Muraqabah Menurut Ahli Tarekat
Saidi Syekh Sulaiman Zuhdi Al-Khalidi Ahli Silsilah ke-32 dalam kitabnya Ar Risalah Majemu’atul Khalidiyah An Naqsyabandiyah mengatakan : “Zikir Muraqabah ialah berkekalannya seoang hamba ingat pada dirinya senantiasa dimonitor oleh Tuhannya dalam seluruh keadaan tingkah lakunya”.
Muraqabah artinya saling mengawasi, saling mengintai atau saling memperhatikan. Dalam kajian Tasawuf/Tarekat, muraqabah dalam pengertian bahasa tersebut, terjadi antara hamba dengan Tuhan nya. Muraqabah bisa juga digambarkan sebagai intai mengintai antara hamba dengan Tuhan nya. Sebagian Syekh menggambarkan Muraqabah itu adalah saat dimana ucapan salam seorang hamba dijawab oleh Tuhan.
Firman Allah SWT :
Dan Allah Maha Mengawasi segala sesuatu (Q.S. Al Ahzab 33:52)
Adakah Zat yang Maha Menjaga tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya (Q.S. Ar Ra’da 13:33).
Apakah Manusia tidak mengerti bahwa Allah itu Maha Melihat? (Q.S. Al Alaq 96:14).
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu (Q.S. An Nisa 4:1).
Allah meridhai mereka dan mereka pun ridha kepada Nya. Yang demikian itu adalah balasan bagi orang-orang yang takut kepada Tuhannya (Q.S Bayyinah 98:8).
Sabda Rasulullah SAW :
“Hendaknya engkau menyembah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, dan jikalau engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia itu melihat engkau” (H.R. Muslim)
Dari ayat-ayat dan hadist tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa muraqabah berarti mawas diri seorang hamba terhadap khalik nya bahwa Allah mengawasi, mengintai dan memperhatikan kita, niat dan amal-amal hambanya. Sebaliknya seorang hamba harus mawas diri terhadap hati, niat dan amal yang telah dikerjakan untuk melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan Nya.
Al Qusyairi menyatakan, “Orang yang belum mengukuhkan rasa takutnya kepada Allah dan mawas dirinya terhadap-Nya, tidak akan mencapai kasyaf (terbuka tabir antara si hamba dengan Allah) dan syahadah (menyaksikan Allah”.
Saidi Syekh Der Moga Barita Raja Muhammad Syukur Al-Khalidi mengutip hadist Nabi mengatakan bahwa di akhir zaman nanti ilmu akan di cabut oleh Allah dan banyak ulama yang meninggal. Makna Ilmu dicabut tersebut menurut Beliau adalah hilangnya Muraqabah dalam diri seseorang sehingga sinyal-sinyal yang dikirim oleh Allah SWT kepada manusia tidak dapat ditangkap lagi dikarenakan hati manusia telah kotor oleh dosa-dosa.
Muraqabah menurut Beliau adalah suatu karunia yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya yang selalu berubudiyah kepada-Nya, selalu mengekalkan zikir dimanapun dia berada dan terus menerus menjaga hatinya agar tidak dikotori dengan sifat-sifat tercela. Lebih lanjut Beliau mengatakan bahwa muraqabah adalah bersifat teknis dan seorang hamba akan selalu bisa merasakan keinginan Tuhan. “Tidak wara’ kalau tidak menunggu” begitulah Beliau selalu berfatwa kepada murid-muridnya. Apa yang ditunggu? Yang ditunggu adalah sebuah gerak yang merupakan Kudrah dan iradah Allah sebagai bentuk persetujuan Allah atas apa yang akan kita lakukan. Ketika kita hendak melangkah keluar dari rumah, terlebih dahulu kita mohonkan izin kepada Allah. Oleh karena itu ucapan Insya Allah merupakan ucapan yang sangat tinggi nilainya. Insya Allah berarti “kalau Allah mengizinkan”. Pertanyaannya kapan kita meminta izin kepada Allah? dan bagaimana kita tahu Allah telah memberikan izin kepada kita?. Kebanyakan dari kita ucapan Insya Allah itu tidak lebih dari ucapan basa-basi saja karena kita belum memiliki ilmu Muraqabah yaitu ilmu meminta izin dan persetujuan dari Allah.
Saidi Syekh Der Moga Barita Raja Muhammad Syukur Al-Khalidi yang bertempat tinggal di kota Batam mengatakan, “Apabila air tidak mengalir coba periksa ke hulu, barangkali ada sampah dan kotoran lain yang menyumbat sehingga air tidak sampai ke hilir. Singkirkan sampah itu barulah nanti air akan mengalir”. Jika muraqabah tidak datang dalam sehari, kita selaku murid sudah harus waspada, mengoreksi diri kesalahan apa yang kita perbuat sehingga sinyal Allah tidak bisa ditangkap oleh hati kita. Mungkin ubudiyah kita masih kurang, atau shadaqah kita masih belum ikhlas, mungkin juga zikir kita masih ada kurangnya. Berulangkali Beliau mengingatkan murid-muridnya bahwa, “Barang siapa yang tidak menjaga amalan zikirnya maka lambat laun akan hilang semua karunia Allah walau dia ahli Kasyaf (orang yang telah terbuka hijab) sekalipun”
Muraqabah dalam pengertian teoritis berupa sikap mawas diri, tetap waspada terhadap ibadah yang dilakukan terhadap Allah bisa didapat lewat pelatihan, akan tetapi Muraqabah dalam pengertian praktek itu hanya bisa didapat atas karunia Allah tentu atas bimbingan dan syafaat dari Guru Mursyid yang terus menerus mendo’akan murid nya agar selalu berada dalam karunia Allah SWT.
Ibnu Qayyim menjelaskan kronologi tentang proses turun nya wahyu dari Allah kepada Nabi salah satunya berupa bunyi gemerincing lonceng yang datang kepada beliau; peristiwa ini merupakan pengalaman yang paling berat bagi beliau dimana malaikat memakai cara ini hingga membuat keningnya mengerut bersimbah peluh. Ini terjadi di hari yang amat dingin. Demikian pula, mengakibatkan onta beliau duduk bersimpuh ke bumi bila beliau menungganginya. Dan pernah juga wahyu datang seperti kondisi tersebut dan saat itu paha beliau ditaruh diatas paha Zaid bin Tsabit yang seketika dirasakan olehnya (Zaid) demikian berat sehingga hampir saja remuk.
Bagaimana bunyi gemerincing lonceng tersebut? Apakah malaikat memukul lonceng seperti kode morse kemudian Nabi menterjemahkan dalam kata-kata? Atau kah sebuah kiasan tentang petunjuk atau sinyal yang dikirim oleh Allah SWT yang dikenal dengan muraqabah kemudian nabi menterjemahkan kehendak Allah tersebut kedalam kata-kata sehingga menjadi petunjuk kepada ummatnya.
Saya berandai-andai, misalnya bunyi gemerincing lonceng tersebut suaranya lebih besar di daerah perut kanan berarti tidak lama lagi akan ada yang mengantar makanan enak kepada Nabi, atau kalau suatu saat bunyi gemerincing lonceng tersebut dekat telinga kiri berarti musuh-musuh Nabi mempunyai rencana akan mencelakankan Nabi dengan demikian Beliau telah terlebih dahulu siap siaga.
Saya kan hanya berandai-andai dan tentu saja hanya Nabi sendiri yang mengetahui bagaimana bentuk bunyi gemerincing lonceng tersebut yang sangat berat bagi Beliau. Bisa jadi gemerincing lonceng yang saya maksudkan di atas salah namun bisa jadi benar juga.
Satu hal yang saya tahu bahwa orang-orang yang telah sampai kepada tahap Muraqabah seakan-akan mengetahui apa yang akan terjadi ke depan dan itulah karunia Allah yang diberikan kepada orang-orang yang dipilih-Nya. Bahkan musuh akan datang pun akan bisa terbaca lewat muraqabah.
Apakah Muraqabah itu maqam tertinggi? Tentu saja tidak karena di atas muraqabah itu adalah lagi maqam yang lebih tinggi. Muraqabah itu hanya bisa merasakan tanda-tanda yang dikirim oleh Allah sedangkan maqam di atas nya adalah maqam dimana kita bisa berdialog langsung dengan Allah tanpa hijab.
Kalau Muraqabah merupakan aplikasi dari firman Allah Wa nahnu aqrabu Ilahi min hablil warrid (dan kami hampir kepadanya daripada urat lehernya) Surat Qaf ayat 16, maka maqam selanjutnya adalah Muqabalah dimana seseorang hamba dalam berzikir dalam tahap rohaninya berhadap-hadapan dengan zat Allah yang wajibul wujud sebagaimana firman Allah Dalam surat Al-Baqarah ayat 115, “Dan kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka kemanapun kamu menghadap disitu wajah Allah”.
Dan tentu saja maqam tertinggi adalah Maqam Baqabillah sebagaimana firman Allah dalam surat Ar Rahman ayat 27, “Dan akan tetap akan kekal Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemulyaan”. Para sufi mengatakan : “Fana dalam kebakaan Allah dan lenyap dalam kehadiran Allah”. Lalu bagaimana kita bisa sampai ke maqam baqabillah? Tentu harus melewati maqam fana fillah dimana seorang hamba berzikir dalam taraf lenyap/lebur rasa keinsanannya ke dalam rasa ketuhanan, ia telah fana dalam kebakaan Allah. Sebelum mencapai maqam fana fillah terlebih dahulu kita harus melewati maqam dimana hati kita selalu disertai oleh Allah dimanapun kita berada sebagaimana firman Allah dalam surat Al Hadid ayat 4 “ Wa huwa ma’akum aina maa kuntum artinya Dia beserta kamu di mana pun kamu berada”.
Maqam Baqa Billah itu adalah maqam para wali dan maqam para Guru Mursyid yang setiap geraknya adalah gerak Allah sebagai firman Allah dalam hadist qudsi : “Mata-KU ada dimatanya kalau ia melihat, Tangan-KU ada ditangan-Nya kalau dia memegang…. Kalau dia berdoa niscaya AKU kabulkan”
Selaku penempuh salik (penempuh jalan kebenaran) tidak layak rasanya kita bertanya kapan maqam kita dinaikkan? Kapan rohani kita diangkat oleh Guru, yang harus kita kerjakan hanyalah berbuat dan berbuat. Kalau ingin nomor 1 maka kerjakan perkerjaan nomor 1. Tujuan kita berguru hanyalah mengharapkan ridha-Nya semata-mata bukan untuk mendapatkan maqam yang mulia dan tinggi. Kalau pun maqam kita dinaikkan itu tidak lain karena kehendak Dia semata-mata bukan karena usaha kita.
Semoga Allah SWT berkenan menuntun kita agar bisa sampai kehadirat-Nya. Tanpa kekuatan dari-Nya kita tidak berdaya apa-apa. Kita hanyalah si daif yang tidak berdaya apa-apa yang selalu mengharapkan belas kasih-Nya. Kita hanyalah seorang pendosa yang terkadang sering kali angkuh dan merasa suci dihadapan-Nya. Semoga kita bisa menjadi hamba yang hina, daif dan papa dihadapan Zat Yang Maha Segala-gala nya. Amien Ya Rabbal ‘Alamin.
Artikel ini hanyalah simpanan cache dari url asal penulis yang berkebarangkalian sudah terlalu lama atau sudah dibuang :
https://jalanakhirat.wordpress.com/2019/02/11/muraqabah-menurut-ahli-tarekat/