang diriwayatkan Imam Muslim sebegai berikut.
أخرج مسلم أن الله تعالى يقول يوم القيامة: يا ابن آدم مرضت فلم تعدني. قال: يا رب كيف أدعوك وأنت رب العالمين. قال: أما علمت أن عبدي فلانا مرض فلم تعدني. أما علمت أنك لو عدته لوجدتني عنده أي لوجدت عنده ثوبي الذي لا نهاية لعظمه Pada hari Kiamat Allah menegur seseorang, “Wahai anak Adam. Saat Aku sakit, kenapa kau tidak menjenguk-Ku?” Orang itu menjawab, “Wahai Tuhanku, bagaimana aku mendoakan-Mu sedangkan Engkau adalah Tuhan sekalian alam?” Allah menjawab, “Tidakkah kau tahu bahwa hamba-Ku si fulan itu sakit. Namun kau tidak menjenguk-Ku. Tahukah kau, kalau kau menjenguknya, kau akan mendapati Aku di sisinya.” Maksudnya, “Kau akan mendapatkan ganjaran-Ku yang tak bertepi saking banyaknya.” HR Muslim.Semoga bermanfaat.
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
http://prabuagungalfayed.blogspot.com/2019/12/mentakwil-jangan-tekstual.html