Kisah Reza Anak Sopir Lulus Itb Ipk 3 98 Pernah Dihina Karena Ibu Tak Kerja Hingga Jajan Rp 5 000 Per Hari
Jantung Muhammad Reza Nurrahman (22) berdetak cukup kencang saat namanya dipanggil.
Dengan langkah meyakinkan, ia berjalan menuju mimbar untuk menyampaikan pidato perwakilan wisudawan prodi sarjana pada Sidang Terbuka Wisuda Pertama ITB Tahun Akademik 2019/2020 di Sabuga, Sabtu (19/10/2019).
Tak jauh dari tempat Reza berdiri, terlihat kedua orangtua Reza duduk di bangku VIP. Wajah haru, bahagia, bangga, terpancar dari kedua orangtuanya.
Air mata bahagia pun menetes dari kedua sudut mata sang ibu, Ika Minarti. Terutama saat anaknya, menyebut nama kedua orangtuanya dan mengucapkan terima kasih.
Kejadian tersebut menjadi momen tak terlupakan bagi Reza. Sebab melihat orangtua duduk di bangku VIP, merupakan impiannya saat diterima di Institut Teknologi Bandung (ITB).
“Dulu Reza mengisi (lembar) Strategi Sukses di Kampus dalam penerimaan mahasiswa baru,” ujar Reza kepada Kompas.com di Bandung, Senin (21/10/2019).
Pada lembaran itu, Reza menuliskan mimpinya menjadi mahasiswa terbaik ITB dengan IPK di atas 3,5, berprestasi dan bisa membuat orangtuanya duduk di bangku VIP.
Angan-angan tersebut terwujud. Reza berhasil menjadi mahasiswa berprestasi dengan meraih medali perak ONMIPA tahun 2017 dan 2018, ia juga meraih juara 2 OSN Mahasiswa Nasional tahun 2017, finalis mahasiswa berprestasi FMIPA tahun 2018.
Reza juga berkesempatan mengikuti insternship di KAIST selama tiga bulan. Terakhir, ia lulus dengan nilai memuaskan, IPK 3,98.
Sebenarnya, prestasi Reza tidak hanya diperoleh saat kuliah. Saat duduk di bangku SMP, Reza tercatat dua kali masuk ke tingkat provinsi Olimpiade Sains Nasional (OSN).
Kemudian saat SMA, ia pernah masuk seleksi Asian Physics Olympiad dan menduduki peringkat 9. Namun yang lolos ke tahap berikutnya, hanya sampai peringkat 8.
Perjuangan
Semua prestasi Reza tidak diperoleh dengan mudah. Apalagi di tengah keterbatasan ekonomi orangtuanya.
“Ayah Reza bekerja sebagai sopir, ibu Reza ibu rumah tangga. Kami sekeluarga hidup sederhana,” ucapnya.
Minimnya keuangan keluarga membuat Reza berusaha sendiri saat menginginkan sesuatu. Sejak kecil, ia akan menabung untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Begitupun dalam hal pendidikan. Reza akan belajar dengan tekun untuk menjadi juara kelas. Karena dengan juara kelas, ia akan mendapatkan hadiah buku di semester berikutnya.
“Kalau SD dan SMP ada dana BOS karena wajib belajar sembilan tahun. Untuk SMA Reza dapat beasiswa dari SMA Darul Falah,” imbuhnya.
Sebelum pindah ke SMA Darul Falah saat kelas 2 SMA, Reza mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari SMA sebelumnya yang membuat sakit hati.
Saat itu, Reza terpilih mewakili sekolah untuk seleksi Asian Physics Olympiad dan diwajibkan mengikuti training selama sebulan.
Kemudian kepala SMA bilang, sekolah tidak bisa mengantar sehingga Reza harus pergi sendirian. Padahal selama ini Reza tidak pernah bepergian jauh.
Saat Reza melaksanakan pelatihan yang berbarengan dengan pembagian rapot, sekolah memanggil orangtua Reza. Kepada sang ibu, Ika Minarti, sekolah bilang kalau Reza lolos seleksi Asian Physics Olympiad, maka ia terancam tidak naik kelas.
Mendapat kabar tersebut, Reza terpukul. Padahal ia tengah membawa nama sekolah untuk lolos di Olimpiade Sains tingkat Asia.
“Saya tidak bisa fokus, sehingga akhirnya hanya duduk di urutan 9 dan yang masuk ke tahap selanjutnya 8 besar,” ungkapnya.
Sekembalinya ke Bandung Barat, ia memilih untuk pindah sekolah ke SMA Darul Falah. Di luar dugaan, SMA tersebut memberikan beasiswa full termasuk seragam dan lainnya. Reza pun menjadi lulusan pertama SMA Darul Falah yang tembus ITB.
Masa kuliah
Memasuki ITB yang merupakan impiannya sejak SMP tentu membuatnya bahagia. Ia kemudian mengajukan beasiswa dan namanya sempat tidak ada di Bidikmisi.
“Saat wawancara, pewawancara nanya, ibunya kerja? Saat dijawab ibu rumah tangga, yang mewawancara bilang kenapa nggak (kerja), bukannya bantuin bapaknya kerja, malah diem aja di rumah. Sakit hati banget (dengarnya),” ucapnya.
Saat melihat namanya tak ada, ia mempertanyaan kriteria penerima Beasiswa Bidikmisi kepada dosen wali. Pada saat yang sama, ia mengajukan beasiswa ke Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Saat mendapatkan beasiswa KBB, Reza dinyatakan lolos beasiswa Bidikmisi. Ia kemudian diminta untuk melepaskan beasiswa KBB.
Uang Rp 5.000
Sebagai mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi, anak kedua dari tiga bersaudara ini berkesempatan untuk tinggal di asrama.
Namun baru 3 jam di asrama, ia memutuskan untuk kembali ke rumah, yang menurutnya lebih nyaman.
Untuk pulang-pergi ke kampus, ia menggunakan motor bebek Honda Legenda. Tak lupa ia membawa bekal makanan agar tidak jajan di kampus.
“Pengeluaran Reza per hari Rp 5.000 untuk bensin saja. Reza nggak pernah jajan dan nggak suka nongkrong. Habis kuliah dan kegiatan organisasi, Reza langsung pulang ke rumah,” ungkapnya.
Uang saku dari Bidikmisi sebesar Rp 950.000 per bulan ia tabungkan. Untuk kebutuhan kuliah dan lainnya, ia mengandalkan hasil mengajar di lembaga olimpiade dengan honor Rp 125.000 per jam.
“Karena pernah dapat perak OSN, jadi diminta untuk mengajar. Karena (OSN) musiman, jadi mengajarnya pun musiman,” ucapnya.
Dari honor mengajar ini, ia bisa membantu orangtuanya. Sedangkan tabungannya digunakan untuk keperluan keluarga lainnya termasuk persiapan untuk menikah.
Sumber: kompas.com
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://islamidia.com/kisah-reza-anak-sopir-lulus-itb-ipk-398-pernah-dihina-karena-ibu-tak-kerja-hingga-jajan-rp-5-000-per-hari/